NovelToon NovelToon
Aplikasi Penghubung Dunia

Aplikasi Penghubung Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Mengubah Takdir / Anak Lelaki/Pria Miskin / Menjadi Pengusaha / Kultivasi Modern / Toko Interdimensi
Popularitas:7.1k
Nilai: 5
Nama Author: SuciptaYasha

Arzhel hanyalah pemuda miskin dari kampung yang harus berjuang dengan hidupnya di kota besar. Ia terus mengejar mimpinya yang sulit digapai.nyaris tak

Namun takdir berubah ketika sebuah E-Market Ilahi muncul di hadapannya. Sebuah pasar misterius yang menghubungkan dunia fana dengan ranah para dewa. Di sana, ia dapat menjual benda-benda remeh yang tak bernilai di mata orang lain—dan sebagai gantinya memperoleh Koin Ilahi. Dengan koin itu, ia bisa membeli barang-barang dewa, teknik langka, hingga artefak terlarang yang tak seorang pun bisa miliki.

Bermodalkan keberanian dan ketekunan, Arzhel perlahan mengubah hidupnya. Dari seorang pemuda miskin yang diremehkan, ia melangkah menuju jalan yang hanya bisa ditapaki oleh segelintir orang—jalan menuju kekuatan yang menyaingi para dewa itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

4 Syuting

“Ya ampun, Arz." Daniel menghampiri Arzhrl dengan nada keluh, “sungguh malang nasib kita. Kerja keras, badan babak belur, tapi tidak ada yang peduli. Penonton juga tidak akan ingat wajah kita.”

Arzhel melirik singkat. “Ya… begitulah nasib pemeran figuran. Kalau tidak punya bakat akting atau wajah yang tampan, kita hanya bisa jadi korban yang jatuh.”

Daniel menoleh cepat, menatapnya dengan kaget. “Lho, Kenapa kau terlihat sangat santai? Biasanya kau yang paling keras memaki sutradara dan para pemain utama."

Arzhel tersenyum tipis, ada sinis yang menempel di ujung bibirnya. “Bukan berarti aku sudah lupa. Punggungku masih sakit gara-gara jatuh berkali-kali di tangga kemarin, semua hanya karena si brengsek pemeran utama yang bercanda saat syuting.”

Daniel terkekeh kecil, mencoba mengangkat suasana. “Ya, ya, terserah lah. Kau boleh benci siapapun. Yang penting jangan Nona Laura.”

Arzhel menatapnya datar. “Laura lagi?”

Daniel menghela napas panjang, matanya menerawang seakan sedang memuja bintang di langit. “Dia itu bidadari! Cantik, berbakat, profesional. Kariernya sukses, fans-nya sangat banyak dan loyal. Pokoknya sempurna. Kalau dia ada di lokasi syuting, aura langsung beda.”

Arzhel hanya menggeleng pelan, lalu menyambar sarung tangannya. “Mimpi saja terus sampai kamu membusuk di kuburan.”

Ia melambaikan tangan sambil keluar dari ruang ganti.

Daniel hanya bisa terkekeh, tapi tatapannya tetap berbinar penuh kekaguman ketika menyebut nama Laura.

....

Beberapa menit kemudian, syuting dimulai 📽️:

Lampu-lampu sorot menyala terang, menyoroti ruangan besar yang dipenuhi properti gudang bobrok. Dindingnya dilapisi papan triplek usang, rak besi dipenuhi kardus-kardus kosong, dan di pojok ruangan terpasang sugar glass—kaca khusus film yang bisa pecah tanpa melukai aktor.

Asap tipis dari mesin fog membuat atmosfer semakin mencekam, kamera utama siap merekam dari dolly track yang membentang lurus ke depan.

“Rolling!” seru asisten sutradara, suaranya keras menembus keributan kru. “Camera, sound—speed! … ACTION!”

Pintu besi berkarat terhempas terbuka, Austin menerobos masuk dengan wajah tegas penuh amarah. Lampu sorot memantulkan kilau rambut pirangnya, wajah tampannya dipenuhi keringat buatan dari tim make-up.

Ia adalah karakter utama dalam film ini—sosok yang dikisahkan berbulan-bulan memburu sindikat kriminal yang kini menculik kekasihnya, Laura.

“Lepaskan dia!” Austin berteriak lantang. Suaranya bergema, direkam jelas oleh boom mic yang tergantung di atas.

Belasan figuran—termasuk Arzhel—bergegas keluar dari balik rak dan tiang besi. Mereka adalah kaki tangan penjahat utama yang sepanjang cerita belum menampakkan wajahnya. Mereka hanya perlu menghalangi Austin sebentar sebelum dikalahkan dengan gaya keren.

Austin bergerak cepat. Satu figuran menerjang, Austin menangkis, lalu menghantam perutnya dengan gut punch sebelum melemparnya ke arah kaca.

Crash!

Kaca pecah berantakan, serpihan sugar glass melayang di udara, kamera slow motion rig menangkap momen dramatis itu dari sudut samping. Kru bersorak kecil di balik monitor.

Sementara itu, kamera steadycam mengikuti Austin saat ia melompat ke meja kayu, menendang salah satu figuran hingga terjatuh, tubuhnya menghantam rak yang roboh dengan efek suara keras.

Tim properti bersorak kecil, puas karena semua berjalan sesuai rencana.

“Good! Keep rolling!” teriak Raymond, matanya berbinar melihat monitor.

