Kisah seorang gadis bernama Kanaya, yang baru mengetahui jika dirinya bukanlah anak kandung di keluarga nya saat umurnya yang ke- 13 tahun, kehadiran Aria-- sang anak kandung telah memporak-porandakan segalanya yang ia anggap rumah. Bisakah ia mendapatkan kebahagiaannya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BUK- 31 : Boneka beruang
Areksa mengusap rambut Kanaya dengan lembut, senyum tulus terpencar di wajahnya. "Orang-orang di toko baju itu akan datang paling telat besok, jadi sekarang ayo kita pulang. "
"Abang beneran ngebiarin orang- orang itu datang kerumah dengan bawa banyak baju? gimana nanti respon orang rumah?"
"Memangnya kenapa? kan abang yang emang pengen ngemanjain kamu, Naya. Kamu berhak mendapatkan ini semua. "
Entah kenapa hati Kanaya menghangat mendengar perkataan lelaki itu. Tapi, Kanaya tak ingin terlalu terlena. Akhirnya Kanaya hanya ber- oh ria saja dan mereka kembali ke mobil.
Di dalam mobil, Areksa menoleh ke arah Kanaya. "Kamu mau jajan apa? atau mau beli apa lagi? kita bisa mampir dulu. "
Kanaya menggeleng pelan. "Enggak bang, udah cukup. "
"Serius? kita bisa mampir ke toko buku atau toko musik, kamu suka, kan? "
Kanaya menggeleng lagi. "Enggak abang. Enggak usah, ini udah lebih dari cukup buat aku. Makasih. "
Areksa menatap nya, ada sedikit kekecewaan di matanya, tapi ia tidak memaksa. Ia tahu Kanaya masih ragu. Sikap manisnya hari ini, baginya adalah hal yang wajar. Tapi untuk Kanaya, ini adalah hal yang baru, hal yang menakutkan. Ia takut jika ia mulai bergantung pada Areksa, sikapnya akan berubah lagi. Ia tahu, Aria selalu punya trik cara agar semua orang membencinya. Kanaya tidak mau jatuh ke dalam lubang yang sama lagi.
Ia memilih untuk menjaga jarak, tidak ingin terlalu dekat. Takut. takut jika semua ini hanyalah mimpi, dan dia akan terbangun dengan kenyataan yang sama.
Lalu mereka berdua sudah berada di rumah. Kanaya keluar lebih dulu setelah Areksa memikirkan mobil di garasi.
"Kak aku masuk duluan ya. "
Areksa menipiskan bibirnya lalu mengangguk. Sedikit kecewa karena panggilan akrab itu tak di gunakan lagi setelah mereka kembali ke rumah.
Kanaya masih berjalan santai ketika tiba-tiba di depan pintu sudah berdiri Rayyan yang bersandar dengan kedua tangan terlipat dada. Ada sorot mata dingin yang tidak bersahabat di wajahnya.
Kanaya sontak menghentikan langkah, wajah pria itu terlihat lebih sinis dari biasanya.
"Tumben banget lo pulang jam segini? " kata Rayyan dengan nada mengejek.
Kanaya masih diam, tak ingin meladeni laki-laki itu ia memilih untuk langsung masuk ke dalam.
Namun Rayyan tak puas, ia kembali bersuara. "Enak banget ya, di pikir rumah ini panti asuhannya apa yang gak ada aturan. Minimal kalau tau numpang sadar diri. "
Deg!
Kanaya menghentikan langkahnya, menoleh. "Apa maksud perkataan mu? " kali ini tak ada lagi rasa hormat nya yang tersisa untuk laki-laki itu
Rayyan mencebik. "bener kan apa yang gue bilang? selama di panti, pergaulan lo pasti bebas tapi bukan berarti lo bisa bawa ke rumah ini! "
" Lo sama sekali gak tau apa-apa tentang hidup gue, kak! "
"Loh bener kan? Pulang jam segini sudah hampir magrib, mau jadi wanita malam lo? "
Cengkraman Kanaya di tasnya menguat. Ia sudah lelah di remehkan, ia kira peristiwa yang lalu waktu itu sudah membuka mata hati mereka untuk setidaknya tidak lagi menghina nya. Tapi ternyata dia salah, kebencian ini memang sudah mengakar sejak dulu.
Kanaya hendak membuka mulut nya untuk membela diri namun sebelum ia sempat melakukan itu, sebuah suara berat menginterupsi.
"Dia pergi dengan ku, " ucap Areksa, suaranya terdengar dingin dan penuh otoritas. Ia sudah berdiri di belakang Kanaya.
Rayyan menoleh, wajahnya terkejut melihat Areksa. Namun dengan cepat ia kembali memasang wajah datar, mendengus. "Oh, jadi sama Kakak? Pantas saja. Tapi lain kali jangan biarkan dia pulang telat, dia itu 'kan cuma anak titipan'. Nanti Mama sama Papa bisa marah."
