NovelToon NovelToon
Gara-gara Kepergok Pak Ustadz

Gara-gara Kepergok Pak Ustadz

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Slice of Life
Popularitas:15.6k
Nilai: 5
Nama Author: Imelda Savitri

"Nikah Dadakan"

Itulah yang tengah di alami oleh seorang gadis yang kerap di sapa Murni itu. Hanya karena terjebak dalam sebuah kesalahpahaman yang tak bisa dibantah, membuat Murni terpaksa menikah dengan seorang pria asing, tanpa tahu identitas bahkan nama pria yang berakhir menjadi suaminya itu.

Apakah ini takdir yang terselip berkah? Atau justru awal dari serangkaian luka?

Bagaimana kehidupan pernikahan yang tanpa diminta itu? Mampukan pasangan tersebut mempertahankan pernikahan mereka atau justru malah mengakhiri ikatan hubungan tersebut?

Cerita ini lahir dari rasa penasaran sang penulis tentang pernikahan yang hadir bukan dari cinta, tapi karena keadaan. Happy reading dan semoga para readers suka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imelda Savitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Siapa Aria

Suasana di dalam mobil terasa tegang dan sunyi. Murni melirik ke arah Kaan, dan meski hanya diterangi pencahayaan minim dari luar bangunan tua itu, ia masih bisa melihat jelas ekspresi wajah suaminya yang tampak serius dan fokus.

Cahaya lampu jalan yang samar masuk lewat celah-celah jendela mobil, menyorot sebagian wajah Kaan, memperjelas tatapan matanya yang waspada. Murni bisa merasakan bahwa situasi saat itu sedang tidak baik-baik saja. Hatinya mulai diliputi rasa tidak tenang, membuatnya ikut melayangkan pandangannya ke luar, mencoba mengamati seperti apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Detik demi detik berlalu dalam diam yang mencekam.

Hingga akhirnya, lampu dari mobil hitam yang tadi mereka curigai melintas di depan bangunan, dan langsung melewati tempat mereka bersembunyi. Murni secara refleks menahan napasnya akibat perasaan was-was dan kebingungan yang menjadi satu

Cukup lama mereka menunggu dalam diam, sampai kemudian mobil itu kembali lagi melintas dari arah berlawanan, dan berputar arah, dalam kecepatan yang perlahan seperti sedang mencari sesuatu.

Tak ada suara apapun yang berasal dari mereka, selain detak jantung yang bergema di telinga mereka masing-masing. Mereka masih menunggu, serta menanti kepastian bahwa mobil itu telah pergi.

Hingga beberapa menit kemudian, setelah suasana benar-benar terasa aman, barulah Kaan menyalakan lampu kecil di dalam mobil, lalu menghidupkan mesin mobilnya dan bersiap kembali ke jalan utama.

"Mas, sebenarnya ada apa?" tanya Murni yang merasa penasaran dengan apa yang barusan terjadi.

Namun Kaan memilih diam, seolah enggan menjawab pertanyaannya.

"Mas? Mobil tadi itu mobil siapa?" tanya Murni lagi, kali ini suaranya sedikit lebih keras.

"Kita pulang," jawab Kaan singkat, sebelum menginjak pedal gas dan melajukan mobil perlahan keluar dari bangunan tua itu.

Kaan tampak tidak ingin membahas apa pun soal mobil mencurigakan tadi. Hal itu membuat Murni merasa tidak nyaman, hingga hatinya mulai diliputi perasaan tidak enak yang sulit dijelaskan.

"Ternyata... aku belum mengenal Mas Kaan sepenuhnya.' Batin Murni.

Ia mengira hubungan mereka sudah cukup dekat. Ketika sadar jika mereka bisa berbicara dengan leluasa, makan bersama, bahkan tertawa ringan meskipun rasa canggung masih tetap ada di antara mereka. Dan ternyata, di balik interaksi mereka yang terbilang cukup akrab itu, masih ada bagian dari diri Kaan yang terasa asing dan tak terjangkau oleh Murni.

Sosok pria itu masih menyimpan banyak misteri dari Murni yang merupakan orang baru dihidupnya.

.

.

.

