Kehidupan Jansen, seorang pemuda biasa, berubah secara drastis ketika ia secara tak terduga mendapatkan sesuatu yang misterius bernama "System". Sistem ini memberinya kekuatan untuk mengubah takdir hidupnya dan membawanya ke jalan kesuksesan dan kebahagiaan.
Dengan bantuan sistem ini, Jansen berusaha untuk meraih impian dan cinta sejatinya, sambil menghadapi berbagai rintangan yang menguji keteguhan hatinya.
Akankah Jansen mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai kehidupan yang ia inginkan, ataukah ia akan terjebak dalam keputusasaan karena kekuatan baru yang ia miliki?
Jansen mendapatkan beberapa kemampuan dari sistem tersebut, seperti kemampuan bertarung, peningkatan kecepatan dan kekuatan, serta kemampuan untuk mempelajari teknik baru lebih cepat. Sistem tersebut juga memberikan Hansen akses ke pengetahuan yang luas tentang dunia, sejarah, dan berbagai aspek kehidupan, yang membantu Jansen dalam menghadapi berbagai tantangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 30
Andini menghela napas dalam-dalam sebelum melanjutkan pembicaraan mereka. "Aku akan terus terang. Sebenarnya saat aku melihatmu, aku merasa kita cocok kalau melakukan sesuatu," ucap Andini sambil menatap mata Jansen.
"Sesuatu, apa maksudnya itu?" tanya Jansen dengan ekspresi bingung.
"Dengarkan dulu." Ujar Andini sambil mengambil gelas yang sudah berisi anggur merah. Ia meneguk sebentar dan wajahnya memerah. Ia lantas melanjutkan, "Aku ingin kamu menjadi pasanganku."
Jansen tampak terkejut dengan pengakuan Andini, ia menegakkan tubuhnya dan menatap wanita di depannya dengan seksama. "Kamu terlalu terbuka. Kamu cantik, memiliki tubuh yang bagus. Lantas, mengapa harus mencari pasangan di tempat seperti ini, apa tidak khawatir?"
Andini tersenyum simpul, matanya melihat ke arah lantai sejenak sebelum kembali menatap Jansen. "Aku sudah cukup dewasa untuk tahu apa yang aku inginkan. Dan tempat seperti ini tidak menentukan siapa kita sebenarnya. Aku hanya ingin jujur pada diriku sendiri dan pada orang yang aku sukai."
Jansen mengangkat alisnya, terkesan dengan keberanian dan kejujuran Andini. Namun jelas dia. menaruh kecurigaan.
Saat Jansen berpikir, Andini langsung meraih tangannya.
"Andini, tunggu sebentar," ujar Jansen, berusaha melepaskan tangan yang ditarik oleh Andini. la ingin menyelesaikan urusan pembayaran terlebih dahulu. "Aku harus bayar dulu."
"Tidak perlu, aku sudah mengurusnya," balas Andini dengan senyuman manis, sambil menunjukkan bartender yang mengangguk dan melambaikan tangan sebagai tanda persetujuan.
Bartender tersebut menggumam dalam hati, "Sungguh beruntung pemuda itu."
Meski begitu, Jansen masih merasa tidak enak dan tidak ingin mengambil keuntungan dari situasi ini. Namun, Andini terus menarik tangannya, membawanya naik ke lantai atas gedung tersebut. Di sana, terdapat beberapa kamar yang disediakan untuk tamu.
Andini membuka salah satu pintu kamar dan mendorong Jansen masuk, membuat pemuda itu terjatuh di atas ranjang yang empuk. Wajah Andini terlihat sangat impulsif, namun Jansen masih sadar dan tidak ingin mengambil manfaat dari situasi ini.
"M-maaf, Andini. Aku tidak bisa melakukan ini," ucap Jansen dengan lembut, sambil berusaha bangkit dari ranjang.
Andini menatap nanar ke arah Jansen, air mata yang tertahan seakan siap meluncur kapan saja. Rasa hampa menggelayuti hatinya. Ia menarik nafas dalam-dalam, mencoba
mengumpulkan keberanian untuk berbicara. "Mengapa, apakah aku tidak cukup cantik, apakah tubuhku juga tidak bagus?" ujar Andini dengan suara serak, sambil memperlihatkan bahunya yang putih bersih.
Jansen melihat kebingungan dan rasa sakit yang terpancar dari mata Andini. Ia duduk di sebelah Andini, berusaha memberi dukungan. "Kita
bisa membicarakan hal ini dengan baik-baik. Sepertinya kamu memiliki masalah yang sulit di selesaikan hingga hendak melakukan hal diluar nalar
ini kata Jansen dengan suara lembut. "Bercerita saja, siapa tahu aku bisa memberikan solusi!"
Andini duduk di tepi ranjang, menundukkan kepalanya. Tadi, dari rumah, ia sudah siap melakukan hal yang tak terpikirkan, mencari lelaki acak untuk mengubur rasa sakit dan kecewanya.
Dia melihat Jansen yang tengah minum banyak dan merasa memiliki
permasalahan yang sulit diselesaikan. Jadi dia mendekati Jansen.
Ding....
