Kupikir aku akan bahagia menikah dengan seorang Arjuna Raka Sastrowardoyo. Wajahnya yang sangat tampan dengan tubuh atletis tenyata tak bisa memberikan kenikmatan di ranjang.
Pria itu impoten dan mempunyai keanehan lain saat berada di ranjang.
Aku merasa kecantikan dan kemolekan tubuhku tak berguna. Hanya saja ia sangat baik dan loyal padaku. Semua hartanya yang banyak itu bebas aku gunakan yang penting ia puas menyiksaku.
Aku tidak tahu apakah aku akan bertahan atau memilih mencari kebahagiaan lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bhebz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Bidadari Cantik
"Bukankah om yang mengawasi tempat ini? Lalu kenapa kita bisa kecolongan seperti ini?" tanya Arjuna lagi dengan tatapan lurus ke wajah pucat Dimas.
"Ka-kalau yang itu a-aku juga tidak tahu Jun. Itu pasti masalah pimpinan proyeknya yang tidak becus mengurus semua ini," balas Dimas dengan suara tercekat di tenggorokannya. Ia gugup dan Arjuna sudah mulai bisa menebak apa yang terjadi.
"Aku akan melaporkan hal ini di kantor polisi terdekat om. Kalau begini terus caranya maka pengerjaan proyek ini tak akan bisa berjalan dengan baik. Kita akan mengalami kerugian sementara perampok itu malah akan mengalami keberuntungan."
"Betul sekali Jun, aku setuju dengan apa yang kamu pikirkan. Kita lapor saja kejahatan yang terjadi di tempat ini agar kita bisa bekerja dengan sangat baik," timpal Vincent dengan dua jempol ia angkat di depan wajahnya.
"Hum ya. Setelah aku melihat langsung semua hal di sini. Aku dan kamu akan ke kantor polisi terdekat," putus Arjuna kemudian melanjutkan langkahnya memeriksa hasil pengerjaan di tempat itu.
Dimas sendiri merasa kakinya sangat berat dan terasa sangat lengket pada tanah. Ia tak bisa melangkah karena merasa takut.
Arjuna tersenyum di dalam hati saat melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh adik dari papanya itu. Ia sudah semakin yakin kalau pria itulah yang menjadi dalang terhambatnya pembangunan di tempat ini.
Vincent pun mengajak Arjuna berkeliling, melihat semua hasil kerjanya yang sudah hampir pada tahap finishing. Ia tetap menunggu instruksi lagi dari pria yang sangat cakap dalam hal yang berhubungan dengan bangunan dan perencanaannya itu.
"Ternyata semuanya sudah sangat bagus sesuai dengan yang aku harapkan Vin."
"Terimakasih banyak Jun. Yang jadi masalah adalah keamanan yang akhir-akhir ini semakin meresahkan. Kalau dibiarkan terus maka kita akan rugi besar. Alat dan bahan semakin hari semakin berkurang."
Arjuna mengangguk paham. Ia juga sudah mengkalkulasi kerugian ya akan kita alami jika terus-menerus seperti ini.
"Ini sudah sore, apa kita melaporkan langsung masalah ini di kantor polisi atau kita mengumpulkan dulu para pekerja dan meminta keterangan mereka?" tanya Arjuna meminta pendapat Vincent.
"Aku sudah sering mengobrol dengan mereka dari hati kehati agar mereka jujur jika seandainya ada yang tahu atau terlibat dalam perampokan ini dan mereka mengatakan kalau ada orang-orang yang tidak mereka kenal dan merupakan suruhan om Dimas," ucap Vincent memberikan informasinya.
Wajah Arjuna tampak berubah warna.
"Aku tahu kamu juga mungkin mencurigai om kamu Jun. Makanya itu aku tidak langsung melaporkan hal ini pada polisi dan meminta kamu datang sendiri untuk melihatnya langsung. Aku khawatir salah mengambil keputusan dan mempermalukan keluarga besar kamu."
Arjuna menghela nafasnya yang terasa sangat berat. Sudah banyak laporan tentang sepak terjang Om Dimas di dalam kehidupannya dari yang umum sampai yang sangat khusus sekalipun.
"Terimakasih banyak Vin. Aku akan bicara pada Om Dimas terlebih dahulu. Aku ingin mendengarkan penjelasannya sendiri sebelum ia masuk ke dalam tahanan," ucap Arjuna tersenyum tipis.
Sungguh ia sangat malu dengan keadaan ini karena ternyata orang terdekatnya sendiri yang ingin mengganggu dan menghancurkan semua usaha yang telah dibangunnya dengan susah payah.
Ia khawatir orang-orang yang bekerja padanya jadi tidak percaya padanya lagi kalau ia tidak bisa adil. Pria itu pun langsung meraih handphonenya dan menghubungi pria paru baya itu agar segera datang menemuinya di sebuah tempat.
