Bagaimana caranya Hanum si preman pasar yang bar- bar seketika menjadi anggun saat dia harus menikah dengan anak majikannya.
"Ada uang Abang kucinta. Gak ada uang Abang kusita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menampik
Ningsih yang mendengar suara gaduh dari kamar Arya segera datang dan melihat beberapa pelayan sedang berdiri di depan kamar Arya.
"Kenapa?"
"Tuan Arya, marah lagi, Nyonya," ucap salah satu dari mereka.
"Mana si Hanum gak ada kan?" bisik salah satu dari mereka.
"Iya, bisa- bisa kita kena lagi ini."
Ningsih meremas ujung rok span yang dia kenakan, tiba-tiba dia teringat ucapan Hanum tempo hari.
"Kapan terakhir kali Nyonya peluk Tuan muda?"
Langkah kakinya yang berbalut hak tinggi melangkah ke arah kamar Arya, lalu tangannya terangkat untuk menekan gagang pintu.
Matanya memejam saat tangannya terus mendorong pintu hingga terbuka dan nampaklah kamar Arya yang dalam kondisi kacau.
"Pergi!" desis Arya penuh penekanan.
Ningsih menatap Arya yang memunggunginya "Arya," panggilnya. Dari bahunya saja Ningsih bisa melihat Arya begitu tegang dengan deru nafas memburu cepat.
"Nak, kamu gak papa?" Ningsih berjalan mendekat, sementara Arya memejamkan matanya.
"Jangan kesini!" peringat Arya dengan dingin.
Ningsih menghentikan langkahnya. Tubuhnya terasa lemas dan bergetar, namun dia berusaha tetap berdiri tegap dan melangkah mendekat.
"Mama tahu, Mama salah. Harusnya ... Mama gak terlalu mengabaikan kamu ... sampai kamu merasa sendiri." Ningsih berkata lirih dan bergetar, lain dengan cara bicaranya yang selalu tenang dan anggun, kali ini Ningsih sedikit goyah.
"Maafin, Mama, Arya."
"Aku gak mau bicara sama Mama," tegas Arya.
"Arya—"
"Pergi!" Arya berteriak membuat Ningsih yang hanya beberapa langkah lagi darinya tersentak.
Ningsih meneteskan air matanya. "Mama harap kamu mengerti kenapa Mama seperti ini Arya. Mama bukan bermaksud membuat kamu tertekan, tapi—" lagi Ningsih menghentikan ucapannya saat Arya menaikan tangannya sejajar dengan bahu tanpa menoleh. "Mama gak salah, kenapa minta maaf."
"Kalau saja Mama lebih mengerti kamu—"
Prang!!!
Ningsih membeku saat sebuah guci terlempar ke lantai tepat di sebelahnya.
"Gimana caranya biar kamu maafin Mama, Arya?"
"Jangan pernah ungkit itu lagi!"
"Lalu kenapa kamu gak melupakannya? Arya, hidup harus tetap berjalan, lupakan semuanya, Nak. Mama mohon."
Siapa yang tak ingin. Arya ingin lupa tapi bagaimana bayangan itu tetap muncul dan menghantui seolah tak rela untuk pergi.
Cinta?
Omong kosong. Dulu dia tak mengerti mengapa seseorang melakukan kejahatan bahkan demi cinta, tapi kini saat Arya tumbuh dewasa, dia rasa cinta hanya sesuatu yang busuk.
Arya meremas dadanya saat merasa keyakinan itu semakin menyakitinya. Saat memejam dia justru mengingat gadis berseragam pelayan rumahnya. Hanum.
Apa ini? Apa ini seperti yang di katakan wanita gila itu dulu?
"Jatuh cinta akan membuatmu berdebar dan terus mengingatnya. Membayangkannya dan mendambakannya ... ya itu cinta."
Jadi maksudnya dia mencintai Hanum?
Arya membuka matanya kembali saat debaran jantungnya semakin menyakiti. Tidak! Dia tidak akan pernah mencintai jika itu akan semakin membuatnya gila.
Di belakangnya Ningsih terus menangis. Dan itu menjadi bukti bagi Arya jika mencintai bukan hal bagus justru membuat menderita.
Lihatlah Ibunya juga berakhir sendiri, dan terikat, karena terlalu mencintai seorang Abimanyu.
Arya memilih memasuki kamar mandi dan menutup pintu keras.
....
Hanum mendorong kursi roda Bapaknya saat keluar dari gerbang kedatangan, di belakangnya dokter dan perawat mengikuti langkah Hanum sebelum mereka pergi ke arah ruang tunggu dan duduk di kursi berbeda.
"Bapak gak nyangka bisa sampe ke luar Negeri." Suryono melihat sekitarnya.
Hanum terkekeh. "Jangankan Bapak, Hanum juga, Pak."
"Sayang kita kesini bukan buat liburan kayak orang-orang."
Hanum tersenyum. "Nanti kalau Bapak sembuh kita datang lagi buat liburan sekalian bawa Johan sama Reva." Hanum berjongkok di depan Bapaknya dan menaikan selimut di kakinya.
"Ke luar Negeri mahal, Num. Ke dupan aja kagak pernah."
Hanum mencebik. "Nanti Hanum jadi orang kaya dulu, pak."
Soryono terkekeh. "Padahal Bapak gak papa, Num. Bapak jadi ngerepotin Bu Ningsih."