Misi baru terpicu. Membantu Andini Atmajaya. Hadiah, 50% Saham Atmajaya Group.]
Dada Jansen terasa berdebar
kencang, notifikasi dari sistem itu sungguh mengejutkan. Siapa sangka, wanita cantik di depannya merupakan putri dari orang kaya.
"Ini pertama kalinya Sistem memberikan misi dengan hadiah yang begitu jelas dan besar." Gumam Jansen penuh penasaran.
"Jadi, ceritakan permasalahan ini, Andini!" seru Jansen sambil meneliti wajah gadis tersebut.
"Usiaku memang sudah cukup untuk menikah. Itulah sumber
permasalahan yang mengejekku. Keluargaku mendesak agar aku segera
menikah dan bahkan telah mencarikan jodoh untukku," jawab Andini dengan wajah muram.
"Apakah kamu tidak menyukai lelaki itu?" tanya Jansen sembari mencoba meraba emosi yang
terpendam di hati Andini.
"Benar... Aku tahu dia bukan lelaki
baik. Namun keluarganya kaya raya, sedangkan keluargaku kini berada
dalam kondisi yang sangat sulit. Ayahku tertipu oleh orang tak dikenal
dan kehilangan banyak uang, jalan
satu-satunya menurut keluargaku adalah aku menikah dengan pewaris
dari Z Grup," ucap Andini, air matanya. mulai menggenang, suaranya tercekat
oleh rasa takut dan keputusasaan.
"Meski demikian, mengapa kamu memilih jalan ini? Putus asa bukan
berarti harus menyerahkan
mahkotamu pada pria yang bahkan tak dikenal. Bukankah itu sama saja dengan menipu diri sendiri?" tanya Jansen.
"Aku hanya ingin memberikan sesuatu yang selama ini kupelihara
pada seseorang dengan ikhlas, bukan karena terpaksa," sahut Andini.
Pemandangan tubuh atletis Jansen
membuat gairahnya kian berkobar. Terlebih kini ia berada dalam keadaan
setengah mabuk. Walaupun toleransinya terhadap alkohol cukup
baik, namun saat berada di samping
pria tampan ini, tubuhnya terasa terbakar. Jarak di antara mereka juga
sangat dekat.
"Jadi, apakah kamu bersedia
menerimanya? Aku tak akan menuntut
apa pun darimu. Setelah malam ini, hidupku juga takkan sama lagi. Biarkan
aku menenangkan hatiku dalam dekapanmu sejenak!" Andini tampak sudah bulat tekadnya.
Sebagai pria normal, tentu saja Jansen merasa tergoda. Namun akal
sehatnya masih tetap menguasai dirinya. Dia masih mampu berpikir
secara rasional. "Apakah tak ada cara
lain yang dapat menyelamatkanmu dari masalah yang kau hadapi ini?"
"Andini, apakah kamu yakin tidak ada cara lain untuk menghindari
perjodohan ini?" tanya Jansen dengan
khawatir, melihat wajah Andini yang murung.
"Aku rasa tidak ada!" ujar Andini
putus asa, menatap jauh ke arah jendela.
"Bagaimana kalau ada suntikan
dana pada usaha Ayahmu? Apakah itu juga tidak akan menyelamatkanmu
dari perjodohan?" tanya Jansen,
matanya mengerut, mencoba mencari jalan keluar untuk Andini.
Andini terdiam, menimbang-nimbang kemungkinan itu. Sementara
itu, Jansen merasa gelisah, hatinya
berdebat, mencoba menahan keinginan untuk mengungkap ketidaknyamanan
situasi kepada Andini. Ini adalah situasi
yang belum pernah dialami sebelumnya, membuat jantungnya
berdebar kencang.
"Jangan membahas hal itu dulu. Aku tahu kamu orang baik. Aku yakin
saja. Jadi, bisakah kamu membantuku melepaskan belenggu hatiku?" ucap
Andini dengan lembut sambil menatap mata Jansen yang penuh harap.
Jansen sebenarnya ingin menolak permintaan Andini, namun sebelum ia
sempat mengutarakan penolakannya, Andini sudah menangkup wajah Jansen dengan kedua tangannya yang lembut. Jarak di antara wajah mereka semakin
dekat, hingga Andini perlahan menutup matanya dan mulai mencium bibir
Jansen dengan lembut.
Jansen merasa gagap dan
jantungnya berdebar kencang, ini. adalah pertama kalinya ia mengalami
ciuman. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa, sejenak ia hanya terdiam
dan membiarkan Andini menciumnya.
Sementara itu, Andini yang juga baru pertama kali mencium seseorang
merasa sangat senang. Ia tidak
menyangka bahwa pengalaman pertamanya ini akan membuatnya
merasa begitu bahagia. Andini tersenyum di dalam hatinya, merasa
lega bahwa ia tidak perlu merasa canggung karena sama-sama tidak berpengalaman.
Setelah beberapa saat, mereka
berdua melepaskan ciuman tersebut. Wajah mereka tampak memerah,
namun senyuman tidak bisa disembunyikan di bibir mereka.
Namun jelas semuanya tidak berhenti disitu saja. Karena hal selanjutnya adalah...