Seorang gadis remaja yang kini duduk di bangku menengah atas. Ia bernama Rona Rosalie putri bungsu dari Aris Ronaldy seorang presdir di sebuah perusahaan ternama. Rona memiliki seorang kakak lelaki yang kini sedang mengenyam pendidikan S1 nya di Singapore. Dia adalah anak piatu, ibunya bernama Rosalie telah meninggal saat melahirkan dirinya.
Rona terkenal karena kecantikan dan kepintarannya, namun ia juga gadis yang nakal. Karena kenakalan nya, sang ayah sering mendapatkan surat peringatan dari sekolah sang putri. Kenakalan Rona, dikarenakan ia sering merasa kesepian dan kurang figur seorang ibu, hanya ada neneknya yang selalu menemaninya.
Rona hanya memiliki tiga orang teman, dan satu sahabat lelaki somplak bernama Samudra, dan biasa di panggil Sam. Mereka berdua sering bertengkar, namun mudah untuk akur kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosseroo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak ingin lanjut, jadi dinikahkan saja
Di dalam kamar yang sunyi, Rona memukulkan kedua kakinya di atas ranjang. Perasaannya susah di tebak. Antara malu, bingung, senang, marah dan lainnya.
"Aarghh napa jadi kaya ODGJ gini sih, senyum-senyum sendiri, loncat-loncat sendiri. Sampai guling-guling di atas lantai. Perlu di Rukyah kayanya ini. Eh, "
Rona tidak bisa membayangkan, bagaimana jadinya jika tadi ia membiarkan Samudera, yang satu centi lagi hampir mengecup bibirnya. Tidaakkk, rasanya sudah mendidih otak Rona.
"Gue harus tidur, harusss! " wajah Rona terasa memanas jika mengingatnya. Akhirnya ia menutup wajahnya dengan selimut tebal yang mengukung sampai ke tubuhnya.
Sementara di tempat lain, Samudera justru tertawa sendiri dengan menahan malu.
"Haiish gimana bisa, gue hampir se-nekat itu sama Rona. Padahal selama ini gue bisa kuat, bisa tahan. Kenapa sekarang, lihat dia aja udah pengin... duhh! Udah ah, mending ku bawa mandi air dingin. Bahaya kalau kepikiran terus. "
****
Hari itu suasana di ruang keluarga, Rona duduk santai di sebuah sofa besar sambil memegang sebuah gelas berisi es coklat.
Di atas meja, nampak amplop berlogo universitas ternama terbuka lebar. Isinya adalah surat beasiswa penuh atas nama Rona Rosalie.
Namun, alih-alih senang, Rona justru terlihat datar. Tatapannya menerawang jauh ke luar jendela, ke arah taman yang mulai diterpa sinar sore.
“Dek, kamu sadar nggak, ini kesempatan besar,” ucap Raymond, kakaknya, sambil menatap serius. “Nggak semua orang bisa dapat beasiswa penuh kayak gini.”
Rona tersenyum tipis. “Aku tahu, Kak. Tapi… aku nggak mau melanjutkan dulu. Aku capek. Aku cuma pengen istirahat sejenak dari semua ini.”
Raymond menatap tak percaya. “Istirahat? Kamu bercanda?”
Rona menggeleng pelan. “Aku serius. Dan aku sudah punya keputusan lain.”
Alina mengusap lembut lengan suaminya, " Udah, biarkan saja dulu yank. Mungkin Rona memang butuh istirahat setelah berbagai masalah yang dialami sebelumnya. Dia mungkin lelah. Biarkan saja dulu, agar tenang. "
****
Beberapa hari kemudian, di sebuah caffe, Rona mengajak Lala untuk bertemu. Ia lalu menyerahkan amplop coklat itu kepada Lala.
“Lala, aku mau kamu yang ambil beasiswa ini.”
Lala terkejut dan menatapnya dengan mata membulat. “Apa? Rona, nggak mungkin. Itu kan hak kamu. Aku—aku nggak bisa.”
Rona tersenyum lembut. “Kamu bisa, dan kamu pantas. Kamu anak yang rajin, tekun, dan kamu punya semangat yang tinggi buat belajar. Aku cuma… nggak punya itu sekarang. Jadi biarkan aku kasih ini buat kamu.”
Lala menunduk, suaranya bergetar. “Tapi Rona, ini terlalu besar. Aku nggak mau dibilang ngambil kesempatan orang lain.”
Rona menepuknya. “Kamu bukan ngambil, aku yang ngasih. Anggap aja ini bagian dari impian kita berdua. Kalau kamu berhasil, aku juga ikut bahagia. Masalah nama, nanti aku yang urus buat di alihkan ke nama kamu atas rekomendasi ku. ”
Akhirnya Lala tak bisa menahan air matanya. Ia memeluk Rona erat.
“Terima kasih… Rona. Aku janji, aku nggak akan sia-siain kesempatan ini.”
Ketika kabar itu sampai ke rumah Lala, ibunya tak kuasa menahan tangis.
“Kalu baik sekali nak, Rona… Tuhan pasti balas kebaikanmu.” Rona hanya mengangguk dan tersenyum.
Sementara itu, Mely dan Rita memutuskan untuk melanjutkan kuliah di universitas yang sama dengan Samudera. Sedangkan Cika harus pindah ke luar kota mengikuti orang tuanya.
Rona hanya tersenyum melihat satu per satu teman-temannya melangkah ke masa depan masing-masing. Entahlah, dirinya hanya merasa jenuh. Ia ingin rehat saja saat ini.
Namun, keputusan itu membuat ayahnya, Pak Aris, murka.
“Jadi kamu lebih pilih diam di rumah? Nggak mau kuliah, ke kantor Ayah buat bantuin kak Raymond juga nggak mau?” suaranya meninggi di ruang makan malam itu. “Anak perempuan macam apa ini!”
Rona menunduk, mencoba menenangkan diri. “Aku cuma butuh waktu, Yah…”
“Waktu? Kamu pikir hidup bisa ditunda-tunda?!” bentak Pak Aris sambil menatap tajam. “Kalau begitu, lebih baik kamu menikah saja sekalian! Daripada melihat kamu seperti manekin di rumah!”
Rona menatap ayahnya dengan mata membulat. “Apa, Yah? Kok Ayah gitu. ”
" Ya harus gitu, daripada waktu mu terbuang nggak jelas. Sudah, jadi ibu rumah tangga saja. "
" Ayah! "
Namun sebelum suasana semakin panas, Samudera yang sejak tadi diam akhirnya bicara.
“Om, kalau memang itu keputusan terbaik… saya siap. Saya akan menikahi Rona.”
Rona menatap Samudera kaget. “Samudera, kamu—”
Samudera menggenggam tangan Rona lembut. “Aku tahu kamu lagi capek, Na. Tapi kalau memang ini jalan yang bisa bikin semuanya tenang, aku akan jalani. Aku akan jagain kamu.”
Rona terdiam lama. Ada air bening yang mengalir di sudut matanya, antara haru dan bingung. Ia tahu, hidupnya akan segera berubah.
Dan mungkin, pernikahan ini… bukan akhir, tapi awal baru bagi keduanya.Walau di sisi lain, hatinya masih belum sanggup berganti status.
ciyeee yang murahan cium cium cowok orang