Anggita Dewi, seorang gadis yang polos dan lugu terpaksa merantau ke kota karena diusir oleh ayah tirinya.
Lalu ia dinikahi oleh Rega Harsono yang merupakan CEO Harsono Grup. Tapi sayang meski dinikahi oleh seorang CEO, tidak lantas membuat pernikahannya bahagia.
Ibu mertuanya yang kejam selalu menyiksa batin dan fisik Anggita karena memergokinya yang tengah melakukan kejahatan terhadap papa mertuanya yang lumpuh. Bukan itu saja, ibu mertuanya bahkan memfitnahnya sehingga Rega ikut membencinya.
Mampukah Anggita bertahan dalam pernikahannya dengan siksaan dari ibu mertuanya yang kejam?
Dan dapatkah Anggita mengungkap segala kejahatan dan fitnahan yang dilakukan oleh sang ibu mertua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafsa Juliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa
"Anggita, Ga. Anggita sakit gara-gara Mama ngga becus jagain dia, " mama Siska kembali memainkan sandiwaranya begitu sampai di luar. Wanita itu menangis dan mengucapkan kata-kata penyesalan seolah-olah dirinya mang merasa bersalah atas apa yang terjadi pada menantunya.
Padahal dalam hatinya, ia sangat berharap jika Anggita mati sekalian agar tak lagi menjadi penghalang bagi rencananya menggapai kesuksesan.
Rega merangkul bahu mama Siska dan membawanya dalam pelukannya, "Mama jangan ngomong kayak gitu, semua ini bukan salah Mama. Mungkin memang nasib Anggita aja yang sedang kurang beruntung,"
"Tapi kalian jadi kehilangan calon anak kalian gara-gara Mama malah sibuk sama urusan Mama sendiri dan kurang merhatiin istri kamu, Ga, " ucap Mama Siska dengan tangis yang pecah.
"Mungkin anak itu belum jadi rezeki kami, Ma. Nanti kalau sudah jadi rezeki kamu, Tuhan pasti kasih lagi untuk kami, " jawab Rega yang berusaha menenangkan Mama Siska.
Tapi diam-diam lelaki itu memperhatikan setiap gerak gerik ibu tirinya tersebut.
Mengenai calon anak Anggita yang gugur, sebenarnya ia juga merasa kehilangan, tapi karena perasaannya yang masih belum yakin akan status janin tersebut, maka ia masih bisa sedikit lebih tenang dalam menyikapinya.
"Sepertinya usahaku tidak sia-sia, Rega masih menganggap jika anak yang dikandung wanita udik itu bukanlah darah dagingnya, melainkan anak dari selingkuhan wanita itu. Yang bahkan tak pernah ada, hahaha, " batin Mama Siska yang menyeringai di dalam pelukan Rega.
"Semoga Anggita baik-baik aja ya, Ga. Soalnya Mama nggak akan memaafkan diri Mama sendiri kalau sampai terjadi apa-apa sama dia, " Mama Siska berkata dengan sesenggukan.
"Kita berdoa aja, Ma. Semoga Anggita masih diselamatkan sama Tuhan, " ucap Rega.
"Masa' iya sih, Mama Siska pura-pura aja? Dia aja sampai nangis-nangis kayak gini loh, "
"Tapi kalau melihat ekspresi ketakutan Anggita tadi terhadap mama Siska tadi, memang terlihat sangat mencurigakan, " batin Rega menimbang.
"Aku memang tak terlalu pandai menilai ekspresi raut wajah seseorang, tapi aku tau bagaimana raut ketakutan dan raut kesedihan, bahkan kekhawatiran. Dan keduanya sama-sama terlihat meyakinkan dengan ekspresi mereka masing-masing, "
"Mana yang harus ku permmmmmTapi bedanya, Adrian sudah bisa menyembunyikan semua hal itu dari Vita, bahwa ia masih juga mencari Vara karena walau bagaimanapun Vara merupakan cinta pertama dan istri pertama Adrian. Lelaki itu tak lagi terang-terangan menolak Kavita, dan tak pula memperlihatkan perhatiannya pada Vara di hadapan Vita. Acara barbeque-an sore itu diakhiri dengan canda tawa dan gurauan meriah dari keluarga besar Vita. Mereka semua tampak sangat menikmati beberapa hari ketenangan dan kesenangan yang tersaji di tempat tersebut. Tak terkecuali juga dengan ketegangan yang melengkapi perasaan mereka meski tak secara terang-terangan mereka ungkapkan.
