Keberanian tidak akan pernah absen dari ketakutan.
Orang berani bukan berarti mereka tidak pernah merasa takut, akan tetapi mereka berhasil menaklukkan rasa takut itu.
Hanya karena kau pernah gagal lalu terluka di masa lalu, bukan berarti semua yang kau hadapi sekarang itu sama dan menganggap tidak ada yang lebih dari itu.
Kau salah . . . . . !!!
Briana Caroline MC.
Yang arti nya KEBERANIAN, TANGGUH, KUAT DAN PENAKLUK DUNIA.
Tidak seperti arti dari namanya yang diberikan orang tuanya. Justru malah sebalik nya.
Bayang-bayang dari masa lalunya membuat dia TRAUMA. Itulah yang membuatnya selalu menghindari apapun yang akan masuk ke dalam hidupnya.
Dia lebih memilih untuk lari ketimbang menghadapinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fidha Miraza Sya'im, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
#Teng . . . Teng . . . Teng . . .
Terdengar bunyi lonceng ke seluruh sekolah, itu menyatakan bahwa waktunya pulang. Briana langsung menghidupkan mesin mobilnya dan berlalu ketika gerbang sekolah sudah di buka oleh pak satpam.
Tak berbeda dengan yang lainnya, sebagian siswa berhamburan keluar dari kelas. Ada yang berjalan dengan tergesa-gesa, ada yang jalan terlalu santai dan ada sebagian siswa lagi masih menetap di dalam kelas sedang bersiap-siap untuk pulang alias berdandan (siswa cewek).
"Loe mau kemana? Tumben-tumbenan dandan kayak gini? Apa lagi ini? Kok tumbenan banget gaya rambut loe di ikat separuh seperti itu? Malah enggak pakai bando lagi". Raysha terheran melihat Anya sedang berdandan tak seperti dirinya yang memiliki ciri khas selalu memakai bando.
"Iya hari ini Bobby mau menjemput gue, abis itu kami mau jalan-jalan fu fu fu. Terus Bobby kurang suka dengan gaya gue yang selalu pakai bando, dia bilang gue kayak cewek cupu. Dan dia sukanya sama cewek yang sedikit dewasa dan menawan. Makanya gue ubah gaya gue jadi seperti ini untuk dia". Ujarnya sembari memberikan sentuhan terakhir pada wajahnya.
Raysha menggelengkan kepalanya.
"Itu sama saja dia enggak mau nerima elo apa adanya. Lagian lu beneran pacaran sama tuh cowok?".
"Ray . . . Elo itu tahu apa soal beginian? Pacaran saja elo enggak pernah, gimana mau faham. Dia itu bukannya enggak mau nerima gue apa adanya. Tapi Bobby maunya gue berubah menjadi yang lebih baik. Itu tandanya dia sayang sama gue, dia perhatian sama penampilan gue. Kan untungnya di gue, gue jadi kelihatan makin cantik fu fu fu fu". Anya begitu percaya diri namun secara tidak ia sudah merendahkan Ray.
Raysha memutar bola matanya dan mulai malas menanggapi Anya yang sudah berubah.
"Sudahlah. Gue mau cabut". Raysha beranjak meninggalkan Anya sendirian di dalam kelas.
"Ray . . . . Tungguin gue donk . . . .". Teriaknya, namun Raysha tak menghiraukannya.
....
Raysha memarkirkan motor gede miliknya ke dalam bengkel milik keluarganya. Ia sangat tidak bersemangat.
"Raysha . . . Nanti setelah kamu beberes kamu kesini ya, bantuin Papa". Seorang pria paruh baya yang muncul dari dalam kios meneriaki Raysha ketika beliau melihatnya berjalan masuk ke dalam rumah.
"Hmmp . . . Iya Pa . . .". Jawabnya dengan nada lemah sembari berjalan menuju ke dalam rumah.
"Kenapa sih tuh anak? Pulang-pulang tampangnya lemas gitu". Beliau bergumam dan sedikit khawatir pada anak sulungnya itu.
Raysha merebahkan badannya ke atas tempat tidurnya. Berulang kali ia menghela nafasnya yang terasa berat.
Berulangkali ia memijat-mijat dahinya yang terasa tegang. Ia memikirkan tentang hubungannya bersama Briana dan Anya yang kini sudah hancur, bahkan ia sudah tidak bisa lagi mengenali karakter mereka satu sama lain.
