Masa Remaja yang ku sebut indah dan menyenangkan. Justru membawa aku pada sebuah penyesalan.
Sebuah kebanggaan dan kesenangan sesaat tapi membuat aku kehilangan segalanya. Dia yang dengan lantang menyatakan cintanya, Ayah, masa depanku serta malaikat kecil itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vi_via, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pulang ke Jakarta
"Kak," panggil Daffa dengan suara khas, bangun tidur membuat Sena menolehkan kepalanya kepada putranya itu, wanita itu tersenyum hangat kepada Daffa.
" Ya, Daffa butuh sesuatu?" Tanya Sena.
Anak itupun mengangguk kepalanya dengan yakin. " Daffa lapar." Jawabnya, membuat Sena menepuk jidatnya sendiri, saat ini waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam.
" Maaf ya, Daffa mau makan apa?" Tanya Sena, wanita itupun beranjak dari tempat duduknya, kemudian menghampiri Daffa mengulurkan tangannya dan di sambut oleh Daffa.
" Nasi goreng boleh!" Jawabnya.
" Boleh dong, tapi cuci muka dulu ya." Sena pun menuntun Daffa ke kamar mandi, membantu putranya itu, mencuci wajahnya, agar terlihat jauh lebih seger, setelah itu keduanya pergi ke dapur. " Duduk di sini ya, kakak akan buat makan malam untuk kita berdua, oke." Ucap Sena lagi sembari membantu Daffa Duduk di kursi.
Setelah itu Sena menyiapkan bahan yang dia perlukan, kemudian tangannya dengan cekatan membuat dua porsi nasi goreng untuk dirinya dan Daffa, Walaupun ada makan yang tinggal di panaskan saja, Namun Sena lebih memilih makan malam dengan menu yang di inginkan Daffa. Selesai makan malam keduanya pun kembali, ke kamar.
...\=\=\=\=\=\=\=...
Dua hari telah berlalu setelah pesta pernikahan Della dan kini saatnya untuk mereka pulang ke Jakarta.
Namun Sena masih terlihat sangat ragu untuk pulang, padahal Jasmine sudah menghubunginya, meminta dia untuk segera menemuinya karena wanita itu sudah tiba di Jakarta malam tadi.
" Sena Ayo, taksinya udah ada. Kita bisa ketinggalan pesawat." Ucap Ningsih kepada putrinya itu. Karena Sena sudah siap namun tak kunjung berpindah dari tempat duduknya.
Mereka sengaja mengunakan taksi karena tidak ingin merepotkan paman Sena dan bibirnya, walaupun mereka tidak kerepotan sedikit pun. namun Ningsih yang sudah sering di tolong adik iparnya itu merasa tak enak hati.
" Sena, kenapa malah melamun sih! Ayo sayang besok Daffa sudah harus sekolah. Apa kamu nggak ingin kerja." Ucap Ningsih lagi, pasalnya putrinya itu tetap diam, seakan tak mendengar ucapannya. Sementara di luar sang, sang supir sudah berulang kali membunyikan klakson.
Melihat hal itu, Della pun menghampiri sang kakak, menepuk pundaknya! Hingga membuat wanita itu sedikit terperanjat dari tempatnya. " Apa yang kakak khawatirkan?" Tanya Della, Sena pun dengan cepat menggeleng kepalanya. " Tidak ada ya! tapi dari sikap kakak, kakak berharap dia akan mencari kakak. Iyakan?" Tebak Della.
" Apaan, siapa juga yang masih mengharapkan dia." Sahutnya. Kemudian beranjak dari tempatnya.
Membuat Della tertawa. Dia tanpa nama namun Sena langsung merespon seperti itu. Siapa yang tidak akan menduga jika dia itu, di tunjukkan untuk ayah Daffa." Ya kalau dugaan Della salah kenapa kakak takut untuk kembali, harusnya kamu senang dong bisa kembali kecuali dugaan aku benar. Kakak pasti akan takut kembali, karena kakak masih mengharapkannya. " Ucap Della panjang kali lebar.
