NovelToon NovelToon
Bisikan Hati

Bisikan Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Matabatin / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: DessertChocoRi

Terkadang orang tidak paham dengan perbedaan anugerah dan kutukan. Sebuah kutukan yang nyatanya anugerah itu membuat seorang Mauryn menjalani masa kecil yang kelam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DessertChocoRi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab- 30 Pertarungan di Dalam Gua

Cahaya biru dari kristal di tengah genangan terus berdenyut, semakin terang seiring dengan meningkatnya ketegangan di dalam gua. Seolah benda itu merespons emosi yang memuncak di antara mereka semua.

Mauryn merapatkan langkahnya ke belakang Revan, sementara Ardan berdiri sedikit miring di samping, berusaha tampak siap meski wajahnya pucat. Dua sosok bermantel gelap berdiri tegak di hadapan mereka, pedang di tangan salah satunya memantulkan cahaya yang menusuk mata.

Suara air menetes seolah terhenti.

Lalu, tanpa aba-aba, salah satu dari sosok itu melangkah cepat ke depan. Pedangnya diangkat, membelah udara dengan kecepatan yang tak terduga.

“Revan!” seru Mauryn, panik.

Revan sudah mengantisipasi. Ia menahan tebasan pertama dengan pisaunya, suara logam beradu menggema keras di seluruh gua. Percikan cahaya biru memantul dari bilah mereka.

“Pergi ke belakang!” teriak Revan, mendorong Mauryn ke sisi kanan.

Mauryn mundur beberapa langkah, tapi matanya tidak bisa berpaling. Ia tahu ini bukan hanya pertarungan biasa. Liontin itu diincar, dan ayahnya… semua jejak tentangnya ada di sini.

“Sial. Aku benci ini. Kenapa selalu aku yang tidak punya senjata keren?” Ardan menggertakkan giginya.

Sosok kedua yang sejak tadi diam, menghunus pisau lebih kecil lalu bergerak ke arah Ardan.

“Ardan, awas!” Mauryn berteriak.

Ardan meloncat ke samping, tubuhnya hampir terjatuh ke genangan.

“Astaga! Jangan ke arahku! Aku tidak bisa duel gaya pahlawan seperti Revan!”

Sosok itu tidak peduli. Pisau bergerak cepat, mencoba menggores leher Ardan.

“Hei! Aku bilang jangan…!” Ardan menjerit sambil menunduk.

Mauryn merasakan kepanikan Ardan begitu jelas. Hatinya berdesir, dan ia tiba-tiba bisa mendengar suara batin musuh yang mengejarnya.

“Habisi dia cepat. Dia bukan target utama. Jangan buang waktu.”

Mata Mauryn melebar. Dia tidak benar-benar ingin membunuh Ardan… hanya ingin menyingkirkannya.

“Ardan, jangan lawan langsung! Dia cuma mau mengalihkanmu!” Mauryn berteriak spontan

Ardan sempat bengong, tapi kemudian meloncat ke arah batu besar di sampingnya, menghalangi jalan lawannya.

“Oke, aku bisa jadi pengalih, tapi jangan harap aku akan keren seperti Revan!”

Sementara itu, Revan terus bertarung sengit dengan pria pertama. Setiap tebasan pedang ditangkis dengan pisau pendeknya, meski jelas kekuatan lawan jauh lebih besar.

Pedang menghantam batu, membuat percikan api kecil. Gema logamnya membuat dada Mauryn bergetar.

Revan mendesis, menahan sakit di bahunya. “Mauryn, jauhi mereka!”

Tapi Mauryn justru maju setapak, suaranya bergetar.

“Revan, aku bisa membantu! Aku bisa mendengar pikiran mereka!”

“Apa?!” Revan menoleh singkat, matanya terbelalak.

Saat itu, Mauryn menangkap lagi bisikan batin lawan.

“Tusuk perutnya saat dia lengah. Itu titik lemahnya. Jangan biarkan gadis itu mendekat.”

“Mereka mengincar perutmu!” seru Mauryn.

Refleks, Revan memiringkan tubuhnya saat pedang lawan menusuk cepat. Bilah pedang itu hanya menggores pinggir pakaiannya, nyaris mengenai kulit.

Revan melompat mundur, menatap Mauryn dengan sorot mata yang bercampur antara kaget dan kagum.

“Kamu benar-benar… bisa mendengar mereka?”

Mauryn mengangguk cepat, napasnya memburu.

“Iya! Aku bisa tahu apa yang mereka rencanakan!”

Ardan berteriak dari kejauhan, terengah-engah karena terus dikejar.

“Bagus sekali! Kalau begitu, cepat bilang kalau dia akan berhenti mengejarku juga! Aku kehabisan ide lari!”

Mauryn memejamkan mata sejenak, mencoba menangkap suara batin lawan Ardan.