"Huuufffffft. . . . Kenapa kita jadi seperti ini? Huuuuuuuuuuuuuuh". Gumamnya lalu beranjak keluar dari kamarnya.
....
Waktu begitu cepat berlalu, kini sudah tiba di hari dimana hari kelulusan mereka. Semua murid kelas 3 berantusias berbaris dengan rapi di lapangan sekolah, untuk pengumuman yang sudah mereka nanti-nantikan.
Pengumuman itu pun telah tiba. Seorang laki-laki paruh baya yang biasa dikenal dengan Pak Kepala sekolah berdiri di atas panggung yang sudah di persiapkan oleh panitia terlebih dahulu, beliau mengumumkan kelulusan mereka serta mengumumkan tentang prestasi yang didapati oleh Briana dan Ryo yang pernah diberitahukan oleh Pak Joko tempo lalu.
Pak kepala sekolah meminta keduanya untuk naik ke atas panggung untuk bergabung dengan beliau dan memberikan penghargaan khusus untuk mereka berdua.
Semua murid bersorak dan bertepuk tangan dengan riuh. Ryo tersenyum bangga pada dirinya sedangkan Briana hanya memasang wajah datar sembari melihat ke depan. Pak kepala sekolah memberikan sebuah penghargaan untuk keduanya serta Pak Joko selaku wali kelas mereka.
Tanpa basa-basi Briana meninggalkan panggung beserta guru-guru dan Ryo usai mereka mengambil foto bersama. Bahkan ia juga melewatkan sesi pidato yang harusnya ia bawakan bersama dengan Ryo. Dia benar-benar tidak perduli sehingga semua mata tertuju pada Briana, tak terkecuali Ryo yang tersenyum lebar melihat tingkahnya. Kemudian ia mengalihkan mereka dengan mengajak mereka berfoto bersama kembali agar mereka tidak menghiraukan kepergian Briana.
Di tengah-tengah barisan diantara para murid, Raysha diam-diam keluar dari barisan lalu mengikuti Briana.
Raysha berlari mengejar Briana.
"Bri . . . Briana". Teriaknya.
Briana membalikkan badannya, lalu berpaling kembali ketika ia melihat sosok Raysha lah yang memanggil dirinya. Ia tidak menghiraukan Raysha dan terus berjalan menuju ke kelas.
"Fuuuhht".
Tiba-tiba seseorang memegang pundak Raysha dan mengagetkannya.
"Oh ya ampun". Sontaknya ketika ia menoleh ke belakang. Ia melihat Ryo yang ada di hadapannya itu.
"Sudah! Enggak usah elo kejar. Dia masih marah sama elo, beri dia waktu". Pintanya.
"Bukan marah lagi, mungkin dia sudah benci sama gue dan mungkin dia enggak bakalan mau kenal sama gue lagi gara-gara si Anya". Raysha berkata dengan lirih.
"Hmm . . . Kok gara-gara Anya saja? Kan gara-gara perbuatan elo juga, masa elo menyalahkan Anya doank, elo kan juga salah. Elo juga terlibat kali". Ryo berkata seakan menyindir Raysha.
"Fuhht . . . Iya gue akui kalau gue juga salah tapi gue sama sekali enggak punya tujuan yang jahat ke dia. Mungkin awalnya gue emang punya tujuan untuk ngedeketin Briana tapa setelah gue kenal dia, gue benar-benar tulus berteman sama dia dan nyaris melupakan tujuan awal gue ke dia. Semua orang pasti salah paham sama gue, kalian pasti mengira gue juga sama dengan Anya". Raysha mengakuinya.
"Ya sudah! Mungkin ini jadi pelajaran juga buat lho atas niat lo yang awalnya ingin memanfaatkan Briana. Tapi kalau memang elo benar-benar tulus sama dia, cepat atau lambat Briana akan merasakan ketulusan elo dan mau memaafkan elo". Ryo begitu bijak berbicara pada Raysha.
"Yaa mungkin ini hukuman juga buat gue, biar gue sadar kalau untuk menjalin sebuah hubungan harusnya tanpa niat apapun. Dan mudah-mudahan Briana mau memaafkan gue. Oh ya! By the way, congratulation ya untuk prestasi yang sudah elo capai selama ini". Raysha berkata dengan tulus kemudian mengulurkan tangannya pada Ryo.
Ryo menyambut nya.
