Bagaimana perasaan kamu kalau teman SMAmu melamar di akhir perkuliahan?
Itulah yang dialami Arimbi, selama ini menganggap Sabda hanya teman SMA, teman seperjuangan saat merantau untuk kuliah tiba-tiba Sabda melamarnya.
Dianggap bercanda, namun suatu sore Sabda benar-benar menemui Ibu Arimbi untuk mengutarakan niat baiknya?
Akankah Arimbi menerima Sabda?
Ikuti kisah cinta remaja ini semoga ada pembelajaran untuk kalian dalam menghadapi percintaan yang labil.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
NASEHAT IBU
"Mbak, kamu kok?" tanya ibu mencekal lengan Arimbi. Beliau kaget ketika melihat sang putri bangun menjelang shubuh, langsung wudhu seperti biasanya, tanpa mandi ataupun keramas.
"Kenapa, Bu?" tanya Arimbi heran, matanya sudah segar setelah terkena air wudhu.
"Kamu gak mandi?"
"Enggak, dingin!"
"Eh tapi kamu gak boleh sholat sebelum mandi Mbak," ujar Ibu gemas. Masa' anaknya ini belum paham soal mandi besar.
"Ck," Arimbi berdecak, mulai paham dengan arah pembicaraan ibu. "Arimbi dan Sabda belum ngapa-ngapain Ibuku Sayang," ucapnya sebelum beranjak pergi. Namun ibu kembali mencekalnya.
"Kok bisa belum? Meski belum masuk tapi kalau punyamu dengan punya sabda sudah sentuhan wajib mandi Mbak," ujar Ibu makin gemas saja. Haruskah beliau menjelaskan ini pada sang putri. Ibu pikir di sekolah pernah disinggung lah pada pelajaran agama.
"Ibu, Arimbi dan Sabda belum begituan. Kita tidur doang ibu, capek! Lagian Arimbi paham bu harus mandi wajib apa enggak," ujar Arimbi tak kalah gemas, menggapit pipi gembul sang ibu. Lalu beranjak menuju kamar, mengerjakan sholat tahajud sesuai kebiasaannya.
"Masa' gak langsung sih mereka, aku dulu aja langsung gas," gumam ibu mengingat malam pertamanya dengan almarhum suaminya dulu.
Arimbi menutup kamar dengan tawa, dan dilihat oleh Sabda yang sudah bangun, heran saja. Kenapa tertawa setelah ke kamar mandi.
"Kenapa?" tanya Sabda sembari menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan sampai bunyi thek.
"Ibu kaget aku gak keramas," ucap Arimbi masih tertawa. Sabda ikut tersenyum, lucu sekali ibu mertuanya ini.
Menunggu waktu shubuh, Sabda pun cek ponsel terlebih dulu, Arimbi keluar kamar sebentar, mengambil segelas air. Ibu masih berkutat di dapur. "Mbak," panggil beliau. "Sini duduk," ucap ibu lagi, Arimbi tak kuasa menahan tawa. Apalagi wajah sang ibu kelewat serius.
"Yakin kamu belum begituan?" tanya beliau lagi. Arimbi menggeleng.
"Belum ibu, Arimbi belum telanjang sama Sabda," ucap Arimbi memperjelas, malah ditonyor oleh sang ibu.
"Ya gak usah diperjelas juga, Mbak!"
"Lah ibu gak percaya banget sama aku loh," ucap Arimbi masih cekikikan.
"Kok bisa sih, gak langsung. Emang kalian gak pengen melakukan gak penasaran gitu?" tanya ibu gemas. Khawatir saja kalau Arimbi yang menolak. Maka ibu akan mengingatkan sang putri.
"Capek, Bu."
"Mbak, ini pesan ibu ya. Tolong didengarkan, laki-laki itu harus dipenuhi dalam 2 hal, satu kenyang soal perut. Dua kenyang soal bawah perut," sumpah Arimbi langsung ngakak. Pelajaran langsung dari suhu, bikin merinding juga pembahasannya. "Eh ibu serius kali, Mbak."
"Iya ibu, aku dengarkan, aku pahami, dan aku praktikkan. Cuma emang tadi malam kita capek banget, Bu."
"Bilang ke Sabda gak usah malu kalau kelihatan keramas pagi-pagi. Ibu paham, malah ibu gak suka kalau anak ibu sampai gak melayani suaminya."
"Iya, Ibu. Nanti aku bilang ke Sabda."
"Tapi kalau memang malu, kalian boleh mengungsi deh, ke rumah Sabda aja kan sepi. nanti setelah shubuh juga silahkan langsung pulang," Arimbi makin ngakak saja. Kenapa ibunya yang kepikiran sih, sedangkan dirinya dan Sabda saja santai.
Ibu pun melanjutkan acara memanaskan makanan sisa hajatan yang ada dikulkas. Arimbi tidak boleh membantu, diminta menemani Sabda saja.
"Lama banget ambil airnya?" tanya Sabda yang sekarang sudah membuka laptop.
"Habis mendapat tausiyah dari kanjeng mami," ucap Arimbi menyodorkan segelas air pada sang suami.
"Tausiyah apa?"
