Rere pikir, jika hanya dia yang mencintai suaminya, maka itu sudah cukup untuk mempertahankan rumah tangga mereka. Karena sebelumnya, dia berpikir bisa membuat suaminya jatuh cinta setelah mereka menikah.
Namum, satu setengah tahun usia pernikahan, Rere baru sadar, jika apa yang ia usahakan tidak sedikitpun membuahkan hasil. Sang suami malah mencintai adik tiri yang hidup bersama Rere sejak masih kecil.
Akankah Rere langsung menyerah setelah mengetahui kenyataan pahit itu? Atau, apa mungkin dia akan memilih melepaskan sang suami begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
'30
Dani pun mengikuti apa yang Rere katakan. Sementara itu, Alvin yang mendengar obrolan Rere dengan seseorang melalui telepon pun mengizinkan Rere untuk pergi meninggalkan cafe itu sekarang.
...
"Bapak tidak akan memaafkan kamu, sebelum hubunganmu dengan Rere membaik."
"Tapi aku tidak tahu caranya agar bisa baikan lagi dengan Rere, pak. Bapak sendiri tahu, bukan? Rere ingin berpisah denganku. Bagaimana mungkin hubungan kami bisa membaik jika ia ingin pergi dari hidupku."
Rohan terlihat sangat gusar sekarang. Yah, dia mengikuti apa yang ibunya katakan. Tetap tinggal di rumah orang tuanya meskipun hatinya saat ini sedang sangat amat cemas dengan keadaan Amira.
"Kamu hanya punya satu cara, Han. Yakinkan Rere jika kamu bisa belajar mencintainya. Tinggalkan Amira untuk selama-lamanya." Ibu Rohan memberikan saran serupa seperti sebelumnya.
Saran yang sangat membuat hati Rohan tidak nyaman. Meskipun ia tahu, memang hanya itu satu-satunya cara agar bisa berbaikan dengan Rere.
"Tapi ... bagaimana kalau cara ini tidak berhasil? Rere itu sulit untuk di tebak, bu, pak. Jika dia tetap ngotot, bukankah aku akan kehilangan kedua-duanya sekaligus?"
Bapak dan ibu Rohan saling bertukar pandang sesaat. Lalu, si bapak langsung berucap kembali. "Terserah padamu, Rohan. Yang jelas, semua ini adalah kesalahan yang kamu perbuat sendiri. Maka bapak tidak akan pernah berada di pihak mu. Bapak tetap berada di pihak Rere apapun keputusan yang akan Rere ambil."
Setelah berucap, bapak Rohan langsung bangun dari duduknya. Orang tua itu terlihat sedang sangat kesal. Tapi, masih sudah sedikit lebih bain dari pada saat Rohan pertama datang ke rumah ini tadi siang.
"Tapi, pak. Anak bapak itu aku, bukan Rere." Rohan berucap cepat sebelum bapaknya meninggalkan ruang keluarga rumah mereka.
Sontak, si bapak langsung menoleh dengan tatapan tajam yang menusuk. "Karena kamu anak aku, aku tidak akan berada di pihak mu setelah semua ulah yang kamu perbuat. Aku malu punya anak seperti kamu, Rohan. Sudah di besarkan dengan sangat baik. Eh, setelah besar malah tidak punya perasaan. Bikin aku hilang muka."
"Harus aku letakkan di mana muka ini saat aku bertemu dengan Haris nanti, Rohan? Dia itu sudah banyak membantu kita selama ini. Menyekolahkan kamu, juga adik-adikmu. Apa kamu tidak ingat itu, hah!"
"Tapi Amira juga anak papa Harus, Pak. Dan, papa Haris tidak keberatan jika aku menikah dengan Amira," ucap Rohan sambil menundukkan kepalanya.
Ya. Haris, papa Rere sudah tahu semuanya. Tapi dia tidak marah akan hal tersebut. Karena ia pikir, jika Rohan dan Amira saling mencintai, kenapa harus dipermasalahkan? Tanpa ia pikir bagaimana perasaan Rere sebagai anak kandungnya juga. Papa Rere memang sedikit pilih kasih.
"Amira bukan anak Lastri, Rohan. Dia hanya anak tiri yang di besarkan Lastri dengan baik meskipun bukan anak kandungnya."
"Lalu kenapa jika Amira bukan anak mama Lastri, pak? Apakah salah kalau dia hanya anak tiri dari mama Lastri? Kenapa semua orang selalu mempermasalahkan latar belakang Amira sih?" Rohan terlihat sangat kesal sekarang.
