Nizma Aida Mahfud, gadis cantik putri sulung dari Ustad Yusuf Mahfud, pemimpin pondok pesantren Al Mumtaz. Berparas cantik dan lulusan Al-Azhar Kairo membuat dirinya begitu didamba oleh semua orang.
Namun dia harus menerima kenyataan ketika sang Abah menjodohkannya dengan seorang pria bernama Bagas Abimana. Pria menyeramkan penuh tatto di sekujur tubuhnya dan merupakan ketua geng preman penuh masalah dan jauh dari Tuhan.
Sebagai seorang putri yang berbakti akhirnya Nizma menerima perjodohan itu meski banyak pihak yang menentang.
Akankah Nizma mampu menaklukkan hati seorang Bagas yang sekeras batu? mungkinkah Bagas akan berubah menjadi sosok imam yang baik bagi Nizma? ikuti terus kisah rumah tangga dengan bumbu cinta didalamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siska Dewi Annisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 salah paham
Dengan langkah gemetarnya Nizma pergi meninggalkan restoran itu. Tak sanggup dirinya berlama-lama melihat suaminya yang tengah bermesraan dengan wanita lain.
Dan yang paling membuatnya kecewa adalah Bagas yang lebih memilih bertemu dengan perempuan lain terlebih dahulu dibanding dirinya.
Hati Nizma terasa seperti dihempas dengan benda keras hingga membuatnya begitu sakit. Sesakit ini saat harapannya sejak berhari-hari terpatahkan oleh kenyataan.
Bayang-bayang Nizma akan senyum indah Bagas sembari memeluknya untuk melepas rindu harus pupus seketika. Kini yang ada hanya sebuah tangis pilu penyesalan.
"Astaghfirulloh.. Kenapa sesakit ini. Kenapa abang tega." Isak tangis Nizma tak terbendung lagi meski dirinya sedang mengendarai motor matic Uminya.
BBRAAKKK....
Suasana hati Nizma yang kacau membuatnya tak fokus di jalanan hingga tanpa sengaja dirinya menabrak trotoar.
"Aakkhh.." Nizma memekik kesakitan saat tubuhnya langsung jatuh membentur kerasnya aspal
Orang-orang yang ada di sana langsung berhambur menghampiri Nizma. Mereka dengan segera menolongnya.
"Astaghfirulloh.. Ustadzah Nizma." ucap salah seorang ibu-ibu yang mengenalnya.
"Ya Allah, kaki ustadzah terluka. Kita bawa ke klinik ya." dengan cepat orang-orang itu membawa Nizma ke klinik terdekat karena beberapa luka di kaki dan lengan Nizma.
Sementara Bagas yang terkejut hendak menemui Nizma namun lengannya digenggam erat oleh Dira.
"Kita baru bertemu dan kau mau pergi Bagas?" ucap Dira yang menyimpan kegirangan.
"Lepas Dira. Kau benar-benar kelewatan. Jangan menyentuhku lagi karena aku sudah menikah." be tak Bagas.
"lalu kenapa? Kau takut dengan istrimu? Sejak kapan seorang Bagas bisa takut sama istri?" Cibir Dira.
"cukup jangan banyak bicara. Aku menghormatimu karena ayahmu tapi kali ini kau keterlaluan. Jangan pernah menemuiku lagi. Kita tidak ada urusan." Bagas Menghempas tangan Dira dan berlari mencari Nizma namun sia-sia. Nizma sudah pergi.
Tak ingin berlama-lama Bagas langsung berlari menuju mobilnya. Kebetulan Roy sudah pulang lebih dahulu sehingga dia mengendarai mobilnya sendiri.
"Nizma pasti marah besar." Bagas begitu kalut. Dia hendak menghubungi Nizma namun sialnya ponselnya mati karena kehabisan daya.
Akhirnya dia langsung tancap gas menuju kediaman ustad Yusuf.
"Assalamualaikum." Bagas memasuki kediaman ustad Yusuf dan mencari keberadaan Nizma.
"Waalaikumsallam. Sudah pulang Bagas? Lancar perjalanannya?" tanya Ustad Yusuf.
"Alhamdulillah lancar abah. Nizma dimana ya Abah?"
"Tadi dia keluar katanya beli kopi kesukaan kamu. Tapi sampai sekarang kok belum balik." jawab Ustad Yusuf.
Bagas langsung menghela nafas kasar. Dia begitu merasa bersalah atas kejadian tadi.
"Biar Bagas yang menyusul Nizma abah." Bagas hendak pergi mencari Nizma namun baru saja hendak bangkit dari tempat duduknya tampak suara beberapa orang di luar.
"Ada apa abah? Kok sepertinya ada tamu." Ustadzah Mia penasaran.
Bagas dan Ustad Yusuf pun berjalan ke depan dan alangkah terkejutnya saat melihat Nizma tengah dipapah oleh dua ibu-ibu.
Nizma tampak meringis kesakitan dengan kaki yang diperban serta gamisnya yang tampak terkoyak.
"Astaghfirulloh Nizma." Pekik Ustad Yusuf dan Bagas langsung meraih tubuh Nizma dan fia gendong ke dalam.
"Kamu kenapa bisa begini sayang?" Bagas begitu panik melihat keadaan Nizma yang cukup kacau.
"Ya Allah, Nizma kenapa sayang?" Ustadzah Mia pun tak kalah terkejutnya.
"Nizma jatuh dari motor umi... Hiks.." Nizma baru menjawab saat Ustadzah Mia yang menanyainya.