Hanum semakin tersenyum. "Aku calon mantu kesayangannya loh, Pak. Bapak jangan khawatir. Nanti Hanum juga bakalan jadi mantu yang baik buat Nyonya Ningsih."
Suryono menunduk. "Mengenai anaknya Bu Ningsih?"
"Bang Arya sibuk Pak. Jadi gak bisa ikut. Tapi nanti Hanum janji begitu Bapak sembuh dan pulang kita bakalan ketemu."
Suryono mengangguk, dan mengusap pucuk kepala Hanum membuat Hanum semakin tersenyum.
Keduanya tak menyadari tak jauh dari mereka Andra tersenyum melihat interaksi keduanya. Pria itu berjalan mendekat untuk menghampiri.
"Hanum?" Hanum mendongak dan bangkit saat mendengar suara panggilan untuknya.
"Oh, hai."
Suryono sendiri menatap Andra dengan bingung. "Ini siapa, Num?"
Hanum menoleh kembali pada Suryono. "Ini sepupunya Bang Arya, Pak."
Andra tersenyum. "Hallo, Pak. Saya Andra. Kebetulan kita satu pesawat."
Suryono mengangguk dan menyambut uluran tangan Andra. "Saya Suryono Bapaknya Hanum."
"Saya tahu, Hanum udah cerita tadi."
Andra kembali menatap Hanum. "Kalian mau kemana, biar aku antar, supirku sebentar lagi datang." Namun saat ini dokter dan perawat yang menemani Bapaknya menghampiri dan entah kenapa Hanum justru merasa lega.
"Mobilnya udah datang," ucap dokter yang langsung di angguki Hanum.
"Gak usak, kita mau langsung ke rumah sakit. Dokter udah siapin semuanya," ucap Hanum.
Andra mengangguk, "Oke."
"Kalau gitu kami duluan." Andra kembali mengangguk.
"Sampai jumpa Pak Suryono," ucap Andra dan Suryono mengangguk.
Hanum kembali mendorong kursi roda Suryono menuju sebuah mobil yang sudah di persiapkan untuk membawa mereka ke rumah sakit dimana Suryono akan melakukan operasi.
Begitu tiba Suryono langsung mejalani pemeriksaan lebih lanjut untuk memeriksa keadaannya lebih seksama sebelum melakukan operasi.
Hanum mendengarkan suster yang memberi penjelasan dari dokter yang akan melakukan operasi pada Suryono. Tentu saja dia tidak mengerti apa yang dokter itu katakan, jadi membutuhkan seseorang untuk menerjemahkan. Beruntung bukan hanya menjaga Suryono perawat itu juga ternyata sudah menerima perintah dari Lukman untuk membantunya yang pasti akan kebingungan jika di biarkan sendiri.
Di depan sana dokter mereka tengah berdiskusi dengan dokter dari rumah sakit tersebut untuk melakukan tindakan selanjutnya.
"Kita bisa lakukan secepatnya, mengingat konsidi Pak Suryono sudah sangat parah," ucap dokter setelah mereka melakukan diskusi.
"Saya ikut apa kata Dokter. Yang saya minta tolong sembuhkan Bapak saya."
"Kami akan melakukan yang terbaik." Dokter menepuk pundak Hanum. "Kamu bisa bantu doa."
Tentu saja Hanum akan melakukan itu.
Hanum melihat Bapaknya yang sedang beristirahat di ranjang perawatan sebelum selanjutnya dokter melakukan operasi.
....
Esok harinya operasi benar-benar akan di lakukan. Dan Hanum menunggu dengan harap- harap cemas.
Setelah mengantar Bapaknya ke ruang operasi, Hanum menunggu di kursi tunggu. Hanum terus berdoa semoga semua berjalan lancar, dan Bapaknya keluar dengan selamat.
...
Arya menghela nafasnya saat baru saja mengenakan jasnya. Menatap ke arah cermin dimana dirinya berdiri gagah dengan stelah jas rapi melekat di tubuhnya.
Seharian kemarin Arya terus berusaha menepis perasaannya dengan melakukan pekerjaan hingga malam. Dia masih menyangkal jika dia merasakan perasaan yang tak biasa pada Hanum.
Tapi saat ini dia justru terus gelisah dan melihat pada ponselnya sebab pesan terakhirnya tak juga mendapat balasan dari Hanum.
Untuk apa memikirkannya. Arya memejamkannya otaknya kembali menolak jika dia mulai peduli pada Hanum.
Mengancing jasnya Arya segera keluar dari kamar dan bergegas pergi.
Ningsih baru saja tiba di lantai satu dan menoleh saat mendengar ketukan sepatu beradu dengan lantai dan melihat Arya yang menuri tangga di belakangnya.
Baru saja akan bertanya, Arya melewatinya begitu saja dan segera keluar.
Ningsih menghela nafasnya, sejak kemarin Arya memilih menghindarinya dan tak bicara bahkan melewatkan makan malam dan sarapan di rumah.
Ningsih menoleh pada Lukman yang selalu berada di belakangnya lalu berucap, "Gimana operasi Bapak Hanum?"
"Saya baru dapat kabar kalau operasinya berjalan lancar, Nyonya." Ningsih mengangguk.
"Setelah mereka pulang segera persiapkan pernikahan Arya dan Hanum."
si diam2 menghanyutkan...😏
dimana coba, dapat cewek cantik, somplak, trus jago berantem kayak hanum?
arya sih dapat jackpot namanya.. 😄😄
Kalah duluan sama Hanum yang bertindak
lanjut thor 👍👍👍👍