Tak berapa lama, akhirnya mobil mereka tiba juga di apartemen. Perjalanan yang terasa panjang karena sunyi itu pun berakhir tanpa sepatah kata pun terlontar dari bibir Kaan ataupun Murni. Hanya suara mesin mobil yang menemani keheningan mereka sepanjang jalan.

Kaan segera turun dan berjalan lebih dulu menuju pintu apartemennya. Dengan cekatan, ia membuka pintu dan melangkah masuk tanpa menoleh ke belakang. Murni mengikuti dalam diam, sembari membawa kantong belanjaan di tangannya.

Begitu mereka masuk ke dalam, suasana apartemen terasa jauh lebih dingin dari biasanya. Tanpa berkata apa pun, Kaan langsung berjalan masuk ke kamarnya, lalu menutupnya kembali, menyisakan keheningan yang semakin menekan hati Murni.

Murni berdiri sejenak di ruang tengah, memandangi pintu kamar Kaan yang sudah tertutup rapat. Diamnya Kaan terasa seperti tembok tinggi yang tak bisa ia lewati. Tidak ada ucapan apapun yang terlontar dari suaminya. Yang membuat malam itu benar-benar terasa lumayan berbeda.

Dengan perasaan yang tidak nyaman, Murni pun memilih menyusun semua bahan makanan yang sudah ia beli di kulkas dan lemari dapur, sebelum akhirnya masuk ke dalam kamarnya sendiri dan mengunci pintunya.

Lalu ia mengganti pakaiannya dengan baju tidur santai yang longgar dan nyaman. Kemudian bergegas naik dan merebahkan diri di atas kasur.

Pandangan matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar. Kesunyian menyelimuti ruangan itu terasa seperti ikut menyimpan resah yang enggan diucap. Dalam diam, pikirannya perlahan hanyut, kembali ke masa-masa awal ia bertemu Kaan.

Tanpa terasa, usia pernikahan mereka sudah berjalan lebih dari sebulan, namun bagi Murni, semuanya masih terasa asing. Seolah-olah mereka hanya dua orang yang kebetulan tinggal serumah, saling mengenal sebatas nama dan peran, tapi belum menyentuh kedalaman satu sama lain.

Ada jurang tak kasatmata di antara mereka, terbentuk dari percakapan yang tertunda, dan dari rahasia kecil yang tak pernah sempat dibagi.

Sejak awal, Kaan memang tidak pernah banyak bercerita tentang dirinya. Membuat Murni benar-benar tidak sepenuhnya tahu dengan sosok Kaan.

Ia menarik napas pelan, mencoba mengurai benang kusut di dalam pikirannya. Tapi semakin dipikirkan, semakin ia sadar, bahwa ia benar-benar belum mengenal Kaan sepenuhnya.

Perlahan, rasa kantuk mulai menyerang tubuhnya. Kelopak matanya terasa berat, dan pikirannya pun mulai melambat. Hingga akhirnya, Murni pun memejamkan kedua matanya, membiarkan dirinya tenggelam dalam pusaran tidur yang sunyi, menyisakan pertanyaan-pertanyaan tak terjawab yang ikut terbawa ke dalam mimpinya.

.

.

.

Ting tung.

Suara bel pintu terdengar nyaring di dalam apartemen. Murni yang tengah mengobrol hangat dengan ibunya lewat telepon langsung menghentikan kalimatnya.

"Mak, Murni tutup dulu ya telponnya. Ada yang pencet bel," ucap Murni cepat.

"Iya, iya, emak juga mau masak ini. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Mak."

Murni menaruh ponselnya di meja dan bergegas menuju pintu. Begitu pintu terbuka, tampaklah sosok yang tidak asing di matanya, yaitu wanita yang beberapa waktu lalu memperkenalkan dirinya sebagai Aria kini berdiri di depan pintu dengan senyum cerah khasnya.

"Haii! Aku ganggu gak nih?" sapa Aria dengan riang, suaranya terdengar renyah dan penuh semangat. "Aku cuma mampir sebentar, nih, bawa sesuatu buat kamu."

Di tangannya, ada sepiring kukis dengan aroma mentega dan cokelat yang langsung menyeruak.

