April terpaksa bekerja lagi setelah melahirkan dan kehilangan anaknya. Eric mengusir dan menceraikannya.
April menjadi menerima tawaran menjadi baby sister di sebuah rumah mewah milik CEO bernama Dave Rizqy. Dave sendiri baru saja kehilangan istrinya karena kehilangan banyak darah setelah melahirkan.
April mendapati bayi milik Dave sangat mirip dengan bayinya yang telah tiada. April seketika jatuh cinta dengan bayi tersebut dan menganggap sebagai obat dari lukanya.
Saat bayi milik Dave menangis,
April tidak tega lalu ia menyusui bayi itu.
Siapa sangka dari kejadian itu, mengubah hidup April menjadi ibu susu anak CEO.
Lalu bagaimana dengan perasaan Dave sendiri apakah ia akan menikahi April yang merupakan bekas dari orang lain ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Setelah April menjelaskan bagaimana keadaan Janeta, dengan sedikit terpaksa Dave mengizinkan Janeta untuk tinggal beberapa waktu di rumahnya.
April sangat senang dengan kebaikan hati Dave.
"Terima kasih Kak Dave, aku banyak berhutang budi padamu !"
"Hm, tapi kamu harus tetap berhati - hati jika sewaktu - waktu wanita itu bertindak di luar dugaan." Nasihat Dave lalu ia menuju kamar mandi.
April sangat puas dengan keputusan Dave yang mengizinkan Janeta untuk tinggal di sini. Entah mengapa dia begitu senang. Lalu April menuju dimana Janeta berada dengan menunjukkan ekspresi yang sulit untuk ditebak.
Janeta melihat April datang menjadi gelisah. "Bagaimana, apa suamimu marah padamu karena ada aku di rumah ini ?"
Seketika April berubah ekspresi wajahnya menjadi ceria, "Justru sebaliknya, Janeta. Kak Dave mengizinkan kamu untuk tinggal beberapa waktu di sini."
"Sungguh ? Aku tidak percaya ini. Suamimu benar - benar berhati malaikat."
"Kak Dave emang dasarnya orang baik."
"Aku berhutang budi padamu, April. Aku berjanji akan ikut mencari keberadaan anakmu dan anak ku juga. Kecuali jika anakku masih hidup." Janeta berubah sendu.
April menjadi kasihan. Ia mengusap bahunya. "Jangan bersedih ! Kita cari bersama - sama."
"Kamu benar, April. Ini semua kuncinya ada pada wanita tua itu. Jika kita bisa temukan dia, akan mudah kita untuk mencari informasi anak kita. Kamu masih ingat rumah Eric yang lama ?"
"Entahlah, aku tidak yakin. Tapi, seseorang bisa membantuku."
"Siapa ?" Janeta menjadi penasaran.
"Ada,"
.
.
"Ibu, aku ingin bicara sebentar pada Ibu." Eric menahan langkah ibunya yang terlihat buru - buru.
"Apa lagi Eric, ibu sudah terlambat ini." Rieka membenahi ikatan rambutnya.
"Aku mau bertanya tentang peristiwa 5 tahun lalu." meski sedikit ragu, tapi Eric berhasil mengatakannya.
Seketika pertanyaan Eric membuat Rieka menatap putranya serius. "Apa kamu sedang sakit ?"
"Tidak Ibu. Aku sedang baik - baik saja. Aku tiba - tiba saja teringat dengan Aril dan ingin mencarinya." jujur Eric yang membuat wajah Rieka berubah marah.
"Kamu gila atau bagaimana ? Itu sudah sangat lama dan kamu tidak akan mungkin bertemu lagi dengan anak itu. Dia sudah bahagia dengan orang tua dan lingkungan baru."
"Bagaimana ini, jika Eric menemukan anaknya bisa jadi dia harus menebus anak itu dan itu tidak dengan jumlah uang yang sedikit. Aku tidak boleh membiarkan Eric menemukan anaknya lagi."
Eric tampak berpikir dan menjadi murung. "Ibu mungkin tahu nama mereka siapa?"
"Aduh Eric, ibu sudah menjadi tua dan tidak ingat sama sekali nama mereka. Ibu pergi dulu." Rieka tidak mau membicarakan masalah ini lagi dan ia segera menghindar.
Eric kecewa dan hanya menatap kosong kepergian ibunya yang kini sudah tak terlihat lagi.
"Aku harus bagaimana, tidak ada satu pun informasi yang bisa membantuku. Aril, dimana kamu sekarang ?"
.
Saat makan malam tiba, di kediaman Dave suasana begitu canggung.
Terlihat Dave menatap April dengan kekaguman yang selama ini ia sembunyikan.
April sendiri tak merasa sedang diperhatikan jadi dia sibuk meladeni David.
"Ayo, sekali suapan lagi Sayang!" April menyodorkan sendok ke arah David.