Membuat Sena kesal dengan sepupunya itu." Aku cuma lagi berpikir dan gugup karena harus bekerja di rumah sakit yang baru. Jadi jangan sok tahu kamu." Ucapannya sembari mencubit hidung Della membuat wanita itu menjerit, setelah itu dia berbalik menarik koper nya juga tangan Daffa menuju taksi yang telah menunggu mereka, tanpa menghiraukan protes dari Della.
Ningsih dan Wiranti pun hanya bisa geleng-geleng kepala. Putri mereka sudah dewasa bahkan sudah ada yang menikah dan punya anak juga tapi mereka berdua masih sering mengusil satu sama lain.
" Wi, aku pergi ya."Pamit Ningsih, Wiranti pun mengangguk kepalanya. Namun sebelum wanita itu benar-benar menjauh langkahnya dia urungkan, karena panggilan adik iparnya.
" Mbak," panggilan pamannya Sena.
" Ya." Jawab Ningsih seraya menoleh kepada adik suaminya itu.
"Jika pada akhirnya mereka harus kembali, jangan menghalanginya takutnya sena_"
" Aku tahu, apa yang harus aku lakukan! Se-marah nya aku kepada pemuda itu, aku tidak akan menolak jodohnya." Ucapannya. Papanya Della pun mengangguk paham.
" Hati-hati." Giliran Ningsih yang mengangguk, sebelum wanita itu mengikuti langkah anak dan cucunya.
Ningsih duduk di jok belakang bersama Sena, sementara Daffa Duduk di pangkuan Sena dan bersandar padanya.
Selama perjalanan ke bandara, Daffa terus mengajak Sena bercerita, wanita itupun dengan Sena hati mendengar serta menjawab pertanyaan Daffa.
Tak sampai satu jam mereka tiba di bandara. Melakukan prosedur dengan sebagaimana mestinya, kemudian menunggu sejenak di ruangan tunggu, hingga tiba saatnya mereka masuk kedalam pesawat, sesuai pemberitahuan keberangkatan.
" Mama senang akhirnya kamu bisa berkerja disini, ucap Ningsih." Sena pun hanya tersenyum mengangguk. Karena wanita itu sudah cerita kepada Ningsih, jika dia akan berkerja di Jakarta. " Mama terus berdoa, siang dan malam berharap suatu saat kamu bisa berkerja disini, mama bisa melihat kamu berangkat kerja, sama seperti kamu berangkat sekolah waktu itu. Dan akhirnya Tuhan mengabulkan doa mama." Ucap wanita paruh baya itu lagi, namun Sena hanya membalasnya dengan senyuman.
Kini sena mengerti, kenapa semua jalan kepulangannya di permudah, karena ada sosok wanita yang begitu berarti di hidungnya, tak henti-hentinya menginginkan itu.
Tak terasa pesawat yang membawa mereka dari Riau ke Jakarta telah mendarat di bandara. Sena melihat kearah Daffa, putranya itu tertidur dengan nyenyak.
" Dia selalu seperti ini." Ucap Ningsih memberi tahu kebiasaan cucunya itu.
" Lalu bagaimana mama membawanya turun?" Tanya Sena, karena dia tahu mamanya itu sering pulang pergi Riau dengan putranya itu.
" Dulu sih, mama gendong! Tapi karena dia semakin besar, mama terpaksa membangunkannya." Jawab Ningsih.
" Ya udah mama bawah tas Sena! Biar Sena yang gendong Daffa."
" Tapi_"
" Nggak papa mah, Sena bisa kok." Ucapnya meyakinkan sang mama, wanita itupun turun dari pesawat sambil menggendong Daffa walaupun dia terlihat kesusahan, namun Sena tetap memastikan putranya tidak terganggu.
Melihat hal itu, Ningsih begitu bahagia, karena Sena mau menunjukkan rasa sayang kepada Daffa. Walaupun terlambat, setidaknya itu lebih baik dari pada tidak sama sekali.