Ya. Hal yang paling tidak Rohan sukai adalah, latar belakang Amira yang selalu menjadi pokok permasalahan dari orang-orang. Amira dianggap salah karena bukan keluarga kandung. Padahal bagi Rohan, Amira juga punya hak yang sama atas apa yang Rere miliki dari keluarga itu.
Bentakan Rohan membuat si bapak semakin kesal akan anak bodohnya yang tidak bisa berpikir dengan baik. Dia pun langsung memukul meja dengan keras.
Pak! Bunyi pukulan sontak membuat Rohan terkejut. Dia pun langsung menatap lekat ke arah bapaknya yang saat ini sudah menghadap depannya kembali.
"Dasar anak bodoh! Yang berjasa besar dalam keluarga kita itu bukan sepenuhnya papa Rere. Melainkan, Lastri, mama kandung Rere."
"Aku malu pada Lastri, Rohan! Semua biaya itu dia yang keluarkan. Bukan suaminya. Kamu pikir, papa mertua mu itu bisa membiayai sekolah kamu, hah? Tidak bisa, Rohan. Penghasilannya hanya cukup untuk jajan Amira saja. Sedangkan Rere, tidak sedikitpun bisa ia biayai. Apalagi untuk membantu keluarga kita. Lebih tidak mungkin lagi."
Rohan bingung. Tapi ia tidak ingin lagi adu mulut dengan bapaknya. Saat orang tua itu ingin pergi, dia biarkan saja.
Sementara itu, di sisi lain, Amira sedang bersama dengan papanya. Dia duduk di ruang tamu rumah orang tua Rere bersama sang papa untuk membahas hal yang sedang mereka lewati.
"Pa, bagaimana jika mama sadar, lalu mengatakan semuanya pada Rere, kalau penyebab kecelakaan mama itu adalah aku? Aku nggak mau masuk penjara, pa."
Amira berucap sambil menyembunyikan wajahnya. Dia terlihat sangat sedih sekarang. Hal itu membuat sang papa langsung terluka hati.
Dengan cepat, Haris langsung menarik tubuh Amira ke dalam pelukan. Setiap tangisan Amira, dia merasa selalu teringat akan mantan istri siri yang ia nikahi atas dasar cinta hatinya itu.
Kisah hidup yang rumit membuatnya harus menikahi mama Rere secara sah. Sedangkan mama Amira, terpaksa ia nikahi secara siri saja. Karena tidak mungkin dia menikah dengan restu dari mama Rere. Sebab, dia tahu bagaimana kedudukan mama Rere yang cukup tinggi. Jika ia meminta restu, sudah pasti tidak akan ia dapatkan.
"Maafkan, papa Mir. Papa tidak bisa membahagiakan kamu dengan baik. Kamu harus hidup dengan cara yang sedikit rumit karena papa."
"Maafkan aku juga, Pa. Karena aku, papa juga berada dalam keadaan yang rumit. Tapi, papa percayakan apa yang aku katakan? Aku nggak bohong, pa. Semua itu terjadi karena aku tidak sengaja. Mama yang duluan ingin membunuhku, pa."
"Papa tahu kamu tidak bohong, Mi. Papa sangat percaya pada apa yang anak papa katakan. Andai saja mama kamu masih hidup, kamu tidak akan berada dalam suasana yang sangat rumit seperti sekarang," ucap Haris dengan nada sangat terluka.
"Iya, pa. Mama juga pasti akan berada di pihak ku saat ini. Aku tidak akan berada dalam masalah rumit seperti saat ini. Hidup dalam ketakutan akan apa yang akan terjadi selanjutnya."
Haris langsung melonggarkan pelukannya. Dia pegang kedua pipi Amira dengan lembut.
"Tidak perlu takut, Amira. Ada papa. Kamu tidak salah karena telah membela diri. Untuk itu, papa akan bantu kamu nantinya."
"Lagian, tidak ada bukti yang bisa membuat kamu dijebloskan ke penjara. Penjelasan mulut bisa kita sanggah, bukan? Kalau perlu, papa minta bantuan si bibi untuk memperkuat kan penjelasan yang kamu perbuat."
"Tapi, pa. Kenyataan nanti tidak akan segampang yang papa katakan. Aku sudah melukai mama, pah. Rere pasti akan sangat marah padaku. Aku juga yakin, mama tidak akan melepaskan aku jika ia sadar nanti. Bagaimana ini, pa?"