"Sayang, lain kali hati-hati ya. Tapi bagaimana apa ada sesuatu yang parah? Sakit sekali ya nak?" Ustadzah Mia mengusap air mata Nizma yang terus membasahi wajah cantiknya.
"Sakit umi... Sakit banget.. Hiks." Nizma menangis di pelukan ustadzah Mia.
Sementara Bagas yang berdiri disampingnya hanya bisa mengutuk dirinya sendiri. Dia semakin merasa bersalah.
"Ya sayang, sabar ya nak. Umi buatkan teh hangat dulu buat kamu ya. Mau istirahat di kamar aja?"
"iya." Nizma mengangguk.
"Biar abang yang antar ke kamar ya." ucap Bagas kemudian.
"Umi bisa antar Nizma? Mau diantar umi." Nizma benar-benar tak mengindahkan ucapan Bagas.
Akhirnya Ustadzah Mia pun memapah Nizma menuju kamarnya dengan diikuti Bagas dari belakang. Berulang kali Bagas hendak membantu Nizma namun dia langsung menepisnya.
Setelah Nizma merebahkan diri di atas ranjang Ustadzah Mia pun keluar kamar. Kini Bagas langsung menutup pintunya dan mendekati sang istri.
"Sayang, maafkan abang. Ini semua pasti gara-gara abang kan?" Bagas mencoba meraih tangan Nizma. Namun gadis itu langsung menepis dan membuang muka.
Hatinya terasa begitu sesak saat melihat Bagas. Dia langsung teringat saat kejadian di restoran tadi.
"Sayang, ini semua salah paham. Abang akan menjelaskan." Bagas masih mencoba untuk membujuk Nizma.
Namun tetap saja Nizma sama sekali tak mengindahkan perkataan Bagas. Hatinya terlalu sakit bahkan ingin mengeluarkan kata-kata pun rasanya sungguh sulit.
Bagas tak menyerah. Kini dia beranjak duduk di atas ranjang tepat disamping Nizma. Dipeluknya tubuh istrinya itu sambil mengecup lembut puncak kepalanya yang tertutup hijab.
Tangis Nizma semakin pecah saat Bagas melakukan hal itu. Pelukan yang seharusnya bisa menghangatkan tubuhnya kenapa kini terasa begitu menyakitkan.
"Lepas abang." Nizma akhirnya meronta.
"Sayang, maafkan abang." Bagas tetap memeluk Nizma dengan erat.
"abang aku capek. Tinggalin aku sendirian." tangis Nizma terasa begitu sesak.
"Nggak sayang, abang nggak mau tinggalin kamu. Abang mau temani kamu." ucap Bagas.
"Setelah semua ini. Abang tahu nggak sih hancurnya perasaan aku. Aku benci abang. Abang jahat. Aku lelah abang aku... " Nizma hendak meneruskan ucapannya namun langsung dipotong oleh Bagas.
"Ku mohon jangan Nizma. Abang akan jelaskan semuanya. Tapi tolong jangan benci abang." ucap Bagas memelas.
"Buat apa aku bertahan kalau abang sendiri masih memiliki hubungan dengan wanita lain. Abang anggap apa aku ini."
"Kamu istriku Nizma. Dan akan selalu seperti itu. Dan abang nggak pernah punya hubungan dengan wanita lain. Dia, dia bukan siapa-siapa abang." mohon Bagas.
"Hah, bukan siapa-siapa. Itu lagi yang abang katakan tentang wanita itu tapi kenyataannya apa? itu bukan penjelasan abang. Itu terlalu abu-abu dan semakin kesini kecurigaanku tentang abang semakin besar." kini Nizma menatap Bagas dengan tajam.
"Demi Allah aku tidak ingin menjadi istri yang durhaka karena memiliki rasa tidak percaya sampai mencurigai suami dengan rasa cemburu, hal itu haram dalam agama. Tapi abang sendiri yang sudah menyebabkan semua ini. Aku harus bagaimana?"
"Baiklah, aku akan menjelaskan semuanya. Tapi tolong dengarkan abang baik-baik." Bagas menghela nafas panjang.
"Wanita itu bernama Dira, dia putri dari Tuan Prabu, klien yang kemarin abang kawal ke Singapura. Sudah lama dia menginginkan abang tapi sedikitpun abang tak pernah memiliki perasaan apapun kepadanya. Sikapnya memang sedikit keterlaluan itulah sebabnya abang ingin menemuinya dulu sebelum dia menghasut kamu. Karena dia mengancam Abang akan menghasut kamu. Abang nggak mau kamu dengar kebohongan dari mulut orang lain." akhirnya Bagas menceritakan semua tentang Dira.
Nizma terdiam sejenak. Dia menatap netra Bagas yang menatapnya dengan begitu lekat. tatapan itu tampak begitu tulus.
"Beneran?"
Bagas mengangguk diiringi dengan senyuman. "iya sayang. Sumpah demi Allah abang nggak bohong."
"tapi abang apa sudah cinta sama aku?" tanya Nizma kemudian.
"Apa sikapku selama ini belum menjawabnya?"
"Abang nggak pernah mengatakannya secara langsung." protes Nizma.
"Harus ngomong langsung?"
"hmmm..."
"ABANG CINTA KAMU NIZMA...." dengan lantang Bagas mengucapkannya hingga terdengar sampai keluar kamar.
Sementara Ustadzah Mia hanya bisa menahan senyum mendengar kedua anaknya sudah akur.
...****************...
Sama cntik
ahhh.. pinisirin.
lanjut thor