"Ini kukis buatan aku sendiri. Fresh from the oven!" katanya sambil mengulurkan piring itu ke arah Murni.

Murni tersenyum dan menerimanya dengan dua tangan. "Wah, makasih banyak, Mbak. Udah repot-repot banget," ucapnya tulus.

"Ah, enggak dong! Namanya juga tetanggaan, harus saling sapa dan kasih-kasih camilan begini," balas Aria sambil terkekeh kecil. Gayanya luwes, ringan, dan penuh energi yang menular.

Murni mengangguk pelan. "Masuk yuk, Mbak. Sekalian istirahat bentar."

"Serius boleh?" Seru Aria dengan mata berbinar. "Asyik juga bisa main ke sini akhirnya."

Mereka pun masuk ke dalam. Aria tampak antusias melihat-lihat sekeliling apartemen. Pandangannya menyapu ruangan dengan mata cerah, penuh rasa ingin tahu namun tetap sopan.

"Waah, cozy banget tempatmu! Aku suka nuansa lembutnya. Kamu yang pilih semua dekorasinya, ya?" tanyanya sembari tetap tersenyum.

Murni hanya tertawa kecil sambil menunjuk ke arah sofa. "Mbak duduk dulu ya, aku ke dapur sebentar."

"Oke sip!" sahut Aria santai, lalu duduk dengan nyaman di sofa. Ia menyandarkan punggung sambil menatap sekeliling, tampak benar-benar menikmati suasana kunjungan itu.

Tak lama kemudian, Murni kembali dari dapur sambil membawa sepiring bolu potong yang aromanya masih segar.

"Aduh, gak usah repot-repot, loh," ujar Aria, setengah kaget tapi tetap tersenyum lebar.

"Nggak apa-apa. Aku tadi pagi sempat bikin banyak. Pas banget Mbak Aria datang, bisa bantuin habisin," jawab Murni sambil duduk di sisi lain sofa.

Aria tergelak kecil. "Haha, ini sih rejeki anak baik ya namanya. Kukis bawa, bolu dapet. Deal yang adil!"

Percakapan yang awalnya canggung di antara mereka pun mulai mengalir lancar, beruntungnya Aria adalah tipe orang yang selalu berhasil menghidupkan suasana canggung di antara mereka.

.

.

.

Tanpa terasa, percakapan mereka yang berjalan hangat dan penuh tawa itu pun berlalu begitu cepat. Waktu seakan melaju tanpa disadari, hingga siang perlahan tergantikan oleh nuansa sore yang mulai merambat di balik jendela.

Jam di dinding nyaris menunjukkan pukul lima ketika bunyi notifikasi dari ponsel Aria terdengar nyaring. Aria yang duduk dengan posisi menyilang santai segera mengecek layarnya, lalu beralih menatap Murni dengan senyum kecil.

"Eh, aku kayaknya harus cabut nih. Mau ada urusan di luar," ucapnya sembari memasukkan ponsel ke dalam tas. "Makasih banyak ya, Murni. Udah nerima aku main ke sini. Dan bolumu… duh, enak banget!"

Murni tersenyum hangat. "Alhamdulillah, makasih, Mbak. Sama-sama, aku juga senang banget hari ini, akhirnya ada teman ngobrol," jawabnya tulus.

"Kalau begitu, aku pamit dulu ya," ujar Aria seraya berdiri. Murni ikut bangkit, dan mereka pun berjalan beriringan menuju pintu apartemen.

Namun begitu pintu dibuka, keduanya sontak terkejut.

Tepat saat Aria menarik daun pintu, dari arah luar tampak Kaan sedang mendorongnya untuk masuk. Gerakan mereka terhenti seketika, dan dalam sepersekian detik, tatapan mereka bertemu.

Kaan, yang baru saja pulang, menatap ke arah Aria dengan ekspresi datarnya yang khas, lalu mengalihkan pandangannya pada Murni.

Tanpa canggung, Aria menyunggingkan senyum cerahnya. "Sore, Pak Kaan!" sapanya lugas.

Namun, Kaan hanya mengangguk pelan, tanpa sepatah kata maupun senyuman balasan.