"Thank you. Elo juga selamat karena akhirnya lo sudah lulus, he he he".
"Aah elo... Kalau itu enggak perlu diselamati. Ngeledek saja elo". Ray menjitak kepala Ryo.
"Ha ha ha bukan ngeledek loh. Itu juga harus di kasih reward sebagai prestasi karena kita sudah berhasil melewati tahapan 3 tahun ini. Itu suatu kebanggaan juga kali". Ryo berkata sembari merapikan rambutnya.
"Hmm iya iya, makasih banyak".
"He he he, ya sudah gue balik lagi ke sana ya, soal nya tadi gue permisi sebentar ke toilet, enggak enak kan kalau di tungguin he he he". Ucapnya melirik ke arah sekumpulan siswa yang berada ditengah lapangan sekolah.
"Iya iya, pergi sana, entar fans-fans loe ngilang kalau loe nya kelamaan he he he". Raysha mengusir Ryo.
"Ha ha ha bisa saja elo. Oh ya entar kalau ada waktu gue mau ke bengkel elo soalnya gue mau benerin mobil gue". Kemudian ia berlari.
"Oke siap gue tunggu kedatangan loe". Raysha menjawab melihat Ryo berlari kembali ke lapangan.
Lalu matanya tertarik pada satu pandangan yang tak biasanya. Ia melihat Anya berjalan lemas, wajahnya tampak pucat dan lesu. Raysha pun menghampirinya.
"Elo kenapa Nya? Elo sakit ya? Muka elo pucat gitu, yok kita ke UKS". Raysha bergerak menggandeng tangan Anya lalu memapahnya menuju ke UKS namun Anya menolaknya.
Anya menggelengkan kepalanya.
"Enggak usah. Kita ke kelas saja, gue enggak mau ke UKS".
"Elo itu lagi sakit, harusnya ke UKS bukannya ke kelas. Kalau enggak gue panggil saja dokter UKS nya ke sini, biar dia meriksa elo". Raysha sedikit memarahinya.
"Gue enggak mau Ray, gue mau ke kelas saja". Anya bersikeras menolak sembari menepis tangan Raysha.
"Ya sudahlah! Terserah lo saja". Raysha terlihat kesal namun tetap membantunya untuk berjalan menuju ke kelas.
Tak disangka ternyata Briana berada didalam kelas sendirian sambil mendengarkan musik melalui earphone nya. Ia sempat melirik sekilas ke arah Raysha yang memapah Anya ke bangkunya lalu bersikap cuek.
"Kan sudah gue bilang tadi, elo itu sarapan dulu. Kalau elo tadi sarapan, elo enggak bakalan kayak gini waktu baris". Raysha masih memarahinya.
Anya hanya diam tak menghiraukan omelan Raysha.
Raysha sibuk menyodorkan sebungkus roti dan secangkir air mineral pada Anya. Sedangkan Briana memutuskan untuk beranjak keluar dari kelasnya.
Dengan berbarengan Anya pun berlari keluar kelas sembari memegang perutnya dan menutup mulutnya hingga ia tidak sengaja menabrak Briana yang hendak keluar.
"Ouullwweeekk . . . ". Anya merasa mual lalu muntah.
"Nya . . . Anya". Raysha berteriak memanggil Anya yang sudah ngacir menuju ke toilet.
Sedangkan Briana tersenyum sinis. Sepertinya ia tahu apa yang terjadi pada Anya.
Raysha pun melirik Briana lalu berjalan mendekatinya.
"Hai Bri, selamat ya atas prestasi yang sudah elo capai". Raysha mengulurkan tangannya pada Briana.
Briana mengacuhkannya sehingga ia menyimpan kembali uluran tangannya.
"Oh ya, Pasha adek gue kemarin nanyain elo, dia bilang kenapa elo sudah enggak pernah lagi ke rumah. Terus dia nitipin ini buat elo". Raysha menyodorkan secarik kertas berwarna biru.
Briana masih enggan meraih surat itu.
"Itu surat dari dia buat elo, katanya dia rindu sama elo makanya dia buat surat ini untuk loe. Mm . . . . Gue keluar dulu ya, mau lihat kondisi Anya". Meski Briana tidak menyambut surat itu namun Raysha tetap memberikannya pada tangan Briana.
Dan Briana hanya terdiam menatap kertas tersebut lalu meremasnya dalam genggamannya.