Dominic, sang maestro kejahatan, telah menawarinya surga dunia untuk menutup mata atas bukti-bukti yang akan menghancurkan kerajaannya.
Yumi, jaksa muda bercadar itu, telah menolak. Keputusan yang kini berbuah petaka. Rumahnya, hancur lebur. Keluarga kecilnya—ibu, Kenzi, dan Kenzo, anak kembarnya—telah menjadi korban dalam kebakaran yang disengaja, sebuah rencana jahat Dominic.
Yumi menatap foto keluarga kecilnya yang hangus terbakar, air mata membasahi cadarnya. Keadilan? Apakah keadilan masih ada artinya ketika nyawa ibu dan anak-anaknya telah direnggut paksa? Dominic telah meremehkan Yumi. Dia mengira uang dapat membeli segalanya. Dia salah.
Yumi bukan sekadar jaksa; dia seorang ibu, seorang putri, seorang pejuang keadilan yang tak kenal takut, yang kini didorong oleh api dendam yang membara.
Apakah Yumi akan memenjarakan Dominic hingga membusuk di penjara? Atau, nyawa dibayar nyawa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih dikediaman Dominic
"Ada perlu apa Nona Yumi datang kemari?" Suara Dominic, dingin dan tanpa emosi, memecah lamunan Yumi. Ia tersentak, kembali ke kenyataan pahit yang sedang dihadapinya.
"Kenapa Anda begitu kejam! Kenapa Anda membakar rumah saya, ibu saya, dan anak-anak saya!" teriak Yumi, suaranya bergetar menahan amarah dan kesedihan. Air mata mengalir deras membasahi cadarnya, menunjukkan betapa hancur hatinya. Kata-katanya dipenuhi rasa sakit dan keputusasaan.
Dominic hanya mengangkat sebelah alisnya, tatapannya tetap dingin dan tanpa ekspresi. "Apa kau punya bukti untuk tuduhan itu?" tanyanya, suaranya datar, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa bersalah atau penyesalan. Ia menantang Yumi untuk membuktikan tuduhannya. Pertemuan ini, yang seharusnya penuh emosi, justru terasa seperti pertarungan dingin antara dua individu yang saling berhadapan dengan senjata masing-masing—bukti dan kekuatan.
Yumi mengambil langkah berani. Ia mendekati Dominic, tangannya meraih kerah jas pria itu dengan kuat. Ia mendongak, tatapannya tajam dan penuh amarah, menatap langsung ke mata Dominic.
"Bedebah!" suaranya bergetar karena amarah, namun tetap lantang dan penuh tekad. "Siapa pun tahu kekejaman Anda! Siapa pun tahu betapa picik dan liciknya Anda! Dan sebelum kejadian itu, Anda yang menawarkan saya 5 miliar untuk menutupi bukti kejahatan Anda, lantas siapa yang perlu saya curigai!" Yumi melepaskan amarahnya, menumpahkan semua rasa sakit dan kemarahannya atas kehilangan putra-putra dan ibunya.
Ia juga bertekad akan memperjuangkan keadilan, membuat Dominic membusuk dipenjara. Tatapannya yang tajam menunjukkan tekadnya yang bulat untuk melawan kekejaman Dominic.
Dominic mendorong Yumi hingga tersentak mundur. Ia kemudian merapikan kerah bajunya dengan gerakan yang tampak acuh tak acuh, seolah tindakannya barusan tidak berarti apa-apa. "Kau terlalu naif," ujarnya, suara dingin dan penuh penghinaan. Ia menganggap Yumi terlalu polos untuk memahami permainan yang terjadi.
"Bajingan kau!" teriak Yumi, suaranya bergetar karena amarah yang membuncah. "Kau tahu! Kau telah membunuh putra-putraku, bersama ibuku! Sekarang kau dengan entengnya bilang aku naif? bagaimana kalau kau yang ada di posisiku!" pekik Yumi ingin sekali rasanya ia membunuh pria dihadapannya itu.
Dominic mengambil sebuah foto dari meja kerjanya. Foto itu, yang telah disimpannya selama sepuluh tahun, tampak sangat berharga baginya. Ia menatapnya lama, seolah mencari jawaban atau mengingat kembali suatu kenangan.
"Kenapa hanya aku yang kau curigai? Apa kau yakin tidak punya musuh di sekitarmu?" Dominic bertanya, suaranya masih terdengar dingin dan acuh tak acuh. Ia tetap menolak mengakui keterlibatannya dalam peristiwa yang menghancurkan keluarga Yumi. Ia mencoba mengalihkan kecurigaan dengan menyiratkan kemungkinan adanya pihak lain yang bertanggung jawab.
Amarah Yumi semakin membuncah melihat sikap santai Dominic yang terus mengelak dan menolak mengakui kejahatannya. Tatapan matanya semakin tajam, menunjukkan kemarahan yang tak terbendung.
"Saya memang tidak punya bukti saat ini,” kata Yumi, suaranya tertahan oleh amarah yang menggelegak, namun tetap terkontrol. “Tapi keyakinan saya tak tergoyahkan. Anda adalah dalang di balik kematian anak-anak dan ibu saya. Dan percayalah, semua bukti kejahatan Anda telah saya kumpulkan dan simpan dengan sangat aman. Anda akan merasakan keadilan, dan akan membusuk dipenjara!” Yumi berbalik, langkahnya tegas dan penuh tekad, meninggalkan Dominic yang tersenyum menyeringai.
"Apa Anda ingin saya tahan Nona Yumi?" tanya Axel, suaranya menunjukkan kesiapan untuk bertindak.
Dominic menggeleng pelan, tatapannya masih tertuju pada tempat Yumi tadi berdiri. "Biarkan saja dia," ujarnya, suara beratnya mengandung teka-teki yang sulit diuraikan. "Kita lihat, sampai di mana tekadnya mampu membawanya." Ada setitik misteri dalam kata-katanya, seolah ia sudah memperkirakan apa yang akan terjadi selanjutnya, dan menunggu dengan kesabaran yang tak terduga.
Dan salam kenal para reader ☺️☺️😘😘