Areksa menatap Rayyan tajam, matanya menyiratkan peringatan. Rayyan yang mengerti tatapan itu akhirnya mengalah. Ia mendengus kesal dan pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Kanaya menghela napas lega. Ia menoleh pada Areksa. "Terima kasih, Kak."
Areksa hanya mengangguk, lalu menepuk pundak Kanaya pelan. "Ya sudah, masuk gih ke kamar mu. "
Kanaya mengangguk dan bergegas masuk ke dalam rumah, lalu langsung menuju kamarnya. Ia tidak menyadari Areksa masih berdiri di sana, menatap punggungnya dengan tatapan khawatir.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sesampainya di kamar, Kanaya menutup pintu dan menguncinya. Ia meletakkan tasnya di lantai dan berjalan ke arah kasur. Ia hendak menjatuhkan dirinya di sana, namun langkahnya terhenti. Matanya membulat sempurna.
Di atas bantalnya tergeletak sebuah boneka beruang. Boneka yang sangat ia kenal, boneka pemberian Areksa yang ia kira sudah hilang.
Tidak hanya itu, ia melihat beberapa barang berharga lainnya, yang ia kira sudah tidak ada lagi. Sebuah kotak musik yang sudah usang, sebuah bingkai foto yang berisi foto masa kecilnya bersama Areksa, dan sebuah gelang dengan liontin berbentuk hati. Semua barang itu adalah kenangan yang ia miliki, yang dulu ia bawa ke panti asuhan, namun entah bagaimana di ambil oleh anak-anak di sana.
Kanaya memeluk boneka itu, air matanya tumpah. Ia tidak bisa menahan perasaannya lagi. Terlalu banyak hal yang terjadi hari ini, sikap baik Areksa, perlakuan Rayyan, dan sekarang semua barang- barangnya kembali.
"Terimakasih, abang, " bisik Kanaya di sela tangisnya. "Terimakasih banyak. "
Tanpa ia sadari, pintu kamar nya tidak terkunci sepenuhnya. Areksa yang hendak memastikan adiknya baik- baik saja, melihat dari celah pintu. Ia melihat Kanaya memeluk boneka itu, menangis dan mengucapkan terimakasih.
Hati Areksa mencelos. Ia tidak pernah menyangka Kanaya akan sesenang itu. Ia merasa terenyuh, rasa bersalah nya semakin dalam.Dalam hati ia berjanji akan selalu memberikan Kanaya kebahagiaan lebih dari ini, memperbaiki hubungan mereka dan tak akan membiarkan Kanaya merasa kesepian lagi.
Baru saja hendak berbalik untuk tidak lagi menganggu sang adik, Areksa di kejutkan dengan ponselnya yang tiba-tiba berdering.
Pria itu kemudian mengangkat panggilan yang tertera dari orangnya, dan suara yang pertama kali terdengar adalah kegaduhan dan suara rintihan seorang wanita.
"Bos, wanita ini sama sekali belum mau membayar hutangnya! "
Suara lelaki di sebrang telepon.
"Kalian kan rentenir, lakukan apa yang menjadi pekerjaan kalian, agar dia mau mengeluarkan uang. "
"Toh uang yang selama ini ia pakai, adalah biaya yang seharusnya di gunakan untuk adikku. "
Tiba- tiba suara berganti, ada yang menyerobot ponsel orangnya itu.
"Tuan! tuan Areksa, tolong jangan lakukan ini! rumah saya sudah hancur seperti kapal pecah! mereka menggeledah barang- barang berharga saya, sekarang saya sudah tidak punya apa-apa lagi tuan! "
Itu ada suara pengurus panti, bu Ratna.
Namun dengan mata tajam Areksa berucap. "Tidak. ini belum cukup, kau harus membayar lebih dari apa yang telah kau lakukan pada adikku. Aku mempercayakan Kanaya di panti mu tapi kau tidak hanya menggelapkan uang biaya untuk nya, tapi juga menyiksa dan merundungnya! apa yang terjadi padamu saat ini adalah bayaran untuk penderitaan adikku! "
Suara rintihan kembali terdengar, di susul dengan suara gedebuk kencang.
"Tuan saya akan meminta maaf pada Kanaya tuan, tapi tolong hentikan semua orang-orang ini! "
Argghhh!
Ponsel kembali di rebut.
"Sekarang bagaimana bos?"
"Buat dia untuk mendatangani surat hak kuasa bangunan panti atau ganti uang yang selama ini ku berikan sebagai biaya kebutuhan Kanaya di panti itu jika tidak bilang... ancamannya adalah meja hijau! "
"Baik,bos! "
Setelah menutup telepon. Barulah areksa merasa puas sekarang orang-orang yang seharusnya menerimanya ganjarannya sudah mendapatkan nya.
****
sory Thor aku terlalu mendalami karakternya sebagai kanaya
penasaran rahasia besar ayah ny.. wkwk
semoga kebahagiaan menyertai mu nay