"Sudah, Bu. Aku tidak mau makan lagi." David menunjukkan dua telapak tangannya yang mungil.
"Baiklah. Kalau begitu habiskan minumanmu !" ujar April lalu memakan sisa makanan David yang tinggal satu sendok.
"Kenapa tidak kamu buang saja sisa makanan David ?" tegur Dave yang melihat hal itu, baginya itu sudah tidak layak untuk di makan.
April menoleh seketika, "Kenapa harus dibuang Kak Dave, masih bisa kok untuk di makan." sarkas April lalu melanjutkan makannya yang terjeda tadi karena menyuapi David.
"Maksudku, kamu tidak jijik ?"
"Enggak lah, kan makanan punya anak sendiri."
Seketika Dave terdiam. Sebegitunya baby sister yang sekarang menjadi istrinya ini tidak pernah sedikitpun mengeluh dengan statusnya yang hanya sebagai ibu susu.
"Em, April. Setelah kamu menidurkan David, aku ada perlu dengan mu." Dave benar - benar canggung.
April tak merasa ada yang aneh dengan Dave dan ia hanya mengiyakan saja.
Selesai makan April berbincang sebentar dengan Janeta untuk rencana besok pergi ke rumah Eric yang lama.
Lalu menidurkan David di kamarnya. Kebiasaan sebelum tidur, David minum susu hangat dan dibacakan dongeng. Biasanya, April langsung ikut tidur karena memang disitu juga menjadi kamarnya.
Usai melihat David terlelap, April menyibak selimut lalu beranjak dari sana keluar kamar untuk menemui Dave di kamarnya.
April memasuki kamar Dave di hari - hari biasa sekedar menyiapkan baju kantor, menata baju di lemari dan merapikan kamar selain itu ia tidak pernah menyentuh barang Dave yang lain. Kamar Dave tidak berubah, masih sama dengan yang dulu sejak Lara masih ada. Termasuk dekorasi kamar dengan foto pernikahannya dengan Lara, juga masih ia pajang. April tak mempermasalahkan itu, ia tahu, saat dinikahi oleh Dave semata hanya untuk David, bukan masalah cinta atau yang lainnya.
April mengetuk pintu kamar Dave sebelum yakin ia diizinkan masuk.
Setelah mendengar seruan dari Dave untuk masuk, barulah April masuk.
"Kak Dave, apa yang ingin kamu sampaikan?" tanya April santai.
Justru dengan mengundang April datang ke kamarnya, perasaan Dave jadi tidak menentu. Deg degan dan gugup.
"Duduklah sebentar !" Dave mengesampingkan laptopnya lalu menepuk tepi kasur mengisyaratkan agar April duduk di sampingnya.
Dengan malu - malu ragu, April berjalan lalu duduk di samping Dave.
Dave melirik istrinya yang jarang sekali ia tatap. Ia tidak yakin dengan perasaanya tapi akan berusaha mencoba.
"Em, April. Bagaimana David di sekolah tadi ?" Pertanyaan pemantik sebelum ke intinya.
"Cukup menyenangkan. Dia bilang punya teman wanita baru, tapi lupa dengan namanya."
. . .
April begitu fasih menceritakan kegiatan David di sekolah, dari awal masuk sampai pulang.
Tiba - tiba terdengar pintu di ketuk berulang kali dari luar.
"Ibu, ibu, apa ibu di dalam ?" teriak suara kecil David sembari menangis.
"Hanya itu saja yang ingin Kak Dave sampaikan ?" April menunggu sepatah kata lagi dari Dave karena ia harus bergegas menemui David.
Dave tak pandai merayu apa lagi berdrama. Jadi, ia seolah mati kutu ketika berhadapan langsung dengan April.
"Ah, iya, cukup itu saja yang ingin aku sampaikan padamu." Akhirnya Dave tidak jadi menyampaikan ungkapan isi hatinya.
April beranjak dari hadapan Dave, "Kalau begitu aku kembali ke kamarku." pamit April.
"Ya, selamat malam." ucap Dave untuk pertama kalinya selama menikah dengan April. Ini juga sudah termasuk ada kemajuan, pikir Dave.
April baru merasakan kalau Dave menjadi sosok yang lain, "Ya, selamat malam Kak Dave !"
Dave tak berhenti di situ, ia pun ikut beranjak lalu membukakan pintu untuk April.
"Em, biar aku buka kan !" Dave berjalan ke arahnya dan tanpa sengaja kakinya terkilir hingga membuatnya jatuh, beruntung April langsung menangkapnya.
"Arkk ...!"
Keduanya pun tanpa sengaja berpelukan.
"Kak Dave tak apa - apa ?"
Dave melepas pelukannya yang refleks begitu saja.
"I-ya,"
April segera keluar kamar dengan perasaan yang tak menentu.
Begitu pula dengan Dave, ini kalinya ia menyentuh tubuh April yang seketika membuat si tole menegang di bawah sana.