"Disuruh ke rumah kamu, buat malam pertama!"
Pyuuurr
Sabda menyemburkan air minumnya hingga mengenai laptop, Arimbi tertawa tapi sigap mengambil tisu sebelum air merusak laptop Sabda.
"Ya Allah, Sayang!" ucap Sabda kaget. Tak menyangka gerak-gerik mereka yang berniat bangun untuk sholat tahajud diawasi oleh ibu mertuanya.
"Ya mungkin beliau dulu langsung tancap gas, makanya aneh aja kita gak keramas gitu loh."
Sabda hanya menggaruk kepala, malu juga urusan ranjang diawasi mertuanya. Jadi mikir apa lebih baik boyong ke rumahnya saja ya kan bisa bebas mau ngapain saja. "Memang kalau kita pindah ke rumah sana, kamu mau?" tanya Sabda. Mereka belum ada pembahasan tinggal di mana, mungkin ada baiknya sekarang dibahas.
Arimbi diam sebentar, dalam hatinya ingin tetap tinggal di rumah ini, menemani sang ibu, apalagi setelah ini Dewa kuliah di luar kota, kasihan kalau ibu gak ada temannya. Hanya saja, sekarang status Arimbi berbeda, ia juga tak boleh egois. ada suami yang harus dipikirkan kenyamanannya. Terutama kenyamanan dalam urusan ranjang.
Kalau saja Sabda tak malu keramas pagi-pagi, mungkin tadi malam mereka akan menjalani malam pertama, tapi kenyataannya mereka menunda ritual itu karena malu. Dari moment ini saja Arimbi bisa menyimpulkan kalau Sabda belum nyaman tinggal bersama mertua.
"Aku sih pengennya di sini, menemani ibu juga. Tapi kalau kamu gak nyaman, kita bisa pindah kok, aku udah istri kamu."
Sabda mengelus rambut sang istri lalu menciumnya, "Gak tega aku, tinggal di sini saja. Tapi kalau bisa," Sabda melihat kamar Arimbi. "Renov kamar kamu gimana, dikasih kamar mandi dalam. Biar aku gak malu," jujur Sabda yang disambut tawa oleh Arimbi.
"Boleh, masih ada sisa tanah di samping kamarku juga."
"Ck, tahu gitu aku suruh renov sebelum nikah," ujar Sabda kesal.
Semalam dia sekuat tenaga untuk tidak menyentuh sang istri, punya kesempatan berciuman saja tak berani kebablasan hanya karena khawatir keramas dan dilihat sang mertua. Mungkin besok, setelah rumah dibereskan pasca hajatan, Sabda akan merenov kamar Arimbi.
Arimbi pun mengutarakan ide Sabda pada sang ibu, alhamdulillah beliau langsung mengiyakan. Bahkan beliau langsung memanggil Man Karman, tetangga yang bekerja menjadi tukang untuk merenovasi kamar Arimbi, menambah kamar mandi dalam.
"Udah beres, lusa Mang Karman mulai garap. Tapi sementara kamu gak bisa tidur di kamar kamu, Mbak."
"Iya, Bu. Ya nanti kita sementara tinggal di rumah Sabda dulu."
"Boleh, langsung berangkat saja sekarang gak pa-pa," ujar Ibu dengan senyum sejuta makna. Arimbi hanya memutar bola matanya malas.
"Sedihnya diusir sama ibu gue," ujar Arimbi pura-pura sedih, dan ibu tertawa saja.
Nyatanya sampai menjelang siang, Arimbi dan Sabda tetap di rumah. Membantu membersihkan rumah setelah hajatan meski dibantu oleh tetangga juga, sekaligus membuka kado serta menghitung uang buwuhan.
Arimbi, Sabda dan Sadewa menghitung uang buwuhan dari teman ibu dulu. Kalau dua laki-laki hanya diam, membuka amplop dan mengelompokkan uang sesuai nominalnya tanpa berkomentar apapun. Berbeda dengan Arimbi, tangan aktif, mulut malah lebih aktif lagi.
"Ya Allah, Bu. Yu Han, cuma 20 ribu. Haduh," ucap Arimbi mengomentari uang buwuhan dari tetangganya yang mengaku orang kaya tapi buwuhannya cuma uang ijo. Gak cocok sama omongannya. Sabda sampai melirik sang istri yang kelewat cerewet, Sadewa tertawa ngakak, kasihan saja sama kakak iparnya ini, dapat istri kok julidnya kelewatan.
"Apaan sih, Mbak biarin aja!" teriak ibu yang masih mengurus piring sendok dengan Tante Hafa.
"Sabar ya, Mas!" ucap Sadewa sembari menepuk pundak Sabda.
"Sabar banget gue, Wa!" sambung Sabda pasrah.
Awalnya aku kira daerah jabodetabek soalnya panggilan teman & keluarganya lo gue kalo ngomong... Tapi ini semakin jelas daerahnya.. ada Kota Batu disebut... trus yg ke pantai itu daerah selatan alias Malang selatan ya Kak?
Jadi penasaran jg, kakak orang mana.. kayaknya tau banget daerah² di Jatim... ☺️