Tak pernah terbayangkan dengan apa yang saat ini di jalani, bergerak tanpa arah, dan melangkah tanpa tujuan.
Terasa sesak di dalam dada mengingat semua kisah yang sulit untuk di lupakan, Namun terasa sakit saat mencoba untuk menerima semua yang terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Selvi Noviyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 30
Mengenang sebuah kenangan yang terlalu indah tuk dilupakan, nyatanya benar-benar membuat diri ini merasa hancur. Air mata mengalir begitu saja, tanpa permisi. Mulut keluh tuk mengutarakan isi hati yang benar-benar hancur.
Tatapan mata enggan beralih dari pandangan yang selama ini selalu memberikan luka.
Lukisan luka yang selalu saja di goreskan hingga kini tak lagi berbentuk. Hanya terdiam memikirkan indahnya impian, yang nyatanya tak sesuai dengan harapan. Kini hanya merasakan hembusan angin malam yang menerpa wajah. Menatap bintang di langit yang saat ini bersinar begitu terang.
Emily, terdiam melihat langit yang penuh oleh bintang, seakan langit menyambut dirinya karna telah memilih jalan yang ia inginkan.
Entah apa yang terjadi pada Berlian, akan tetapi mengingat bagaimana Berlian yang memperlakukan dirinya membuat dirinya merasa lega. Berlian yang acuh dengannya, Berlian yang sama sekali tak menyadari bagaimana Emily yang selalu melakukan yang terbaik untuk Berlian. Akan tetapi nyatanya Berlian sama sekali tak menyadari bagaimana pengorbanan dirinya terhadap sang putra, Berlian.
Melakukan semua terbaik tanpa berpikir bagaimana keadaannya sendiri. Emily teringat saat dirinya menyiapkan semua makanan, melakukan dengan tulus memberikan yang terbaik dan melihat mereka bahagia, akan tetapi nyatanya tak seperti harapan yang ia bayangkan. Semua yang ia lakukan nyatanya tak pernah di pandang. Pengorbanan yang ia lakukan tak pernah di hargai, nyatanya ia harus menghadapi kenyataan bahwa suami dan juga anaknya telah menghabiskan makanan di restoran. Hanya diam dan menikmati masakan yang ia siapkan sendiri.
Tak hanya sekali ataupun dua kali seperti saat itu, akan tetapi terlalu sering mereka melakukan hal yang sama. beralasan telah kenyang dan makan di luar. Emily tak ingin bertanya, ia tahu ujung dari makanan yang tak akan pernah di santap. Membuat dengan ketulusan dan penuh kasih sayang, namun nyatanya tak sesuai dengan harapan.
"Emily... " panggil seorang pria yang saat ini ada di samping Emily.
Emily yang terdiam mengingat kisahnya, seketika menoleh melihat orang yang saat ini ada di sampingnya.
"Ya. " jawab Emily dengan membenarkan posisi duduknya.
"Sedang memikirkan apa.? " tanyanya dengan wajah penasaran.
"Hanya teringat Berlian saja kok. " ucap Emily dengan tersenyum.
"Aku tahu tak akan mudah menerima semuanya, tapi aku pasti akan selalu memantau bagaimana Berlian bersama dengan Aidan dan akan melihat perkembangan Berlian. " jawabnya dengan melihat Emily yang nampak terdiam.
sedangkan Emily yang mendengarkan ucapan dari orang yang ada di sampingnya tersenyum lega. setidaknya ia masih bisa melihat bagaimana keadaan sangat putra saat dirinya tak ada.
"Sudah aku katakan, bahwa kamu bersama dengan Aidan tak pernah bahagia. Dia hanya ingin kamu tetap bersamanya, menjadi istri dan juga ibu rumah tangga. Kamu tahu benar bagaimana kamu dan juga Aidan, dia membuat kamu sibuk dengan urusan rumah tangga karna dia tak ingin melihat kamu lebih unggul dari dia. Emily, seharusnya kamu sadar dengan perlakuan yang di lakukan oleh Aidan. Dia egois dia sama sekali tak mencintai kamu. " ucapnya dengan menatap Emily yang ada di sampingnya.
Emily terdiam mendengarkan semua ucapan yang di dengar. Semua itu memang benar, semua itu memang nyata. Emily yang menginginkan seseorang membantu dirinya di rumah pun selalu di tolak oleh Aidan, dengan alasan bahwa pekerjaan rumah memang seharusnya di lakukan oleh dirinya. Tak hanya itu, mencuci pakaian pun tak di izinkan tuk memakai mesin. Ia di minta tuk memakai tangan, dengan alasan pakaiannya tak bisa menggunakan mesin cuci.
Hidup di dalam kesunyian, hidup dalam keterbatasan. Dan semua yang di lakukan Emily semua harus tersusun rapi dan benar-benar terlihat lebih baik.
Jangankan untuk berias mempercantik diri, Emily selalu memegang suatu pekerjaan rumah yang tak ada hentinya.
Emily mengingat bagaimana dirinya yang selalu melakukan yang terbaik akan tetapi kenyataannya dirinya selalu di rendahkan bahkan di bandingkan dengan orang lain. Tak hanya suami akan tetapi anaknya pun melakukan hal yang sama.