Begitupun Vita yang sangat menikmati masa liburannya di kepulauan Raja Ampat tersebut. Meski ia tak diizinkan untuk menyelam dengan alasan kehamilannya yang masih muda, tapi wanita itu masih punya banyak cara untuk menikmati hari-harinya disana.
Seperti saat ini dirinya tengah memancing dengan sahabatnya, Nadiva dan diamati oleh Vero. Juga tetap dalam pantauan dokter Valdi.
Keseruan mereka itu di abadikan oleh Om Dino atas perintah papa Indrawan yang juga hanya menyaksikan kebahagiaan anak-anak muda tersebut dari gazebo.
Sementara di lain tempat masih dalam pulau tersebut juga, terlihat mama Indri sedang menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang baru saja ia saksikan kembali saat ini.
"Aku udah kangen banget sama kamu, Sayang.. ayolah angkat vc aku, " ucap seseorang di telfon. Orang tersebut memunggungi mama Indri yang berada di balik tembok.
"Lewat telfon gini aja dulu nggak papa 'kan, Yang.. soalnya aku lagi sibuk banget nih, " jawab lawan telfonnya yang ada di seberang sana.
"Aku tuh mau liat wajah cantik kamu buat ngobatin rasa kangen aku, juga buat nge-refresh otak aku biar nggak gila, "
Terdengar tawa dari seberang telfon itu, "kok bisa gila sih? Kan kamu lagi liburan, healing, seneng-seneng.. harusnya tuh happy donk, bukannya malah stress kayak gitu, "
"Ck!" Lelaki yang sedang menelfon itu berdecak.
"Itu kalau aku liburannya sama kamu, bukannya sama Vita dan keluarganya yang nggak jelas itu, "
Deg.
Mama Indri yang tadinya sedang dalam perjalanan dari hotel ke tempat suami dan yang lainnya berada tanpa sengaja mendengar percakapan seseorang via telepon. Semula ia tak menganggap suara orang yang terdengar sedang kesal itu dan terus berjalan biasa, tapi begitu mendengar orang itu menyebut nama anak perempuan nya, ia pun berhenti untuk memastikan siapa orang tersebut.
"Hey! Mereka itu istri, mertua, adik ipar dan sahabat-sahabat Kavita loh.. itu artinya mereka semua kerabat kamu juga, keluarga kita juga, "
"Mana bisa aku nganggep mereka kayak gitu, sementara mereka aja sikapnya selalu buruk ke aku. Apalagi Si Vero yang songong itu, rasanya pengen banget aku pukul sampe babak belur, " ucap lelaki itu kesal seraya sebelah tangannya berkacak pinggang dan sebelah lagi masih memegang ponsel di telinga.
"Vita? Vero? Itu nama anak-anak ku 'kan? Atau hanya kebetulan sama? " gumam Mama Indri yang masih terhenti dan memperhatikan gerak-gerik si pria yang sedang menelfon itu.
Namun sedetik kemudian lelaki itu berbalik dan membuka topi yang dipakainya.
"A-adrian? " gumam Mama Indri tanpa suara, ia pun segeraenutup mulutnya tak percaya jika lelaki yang ia perhatikan sejak tadi memanglah memnatunya sendiri.
Mama Indri memang tidak faham dengan gaya Adrian tadi, karena lelaki memang mengenakan jaket juga topi untuk mengajarkan dirinya. Karena ia sudah sangat merindukan istri pertamanya dan ingin melihat wajah wanita itu segera.
Oleh sebab itu Adrian pamit ke kamar hotel dulu untuk membersihkan diri usai dirinya menyeburkan diri di pantai tadi.
"Jadi benar yang dimaksud dengan Vita dan keluarganya yang menyebalkan itu adalah Vita anakku, dan keluarganya yang menyebalkan itu adalah keluargaku? Lalu, Vero yang mau dia pukuli sampai babak belur itu juga Vero anakku? " batin Mama Indri sedih.
"Lalu siapa wanita yang dia telfon itu? Apa wanita yang sama dengan yang waktu itu? Yang ikut breakfast di hotel dan juga aku lihat di rumah sakit beberapa waktu lalu? "
"Ada apa ini sebenarnya? Apa kecurigaanku benar tentang Andrian? "
"Sayang.. kok kamu ngomongnya kayak gitu sih? Mereka itu juga keluarga kita, jadi perlakuan dengan baik juga selayaknya keluarga, " tegur seseorang dalam telfon Adrian yang ternyata adalah Vara.
