Sundirah, adalah anak seorang pekerja upah harian, sebagai pemetik kelapa. Perjalanan cinta Sundirah dengan Mahendra, putra semata wayang juragan kopra adalah sebuah ujian yang tidak mudah ia lalui.
kehilangan kedua orang tua sekaligus bukan fakta yang mudah di terima.
Atmosiman, yang semula sebagai sosok penyayang, melindungi dan penuh kewibawaan. Hanya karena tergiur oleh sebuah kehormatan, Dia lupa akan tujuan utama didalam kehidupannya.
Lurah Djaelani, bersama kamituwo. Sebagai pamong yang seharusnya menjadi teladan pada masyarakat.
Lupa kewajiban sebagai kepala desa, dan lebih memburu harta, berjudi sabung ayam dan menjodohkan anak gadisnya, yang semata-mata untuk menguasai harta sang juragan.
Mampukah Sundirah menghadapi semua cobaan dalam kisah cinta dia, nyawa orang tua nya sebagai taruhan atas nama cinta.
Duri yang paling mematikan disini adalah sosok seorang kamituwo. akan kah ambisi mereka berhasil membawa keberkahan?
Ikuti sebagian dari kisah yang nyata seorang Sundirah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima Rhujiwati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siasat pengintaian
Dokar, yang di tumpangi Mahendra bersama Harjito, melaju dengan cepat.
kebisuan mendominasi perjalanan, mereka saling diam, dengan pikiran masing-masing.
Tiba-tiba Mahendra menepuk pundak Harjito.
"Eh.. den..! ada apa?"
Harjito menarik kencang tali kekang, kuda pun menghentikan larinya.
"Berhenti sejenak Jito, hindari amarah mu Jito, kita sudah lelah tubuh. jangan sampai kita juga lelah pikiran."
"Aku tau, lurah Djaelani berusaha melakukan tipu muslihat pada kita, menipu halus dengan upaya dia. Tetapi itu tidak mudah."
"Aku akan tetap membantu kalian, hutang-hutang Lurah Djaelani, bukan beban buat Lastri. tapi itu mutlak keserakahan, dan kebodohan Lurah Djaelani."
"kita tidak boleh lengah, lalu untuk hutang piutang antara lurah Djaelani dan tuan Jupri, kita harus bicara dengan Lastri dan nyonya Ratmini." usul Harjito.
"Masalah ini semakin melebar Jito, kita juga belum tau siapa yang melempar belati dan mengenai lurah Djaelani." Mahendra menghela nafas, berusaha menguraikan masalah.
"Ayo! kita segera pulang saja, aku takut kemalaman di jalan. Dalam waktu dekat, Sundirah mungkin akan melahirkan Jito." Mahendra tersenyum sambil membetulkan letak peci yang ia kenakan.
Mereka saling melirik, lantas tertawa bersama. Kuda kembali melaju dengan tenang, angin yang sejuk di antara pepohonan di pinggir kanan dan kiri jalan, memberikan nuansa betapa elok nya bumi Pertiwi pada masa itu.
**Pov Jupri**
Tidak aku sangka Ini sebuah kegilaan, aku tidak mungkin kawin dengan bocah itu.
Diluar nalar, tidak hanya dalam permainan judi saja. Djaelani bahkan tega mencurangi keluarganya.
Malang benar nasib kamu ndhuk.
"Yanto..! apa yang harus aku lakukan, untuk memberi efek jera kepada lurah Djaelani? Aku tidak mungkin menikahi anak nya. akan tetapi aku juga tidak akan begitu saja melepaskan hak ku." Aku, meminta pertimbangan kepada Yanto. Adik sekaligus sahabatku.
"Itu hak mu kang, tetapi anak itu tidak bersalah. Pemuda yang bernama Harjito itu, dia harus berusaha melepas belenggu ketamakan calon mertua."
"Ha..ha..ha.. Kasihan mereka."
"Sebaiknya kita tunggu saja kang, jangan menekan. biarkan mereka berusaha." Yanto memberikan saran padaku.
"Di saat aku melihat wanita tua itu lemah tak berdaya, aku ingat ibu kita kang." Rona wajah Yanto seketika terlihat sendu.