"Dadah, Murni. Sekali lagi makasih ya buat jamuannya." Ujar Aria sembari melambaikan tangan singkat sebelum melangkah pergi melewati lorong menuju lift.

Murni menutup pintu perlahan setelah sosok Aria menghilang dari pandangan. Ia menarik napas sejenak, lalu berbalik.

Kaan sudah melepas jasnya dan menaruh tas laptopnya di atas sofa. Pandangannya sempat tertuju pada meja ruang tamu, di mana tampak sepiring bolu yang tinggal separuh serta dua cangkir kosong yang belum sempat dibereskan.

Dengan sigap, Murni bergerak merapikan semuanya. Ia membawa sisa bolu dan cangkir ke dapur, sementara Kaan merebahkan dirinya ke sandaran sofa dengan gerak lelah yang tertahan.

Beberapa menit kemudian, Murni kembali dari dapur, kali ini dengan sepiring bolu yang baru ia potong. Ia meletakkannya dengan hati-hati di atas meja, tepat di depan Kaan.

"Mas mau minum apa? Teh atau kopi?" tanyanya pelan.

Kaan tak langsung menjawab. Ia menutup matanya sejenak, menarik napas panjang untuk meredakan rasa letihnya.

"...Kopi." Jawabnya akhirnya.

Murni mengangguk dan kembali berbalik menuju dapur, bersiap menyeduh segelas kopi untuk suaminya.

Tak berapa lama, Murni kembali dari dapur dengan membawa nampan berisi secangkir kopi hangat dan sepiring kukis. Dengan hati-hati, ia meletakkan nampan itu di atas meja, lalu mengambil cangkir kopi dan menyodorkannya ke depan Kaan.

"Ini kopinya mas, sama kukis dari mbak Aria." Ucap Murni sembari duduk di sisi lain sofa.

Kaan yang semula memejamkan mata, membuka matanya perlahan. Ia menegakkan posisi duduknya, lalu memandang ke arah meja. Sepiring kukis dan sepiring bolu coklat kini terhidang di hadapannya.

"Oh, ini bolu aku bikin tadi siang, mas," kata Murni, nada suaranya terdengar sedikit ceria.

Tanpa berkata apa-apa, Kaan mengambil sepotong bolu dan menggigitnya. Ia mengunyah perlahan, tetap diam tanpa menunjukkan reaksi berarti. Tak ada komentar, tak ada pujian seperti yang sempat Murni harapkan. Hanya keheningan yang menggantung di antara mereka.

Setelahnya, Kaan mengambil cangkir kopi dan menyeruput isinya perlahan. Lalu meletakkan kembali cangkir itu ke atas meja, sebelum akhirnya mengangkat tatapannya ke arah Murni.

"Tadi itu siapa?" tanyanya datar.

Murni mengerutkan dahi, merasa agak bingung dengan pertanyaan itu. "Tadi?" ulangnya pelan, "itu tadi mbak Aria. Mbak Aria yang sempat aku ceritain semalam, mas." Jawabnya ringan.

Mendengar itu, kini giliran Kaan pula yang mengerutkan alisnya.

"Aria?" batinnya, "bukannya Aria itu... seorang ibu-ibu seumuran ibu?"

Pandangan Kaan tetap mengarah pada Murni, tapi pikirannya seolah berkelana sendiri, menelaah nama yang terasa janggal dibandingkan dengan sosok perempuan yang tadi dilihatnya di depan pintu.

