Setelah hubungannya tidak mendapat kejelasan dari sang kekasih. Kapten Prayoda, memutuskan untuk menyerah. Ia berlalu dengan kecewa. Empat tahun menunggu, hanyalah kekosongan yang ia dapatkan.
Lantas, ke dermaga mana akan ia labuhkan cinta yang selama ini sudah berusaha ia simpan dengan setia untuk sang kekasih yang lebih memilih karir.
Dalam pikiran yang kalut, Kapten Yoda tidak sengaja menciprat genangan air di bahu jalan pada seorang gadis yang sedang memarkirkan motornya di sana.
"Sialan," umpatnya. Ketika menoleh, gadis itu mendapati seorang pria dewasa tampan dan gagah bertubuh atletis memakai baret hijau, berdiri resah dan bersalah. Gadis itu melotot tidak senang.
Pertemuan tidak sengaja itu membuat hari-hari Kapten Prayoda tidak biasa, sebab bayang-bayang gadis itu selalu muncul di kepalanya.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Ikuti juga ya FB Lina Zascia Amandia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Tidak Akan Menunggu Lagi
Malam terasa lebih dingin di langit kota Cakrabuana. Jalanan yang tadi ramai kini mulai sepi, hanya deru kendaraan sesekali memecah kesunyian. Kapten Prayoda memacu mobilnya dengan kecepatan sedang, namun pikirannya jauh lebih cepat berlari.
Wajah Amira yang tersenyum malu bersama polisi itu, terus terbayang di kepalanya. Kemudian ucapan Iqbal yang mengakuinya sebagai pacar Amira, seperti hantaman keras yang menyesakkan dada.
"Pacar? Jadi benar? Amira sudah memilih dia, bukan aku?" gumamnya resah. Yoda seperti sudah ditikung oleh pria polisi itu. Dan dia merasa sudah terlambat.
Yoda menggenggam erat setir, rahangnya mengeras. Sesekali ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri, tapi gagal. Ada bara yang terus menyala dalam hatinya.
Sesampainya di rumah kedua orang tuanya, Yoda mengucap salam lalu langsung masuk tanpa banyak bicara. Sang papa, Pak Harimurti, sedang duduk santai di ruang tamu sambil membaca koran malam. Ketika melihat putranya pulang dengan wajah kusut, keningnya mengernyit.
“Yoda?” panggilnya. “Kenapa wajahmu kusam begitu? Ada masalah di kesatuan?”
Yoda meletakkan topinya di meja, lalu duduk di hadapan sang papa. Suaranya berat, namun tegas.
"Pa, aku minta tolong satu hal. Tolong jodohkan aku dengan Amira." Yoda berkata dengan wajah yang serius sekaligus takut.
Pak Harimurti terbelalak, korannya jatuh ke pangkuan. “Amira? Keponakan abang leting papa itu? Kamu serius?"
Yoda menunduk sejenak, lalu mengangguk mantap. "Iya, Pa. Aku serius, aku suka sama gadis itu."
Pak Harimurti terdiam matanya menatap tajam ke arah Yoda. Beliau mengenal betul sifat anak sulungnya itu. Tampak jelas wajahnya sangat serius.
"Tunggu sebentar, apa kalian sudah pernah kenal sebelum bertemu di rumah abang leting papa itu?" Pak Harimurti menyelidik.
"Iya, Pa. Kami sudah kenal lebih dulu sebelum bertemu di rumah Om Dallas. Sejak pertemuan itu, aku sudah naksir dengan gadis itu. Dia sederhana cuek dan apa adanya." Yoda menuturkan.
Sejenak Pak Harimurti menatap Yoda untuk mendapatkan keyakinan. "Tapi, bagaimana dengan Serelia, apakah kamu sudah membuat keputusan?" tanya Pak Harimurti ragu.
"Papa tahu sendiri Serelia meminta aku untuk menunda. Aku sudah bersabar menunggunya empat tahun, tapi apa buktinya? Setelah empat tahun, dan aku datang untuk menagih janji itu, dia kembali menunda. Kurang sabar apa aku, sudah lama menunggu, tapi masih menunda juga."
"Ok. Tapi, bagaimana kalau Amira juga masih meminta menunggu? Kamu tahu sendiri Amira masih muda dan cita-citanya tentu saja tinggi. Kamu sanggup menunggu dia? Kalau Amira masih meminta menunggu, apa bedanya dengan Serelia?" Pak Harimurti menatap Yoda tidak yakin.
"Tidak mengapa, Pah. Aku sudah tidak ada perasaan lagi dengan Serelia, sejak dia menunda ajakanku, setelah selesai studi. Aku hanya disuruh menunggu yang tidak pasti."
"Baiklah. Papa akan coba bicara dengan abang leting papa dan keluarganya. Mudah-mudahan mereka setuju."
"Tapi Yoda, menikah bukan sekadar melampiaskan rasa kesal karena terlalu lama menunggu. Kamu yakin perasaanmu ke Amira cukup kuat untuk hidup berumah tangga? Dia itu masih sangat muda?" lanjut Pak Harimurti ragu.
Yoda mendongak, tatapannya penuh keyakinan. "Aku yakin, Pa. Aku ingin Amira jadi istriku. Aku rasa, gadis muda dan ceria seperti Amira cocok denganku. Dia bisa melengkapi hari-hariku." Yoda bicara penuh keyakinan.
Pak Harimurti menghela napas panjang. Dalam hati, ia sedikit heran. Selama ini, banyak perempuan yang mendekati Yoda saat Serelia sibuk dengan studinya. Tapi, Yoda baru kali ini wajahnya tampak seolah tak bisa hidup tanpa gadis itu.