Austin menoleh, wajahnya penuh intensitas. Ia menerjang ke depan, menarik salah satu penjahat, lalu membantingnya ke lantai dengan shoulder throw. Kamera crane turun perlahan, merekam sudut heroik wajah Austin saat berdiri di tengah reruntuhan gudang.

Skrip mengharuskannya terus maju, satu demi satu penjahat roboh dengan koreografi pertarungan yang sudah berbulan-bulan dilatih.

Terakhir adalah giliran Arzhel untuk berlari maju sesuai instruksi. Ia mengayunkan besi pipa palsu ke arah Austin yang menepisnya dengan gerakan indah, lalu meninju dadanya.

Bughh!

Arzhel jatuh keras ke lantai semen, rasa sakit kali ini nyata. Jeritannya keluar, lebih meyakinkan daripada akting siapapun di ruangan itu. Bukan karena dia berbakat dalam akting, tapi karena pukulan itu benar-benar nyata menghantam dadanya.

“Cut!” teriak Raymond akhirnya, ketika adegan berakhir sementara. “Bagus sekali! Austin, pukulan terakhir itu luar biasa! Natural, terasa hidup!”

Austin menyunggingkan senyum andalan, menunduk sopan, sementara kru bertepuk tangan.

Raymond melirik ke arah Arzhel yang masih duduk di lantai, terengah sambil memegangi dadanya. “Oh, ya, kau juga bagus.” Ucapannya datar, seakan hanya basa-basi.

Arzhel mengepalkan tangannya. 'Si brengsek itu benar-benar memukulku…' batinnya.

Daniel dengan cepat menghampirinya. “Kau baik-baik saja?” ia membantu menarik Arzhel berdiri.

Arzhel menggeleng, meski napasnya masih memburu. “Bajingan itu benar-benar memukulku.”

Daniel menatap Austin yang masih tertawa bersama kru, lalu kembali menatap kepada Arzhel yang masih menahan kesakitan. “Sepertinya dia sengaja. Apa kau punya masalah dengannya?"

Arzhel diam, hanya menatap Austin penuh dendam. “Tidak.” ucapnya dingin, meski jelas ada sesuatu yang dia sembunyikan.

Sementara itu Raymond kembali ke kursinya sambil tertawa puas. “Bagus, bagus! Nah, saatnya kita syuting penutup. Ini adalah adegan klimaks—penjahat yang sebenarnya akhirnya muncul, pertarungan sengit, dan semua penonton akan berteriak kagum!”

Kru sibuk lagi, lighting team menyesuaikan lampu, camera crew menyiapkan pergerakan baru. Laura sudah duduk di kursi, tangannya terikat rantai properti, wajahnya dirias agar tampak lelah dan ketakutan.

Namun tiba-tiba, seorang asisten sutradara berlari masuk dengan wajah panik. Ia membisikkan sesuatu ke telinga Raymond, tapi cukup keras terdengar.

“Pak, pemeran penjahat kita mengalami kecelakaan mobil. Dia dibawa ke rumah sakit, sepertinya dia tidak bisa mengisi adegan ini.”

Seisi gudang langsung terdiam. Kamera berhenti berputar. Kru saling berpandangan, bisik-bisik mulai terdengar. Laura mengangkat wajah, kaget.

“Apa?!” Raymond melotot. “Ini adegan penutup! Bagaimana bisa kejadiannya sekarang?!”

Asisten hanya menunduk. “Saya baru saja dapat kabar…”

Raymond mengumpat, menendang kursinya hingga terjatuh. “Sialan! Setahun kita syuting, dan klimaksnya hancur begini?!”

Semua mata menatap kebingungan. Film ini tidak bisa berhenti begitu saja, tapi tanpa penjahat utama, bagaimana mereka bisa menutup cerita?

Di antara keheningan itu, Arzhel merasakan sesuatu bergetar dalam dirinya. Seperti ada suara samar yang hanya bisa ia dengar.

“Kesempatan… ini panggungmu.”

Arzhel menarik napas panjang, lalu memberanikan diri maju. “Pak Sutradara.”

Raymond mengangkat kepala, alisnya terangkat tinggi. “Hah? Siapa kau?”

Arzhel sempat terdiam, tapi memberanikan diri untuk bicara. “Saya Arzhel. Seorang figuran. Saya ingin… menawarkan diri menggantikan peran penjahat utama.”

Suasana langsung hening. Beberapa kru melirik satu sama lain, ada yang tertawa kecil. Austin bahkan terkekeh sambil menyisir rambutnya.

Raymond memandangnya tajam, lalu menepuk meja. “Kau? Aku bahkan tidak tahu namamu! Penjahat utama, bocah! Ini adegan klimaks. Apa kau pikir aku bisa mempertaruhkan film yang kami syuting setahun penuh hanya dengan figuran kelas receh?”

1
Jujun Adnin
kopi dulu
Depressed: "Siapa bilang Iblis itu tak punya hati? Temukan kisahnya dalam Iblis Penyerap Darah."
total 1 replies
Redmi 12c
lanjuuttt
y@y@
🌟👍🏻👍🏾👍🏻🌟
El Akhdan
lanjut thor
Caveine: oke bang👍
total 1 replies
REY ASMODEUS
kerennn 2 jempol untuk othor🤭🤭🤭
REY ASMODEUS
siap nona bos kecil
Redmi 12c
kreeeenn
Redmi 12c
anjaaaiii dewa semproolll🤣🤣🤣🤣🤣🤣
REY ASMODEUS
Thor up banyak ya, ini karya dengan tata bahasa simple tapi masuk akal....
REY ASMODEUS
dewa kuliner dewa gila rasa /Smirk//Smirk//Smirk/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!