1
Ray Aza
jangan terlalu lama berkutat dgn konflik sayang, keburu pembacanya kabur nanti. konflik boleh tp hrs dibarengi alur cerita yg berkembang jg jgn berhenti dikonflik trs. nti kek cerita seblmnya, kelamaan di mslh klimak cerita malah ga dpt. pas tokoh utama menang mlh rasanya jd b aja
Lucy: oke deh, thanks masukannya🫶
total 1 replies
Nar Sih
ternyata org yg kelihatan baik ternyata musuh ,dan untung nya ada yg nolongin murni disaat yg tepat
Nar Sih
sebetul nya sku bingung dgn crita ini kak ,masih penasaraan dgn siapa kaan kok murni ikut jdi korban nya
Lucy: masih berlanjut kak
total 1 replies
Nar Sih
lamjutt kak ,msih binggung dgn sikap kaan
Lucy: siap kak
total 1 replies
Nar Sih
masih penasaran dgn siapa kaan yg sbnr nya kak thorr kok bnyk musuh nya
Nar Sih
aammin ,semoga ya kak ,bisa cpt dpt kerja nya,dan ditunggu lanjutan nya murni🙏
Lucy: makasih kak
total 1 replies
Nar Sih
lanjutt kakk👍
Lucy: makasih kak/Determined/
total 1 replies
Soeharto
kok jadi lebih seru bca komen nya🤣🤣
Lucy: ehehehehe
total 1 replies
Nar Sih
semoga murni baik,,sja ngk ada yg jht atau menganggu nya di saat sang suami gk ada
Nar Sih
pasti nih musuh mu dtg lgi kaan ,kmu hrus hti,,dan waspada ada istri lugu mu yg perlu kau jga
Nar Sih: siip kakk lanjutt
Lucy: Kayaknya Murni ini harus dimodifikasi lah🗿
total 2 replies
Nar Sih
murni cerminan istri yg soleha untuk mu kaan ,dia nurut apa kta suami dan patuh bersyukur lah kmu punya istri seperti murni ,walau pernikahan kalian mendadak ,dn blm ada rasa cinta ,tpi yakin lah rasa itu akan tumbuh dgn berjln nya waktu
Nar Sih
murni ,stlh ini kmu harus siap ,,jdi wanita tangguh msuk dlm keluarga suami mu yg bnyk memusuhi nya
Lucy: nah ini aku dalam masa persiapan kak buat mengotak-atik Murni/Determined/
total 1 replies
Nar Sih
murni pasti kaget begitu masuk rmh suami nya seperti masuk istana dogeng ,
Lucy: banget
total 1 replies
Ray Aza
yuuuuuhhhh.... peran murni makin tenggelam euy!
ga cocok msk ke circle kaan. 😅😅😅
aq plg ga suka sm tokoh pajangan yg bermodal baik hati & cantik aja tp ga pny kontribusi apa2 di alur cerita. 🤣🤣🤣
Lucy: nice, thanks sarannya😭🫰
Ray Aza: lha ampe eps 20 peran murni sbg tokoh utama blm keliatan sm sekali e. awal nongol mlh jd tokoh tertindas dibully sana sini, strata sosial rendah, pendidikan minim, pekerjaan pilu, fisiknya cantik ga sih? lupa diskripsinya. wkwkwkkk... artinya sejak awal ga kenotice jd hilang dr memori. terlalu berat manjat ke circle kaan. ayo sis km gembleng dl biar kek tokoh cewe di novel seblmnya. sdh ga jamannya cewek cm sebagai obyek
total 3 replies
Nar Sih
penasaran nih kak sbnr nya siapa kaan sbnr nya kak bnyk musuh dan siapa wanita itu
Nar Sih: siiap kak ,mohon up tiap hari ya kak👍🙏
Lucy: bakal terjawab di chapter selanjutnya
total 2 replies
Nar Sih
kira,,siapa pelaku pemembakan itu ya ,mungkin kah musuh kaan..hnya othor yg tau
Lucy: /Proud/
total 1 replies
Nar Sih
semagat y murni jgn sedihh ..suami mu pasti menjaga mu ,trus kira,,siapa yg telpon kaan ,semoga bukan org jht ya
Nar Sih
mungkin memang awal blm ada rasa antara kalian tpi ...yakin lah cinta pasti dtg pada kalian dgn berjln nya waktu ,murni kmu harus siap ikut i suami mu ya
Lucy: oke kak
Nar Sih: ditunggu bab selanjut nya kakk👍
total 3 replies
Nar Sih
dasar orang kok aneh lastri,iri dengki dgn saudara sendiri ,
Lucy: ya biasa kan kalau emak" rempong itu emang gitu kak
total 1 replies
Nar Sih
waah...bu lastri mulai panas nih dan pasti nya disertai iri dengki pada kehidupan murni sekeluarga yg notaben nya msih keluarga nya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!