Adrian mendesah, ia kembali mengenakan topinya dan berbalik, "oke, aku akan tetap waras dan bisa kembali bersikap baik sama mereka asal kamu mau ganti panggilan ini jadi video call. Soalnya aku udah kangen banget mau lihat kamu, please.. "
"Yaudah, oke-oke.. " Vara pun mengganti panggilan tersebut menjadi panggilan video. Hingga terpampang lah wajahnya di dalam layar ponsel Adrian
"Vara? " mama Indri menyipitkan mata, memastikan siapa wanita yang ada dalam layar ponsel milik menantunya itu.
"Benar, itu Vara yang mengaku sebagai sepupu Adrian waktu itu, ada apa sebenarnya dengan hubungan mereka? Mana ada saudara sepupu sayang-sayangan dan kangen-kangenan seperti itu, " gumam mama Indri dalam hati.
Air mata yang semula hanya menggenang di mata wanita paruh baya itu, kini mulai mengalir membasahi pipinya yang terpoles make up. Mama Indri memang baru saja selesai mandi karena sejak tadi merasakan gerah dan lengket pada tubuhnya. Makanya ia baru saja akan kembali ke pantai dari hotel.
Tapi siapa sangka dengan keputusannya mandi terlebih dahulu itu membuat nya mendapatkan surprise tak terduga.
"Oh Tuhan... Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa iya aku tega melihat putriku hancur? Jika aku memberitahu nya, hatinya pasti akan terluka, dan bagaimana kandungannya nanti? Tapi jika aku tidak memberitahu nya, aku juga tak tega karena harus melihat Kavita dikhianati oleh suaminya sendiri, " mama Indri meremas bajunya, ia menahan suara tangisnya agar tak terdengar oleh siapa pun.
"Nah.. gitu dong. Kan kangen aku jadi sedikit berkurang, meskipun sebenarnya aku pengennya ketemu langsung sih sama kamu. Aku pengen meluk kamu, nyiumin kamu, dan... bercinta sama kamu, " ucap Adrian yang membuat hati mama Indri semakin memanas.
"Kamu peluk-peluk, cium-cium dan ajakin bercinta Si Vita dulu sana! " balas Vara hingga Andrian memberengut dibuatnya.
"Aku kan maunya kamu, kangennya kamu, Vara Valencia.. "
Kedua mata mama Indri membulat, "Vara Valencia? Valencia? " gumamnya mengulang-ulang nama panjang Vara yang berasal dari nama ibunya.
"Hei.. Adrian Saputra Wijaya! Inget misi kita ya kalau kamu mulai ngerasa lelah, oke? "
"Hmm... " jawab Adrian malas.
"Pokoknya fighting untuk kita! Ini semua demi kebaikan dan kebahagiaan kita semua, okey? "
"Ya.. ya.. ya.. tapi-" Adrian menyipit mengamati ruangan yang ada di belakang Vara.
"Kamu lagi dimana sih, Sayang? Kok banyak balon-balon kayak dekorasi ulang tahun anak-anak gitu sih? "
Vara membelalakkan matanya, hampir saja ia lupa jika dirinya masih di rumah sakit untuk perawatan pasca operasi. Untung saja ada berbagai macam hadiah yang dibeli oleh Valdi kemarin, hingga ia bisa menggunakan nya sebagai alasan keberadaan dirinya.
"Oh, itu.. aku emang lagi ada job dekorasi ulang tahun anak-anak kok, dan kebetulan anak itu lagi dirawat di rumah sakit, jadi aku harus dekor ruangan ini secepatnya sebelum dia selesai di kemoterapi, "
"Oh, gitu.. " Adrian manggut-manggut.
"Yaudah, aku lanjut dekor dulu ya.. ntar keburu anaknya balik dan aku belum selesai 'kan bisa kacau semua. Dan kamu.. silahkan lanjut lagi seneng-seneng nya.. pokoknya nikmatin momen-momen kebersamaan kalian, oke? "
"Tapi aku masih kangen sama kamu, Vara.. "
"Ntar kapan-kapan kita sambung lagi. Da, Sayang.. "
"Yaudah deh, Daa, "
"Mmmuach... " Adrian mengangkat kedua sudut bibirnya mendapatkan ciuman jarak jauh dari wanita yang memang sangat dirindukan olehnya tersebut.
"Ya Tuhan.. apa salahku hingga Engkau menghukum putriku seperti ini, "