"Baiklah. Papa akan urus. Besok kita bicarakan lebih lanjut,” kata Pak Harimurti akhirnya.
Yoda hanya mengangguk, namun wajahnya tetap murung. Malam itu, meski badannya lelah, matanya tak bisa terpejam. Bayangan Amira dengan Iqbal kembali menghantui tidurnya.
Keesokan harinya, rutinitas di kesatuan Yonif XXX tetap berjalan. Suara derap langkah prajurit, instruksi komandan, hingga deru kendaraan militer mengisi udara pagi. Yoda mengenakan seragamnya dengan wajah dingin.
Namun, berbeda dengan biasanya, Dokter Serelia muncul dengan senyum manis di ruang kesehatan batalyon. Wanita dua tahun lebih muda dari Yoda itu memang dikenal cantik dan ramah, tapi sejak beberapa waktu terakhir ia semakin terang-terangan menunjukkan perhatiannya pada Yoda.
"Selamat pagi, Pak Kapten,” sapa Serelia formal sambil menyerahkan secangkir kopi hangat. “Saya tahu Bapak pasti lupa sarapan. Jadi, saya bawakan kopi dan roti isi.”
Yoda menoleh sekilas, wajahnya tetap datar. “Terima kasih, Dokter. Taruh saja di meja.”
Serelia sedikit mengernyit. “Kok dingin sekali? Biasanya Kapten masih bisa tersenyum, meski hanya sedikit." Dokter Serelia tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana.
Namun, Yoda tidak membalas. Ia lebih memilih menunduk pada berkas laporan pasukan yang sedang ia telaah.
Dokter Serelia tidak menyerah. Ia duduk di seberang meja, menopang dagu sambil memperhatikan wajah pria itu. “Kapten, sebenarnya ada apa? Aku lihat akhir-akhir ini wajah Kapten murung terus. Jangan bilang … ada perempuan yang bikin Kapten begini?" ujar Dokter Serelia.
Sejenak dokter cantik itu bayangannya langsung pada gadis cantik berhijab krem yang hadir bersama Yoda di sebuah kafe. Ia berusaha memancing Yoda dengan pertanyaannya barusan.
Yoda terhenti, lalu menutup berkasnya. Sorot matanya tajam, meski berusaha ditahan. “Itu urusan pribadi saya, Dokter. Jangan ikut campur.”
Dokter Serelia terdiam sesaat, lalu tersenyum miring. “Ah … jadi benar, ya? Ada perempuan lain. Siapa, Kapten? Jangan-jangan … gadis yang bernama Amira itu?”
Nama itu meluncur begitu saja dari bibir Serelia. Yoda seketika menegang, matanya menyipit. “Kamu tahu dari mana?”
Serelia terkekeh kecil. "Itu tidak penting aku tahu dari mana. Yang jelas Kapten tidak pernah bisa menyembunyikan sesuatu dari mata aku. Kalau Kapten bersikap cuek begini, artinya ada yang benar-benar mengganggu hati Kapten. Dan aku yakin … itu tentang gadis itu.”
Yoda berdiri, suaranya meninggi. “Cukup, Dokter. Jangan singgung dia lagi.”
"Kenapa, Kapten? Dia itu cuma mahasiswa biasa. Beda jauh dengan Kapten yang seorang perwira. Apa Kapten benar-benar jatuh hati sama dia? Padahal banyak wanita lain yang lebih cocok untuk Kapten. Bahkan aku ...."
"Sudah,” potong Yoda keras. “Saya tidak mau mendengar apa-apa lagi dari kamu, dokter. Kalaupun iya saya jatuh hati sama gadis muda itu, lalu kenapa? Saya sudah lelah menunggu yang tidak pasti."
Suasana ruangan mendadak hening. Serelia terdiam, matanya membulat. Kata-kata Yoda barusan bagai pukulan telak. Ia baru sadar, betapa seriusnya perasaan pria itu terhadap Amira. Meskipun Yoda tidak menyatakan pasti kalau dia memang menjalin kasih dengan perempuan muda itu.
"Lalu, bagaimana dengan perasaanku?" Dokter Serelia kembali bicara mempertanyakan perasaannya.
Yoda tersenyum sinis lalu berkata, "Kalau kamu bertanya tentang perasaanmu, bagaimana dengan perasaanku yang kamu permainkan. Aku rela menunggu empat tahun, setelah empat tahun rupanya kamu masih ingin menunda. Mulai sekarang, aku putuskan tidak akan menunggu lagi."
Kalimat Yoda barusan begitu tegas, menghantam ulu hati dokter Serelia. Perlahan, air mata dokter cantik itu luruh, ia kecewa dengan sikap Yoda.
Setelah mengatakan itu, Yoda melangkah keluar dengan wajah dingin. Langkahnya berat, tapi tekadnya semakin kuat.
Dalam hati ia berjanji, apa pun caranya, ia akan membuat Amira menjadi miliknya. Tidak peduli ada Iqbal, atau bahkan Serelia sekalipun.
Jangan lupa kalau yang masih punya vote, kasih votenya ya. Makasih.
sabar bang Yoda..cinta emang perlu perjuangan.
hmm..Amira ujianmu marai koe kwareken mangan.aku seng Moco Karo mbayangke melok warek pisan mir.🤭
kk othor akuh kasih kopi biar melek bab selanjutnya 😁.
iqbal gk cocok
rnak yg lebih tua iya kan ehhh mapan buka n tua ding🤣😁😁☺️