“Jangan buang waktu. Habisi dia dengan lemparan saja.”

Mauryn membuka mata dan berteriak

“Ardan! Dia akan melempar pisaunya! Menunduk sekarang!”

Ardan refleks menunduk, dan benar saja pisau kecil meluncur melewati kepalanya, menancap keras ke dinding batu.

Ardan terengah, lalu menoleh ke Mauryn.

“Aku resmi jadi penggemar kekuatanmu! Teruskan itu!”

Revan menggunakan momen itu untuk menyerang balik. Dengan cepat ia menghantam pergelangan tangan musuhnya, membuat pedang hampir terlepas. Tapi lawan itu kuat, ia menahan dan kembali menekan.

“Kenapa kalian mengincar liontin ini?” Revan bertanya di sela pertarungan.

“Karena hanya darahnya yang bisa membuka segel. Dan gadis itu adalah kunci. Dia warisan terakhir.” Pria itu tertawa rendah.

“Segel? Segel apa maksudmu?!” Mauryn terkejut.

Pria itu meliriknya, matanya dingin.

“Kamu akan tahu setelah darahmu menetes di altar. Sama seperti ayahmu yang gagal menepati perjanjian.”

“Ayahku… gagal? Tidak… ayahku bukan pengkhianat!” Hati Mauryn berdegup kencang.

Revan menggertakkan giginya, semakin marah. Dengan dorongan kuat, ia berhasil menepis pedang lawannya ke samping lalu menghantamkan pisaunya ke bahu pria itu. Darah segar menyembur.

Pria itu menggeram, tapi masih berdiri kokoh. “Kalian tidak akan keluar dari sini hidup-hidup.”

Mauryn maju satu langkah lagi, suara hatinya bergetar hebat. Ia mendengar dengan jelas isi hati kedua musuh sekaligus:

“Kalau aku gagal, saudaraku akan melanjutkan. Gadis itu tidak boleh lepas.”

“Liontin itu harus diambil, sekarang atau tidak sama sekali.”

“Mereka akan bekerja sama! Revan, hati-hati di sisi kananmu!” Mauryn berteriak

Revan memutar tubuh tepat waktu, menangkis serangan gabungan keduanya yang tiba-tiba. Pisau dan pedang menghantam pisaunya sekaligus, membuat tangannya nyaris terpental.

Ardan yang melihat itu spontan berlari ke arah mereka. “Aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan, tapi aku tidak akan diam saja!”

Ia meraih batu besar di lantai gua dan melemparkannya ke arah musuh yang mengejarnya tadi. Batu itu mengenai bahu lawan, cukup membuatnya oleng.

“HAH! Ternyata aku bisa juga!” Ardan bersorak singkat, meski wajahnya tetap pucat.

Revan memanfaatkan celah itu untuk menghantam dada lawan pertamanya dengan lutut, membuat pria itu terhempas ke belakang.

Gua bergetar pelan, seolah terpengaruh pertarungan mereka. Cahaya kristal makin berdenyut cepat, terang sekali hingga hampir menyilaukan.

Mauryn menatapnya, lalu tiba-tiba teringat perkataan ayahnya dalam surat

“Liontin itu akan mengenalimu saat kamu berani. Saat kamu berdiri, bukan hanya untuk dirimu, tapi untuk mereka yang kamu lindungi.”

Nafasnya tercekat. Ia tahu saatnya sudah tiba.

Mauryn berlari ke arah genangan, mengabaikan teriakan Revan.

“Mauryn! Jangan…!”

Ia mengulurkan tangannya ke cahaya biru itu. Saat jarinya menyentuh permukaan, sebuah kilatan terang meledak, membuat seluruh gua berguncang.

Musuh mereka menjerit, mundur karena silau. Ardan menutup matanya, berteriak panik.

“Apa-apaan ini?! Aku buta sementara!”

Revan melindungi wajahnya dengan lengannya, tapi matanya tetap mencari Mauryn.

Dan di tengah cahaya itu, Mauryn berdiri dengan liontin bercahaya biru di genggamannya. Rambutnya berkibar karena energi yang berputar di sekelilingnya.

Suara hatinya bergema kuat, menyatu dengan suara liontin. Ia tidak lagi hanya mendengar bisikan orang lain ia mendengar gema kekuatan yang lebih besar, sesuatu yang jauh lebih tua dari dirinya.

“Revan… Ardan… aku sudah siap.”

Bersambung…

Terimakasih supportnya semua

Jangan lupa Like, komen dan Vote yang banyak yah…

1
Estella🍂
aku mampir Thor semangat nulisnya💪
Syalala💋 ig: @DessertChocoRi: Terimakasih udah mampir kak 😊
total 1 replies
Anonymous
Semangat thor
Syalala💋 ig: @DessertChocoRi: Hai hai.. terimakasih sudah mampir, tunggu update selanjutnya ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!