"Baiklah Vin, sehabis magrib om Dimas akan datang. Kita akan menemuinya di alun-alun untuk meminta pertanggung jawabannya atas apa yang sudah ia lakukan pada proyek ini."
"Ah ya. Itu ide yang sangat bagus. Kita bicarakan secara kekeluargaan terlebih dahulu, kalau tidak mendapatkan hasil yang baik barulah kita laporkan ke kantor polisi," ucap Vincent setuju.
Arjuna tersenyum dan menepuk bahu sahabatnya itu dengan mengucapkan terima kasih.
Setelah itu mereka pun mendatangi sebuah rumah sederhana tempat Vincent selama ini mengontrak selama mengawasi pengerjaan proyek ini.
Waktu sudah sore, mereka perlu menyegarkan diri mereka dan beristirahat sejenak sebelum bertemu dengan Dimas.
Setelah mandi dan sholat magrib, seorang gadis muda mengetuk pintu rumah itu yang langsung dibuka oleh Arjuna.
"Maaf pak. Saya bawa masakan dari ibu untuk bapak makan malam," ucap gadis itu sembari menyerahkan sebuah rantang di tangannya. Arjuna menerima benda yang terbuat dari stainless itu dengan teka-teki di kepalanya.
Siapa ini yang datang-datang bawa rantang untuk Vincent, apa jangan-jangan?
"Makasih ya mbak," ucap Arjuna pada gadis itu.
"Iya pak sama-sama. Rantangnya nanti saya ambil besok pagi saja pak," balas gadis itu lalu pergi tanpa banyak berbasa-basi lagi padanya.
"Siapa?" tanya Vincent yang baru saja keluar dari kamar. Ia mendengar percakapan Arjuna dengan seseorang dari dalam kamarnya. Ia yang baru selesai sholat hanya menggunakan sarung dan baju koko serta peci di atas kepalanya.
"Kayaknya sih bidadari baik hati Vin. Dia bawa makanan untuk kita," jawab Arjuna tersenyum.
"Bidadari? Bu Siti kamu lihat sebagai bidadari?" ucap Vincent dengan wajah ingin tertawa.
"Jangan-jangan kamu lagi rindu sama Mayang nih sampai Bu Siti yang umurnya sudah 60 tahun itu kamu lihat seperti bidadari, hahaha!"
Arjuna langsung mendengus. Ia jadi ingat kalau belum memberi kabar pada istrinya kalau ia sudah sampai di tempat itu.
May, nanti sebelum tidur saja aja hubungi kamu sayang, ucapnya dalam hati.
"Dahlah, Bu Siti harus menggratiskan makanan ini karena ia sudah menjadi bidadari dalam semalam, hahaha!" Vincent kembali tertawa.
"Bu Siti? Siapa Bu Siti yang selalu kamu sebut-sebut ?"
"Apakah Bu Siti udah tua atau masih muda?" tanya Arjuna bingung. Pasalnya yang bawa rantang tadi bukan ibu-ibu tapi seorang gadis muda yang mungkin seumuran dengan Mayang istrinya.
"Bu Siti itu adalah perempuan tua yang punya warung makan di depan lokasi proyek. Dia itu sering ngantar makanan kesini karena aku yang minta. Daripada aku masak sendiri dan hasilnya sangat tidak memuaskan. Lebih baik aku catering aja sama Bu Siti yang masakannya okeh punya." Vincent menjelaskan panjang kali lebar seraya meraih rantang di tangan Arjuna.
"Oh gitu toh ceritanya. Kalau begitu, hati-hati lho buka isi rantangnya," ucap Arjuna dengan ekspresi horor.
"Kenapa?" tanya Vincent bingung.
"Yang datang tadi bukan Bu Siti tapi gadis cantik yang rambutnya panjang dan bolong punggungnya Vin."
"Hah? Yang bener ah. Kunti dong," balas Vincent seraya menyimpan rantang itu di atas meja.
"Hahahaha!" Arjuna tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi sahabatnya yang tiba-tiba berubah takut.
"Kamu tidak bohong bukan?" tanya pria itu dan tatapan lurus pada wajah Arjuna.
"Bohong apaan?" Arjuna balas bertanya.
"Ya soal Bu Siti yang berubah jadi bidadari cantik."
"Hahaha! Kayaknya matamu sudah perlu melihat yang segar-segar Vin!"
"Mungkin saja Jun. Aku juga butuh vitamin mata. Aku udah bosan lihat bahan bangunan saja setiap hari."
"Hahahaha!" Arjuna kembali tertawa.
🌺
*Bersambung.
Like dan ketik komentar agar author semangat updatenya oke?