Wajah takut gadis itu..! aahhkk..
Aku tidak bisa! Aku tidak akan menjadi penghianat, Biarlah sisa hidup ku bersama anak-anak ku saja.
Aku tidak akan menambah dosa lagi, mungkin usia ku juga tidak akan lama lagi. Aku akan menikmati sisanya dengan melihat anak-anak ku sukses.
Satu windu telah berlalu, namun! masa-masa indah keluarga kecilku, tidak akan begitu mudah terhapus dalam ingatanku.
Dua anak-anak ku yang sudah beranjak besar, Istriku yang mendampingiku dengan suka maupun duka, hingga menghembuskan nafas terakhirnya karena sakit yang menggerogoti dalam tubuhnya.
Kalau bisa memutar balik kembali waktu yang telah terlewati, ingin aku menghapus semua kenangan pahit itu.
Wanitaku, harus meregang nyawa nya ketika aku tertawa, bahagia diantara mereka para penjudi sabung ayam.
Penyesalan ku akan sulit aku tebus, aku kehilangan satu-satu wanita yang memberikan dunia terindah nya padaku.
Demi anak-anak ku, akan ku kubur semua kenangan pahit itu, dan tidak akan terulang kembali.
"Yanto! Sisa waktu ku mungkin tidak akan lama, aku ingin kembali kejalan yang benar. Rasanya akan malu bila anak-anak ku akan mengetahui siapa ayah sebenarnya." Ku tatap saudara mudaku.
"Kang...aku ikut senang mendengar nya. Kita sudah tua, apalagi yang kita cari kalau bukan keutuhan keluarga kita."
"Mengenai lurah Djaelani! empat bauw mungkin akan sulit untuk Lastri menanggung beban Sang ayah, aku akan mengambil alih rumah dan pekarangan yang mereka tempati saat ini." aku menoleh ke arah Yanto, untuk meminta pendapat nya lagi.
"Lalu, biarkan Lastri hidup bersama dengan anak muda itu, aku tidak ada masalah dengan mereka."
"Dan mengenai nyonya Ratmini, Biarlah beliau menghabiskan masa tuanya didalam rumah itu, aku tidak ke beratan. akan tetapi tidak berlaku pada Djaelani." Ku lihat Yanto mengangguk sepertinya dia menyetujui.
"Aku juga setuju kang, kita menunggu kesepakatan dari nyonya Ratmini dan Sulastri. Sepertinya lurah Djaelani sudah tidak ada harapan."
Benar kata Yanto, lurah Djaelani pengecut.Dia tidak pernah jera dengan segala kekalahan yang ia alami selama ini.
**pov Jupri off**
"Kang Sardi, kapan kita mulai pengerebekan itu? Aku sudah tidak tahan menunggunya." bawahan Sardi rupanya sedang menyulut emosi Sardi untuk segera melakukan tindakan.
"Tunggu dulu, aku akan membuat Djaelani mati perlahan-lahan. Jangan ada yang bergerak sebelum aku berikan perintah di hari yang tepat."
"Besok! satu di antara kalian, aku tugaskan mengarah ke desa kawedusan." Sardi memberikan instruksi.
"Aku ingin mengetahui, keadaan lurah Djaelani ada dimana saat ini, dan ingat....! Jangan ada satu pun diantara kalian ada yang membuat celaka Sulastri." Sardi mewanti-wanti.
"Lalu yang lain mengarah ke tempat juragan Atmosiman, culik Sundirah! jangan ada diantara kalian yang melukai satu inci pun dari kulit wanita itu.! kalau tidak ingin kalian berurusan dengan ku."
"Kang... masa mau kawin langsung dua wanita, emang kuat...?" Mulut comberan Bogel asal ngomong, sambil mencolek lengan kamituwo Sardi.
"Jaga mulutmu, lakukan perintah ku saja. Jangan ada yang melanggar, kalau tidak ingin tinggal nama." Sardi balik mengancam anak buahnya.
"Baik kang, akan kami lakukan perintah mu. kapan kami harus mulai bergerak.? Tanya salah satu dari mereka.
"Lakukan pengintaian, mulai hari ini. laporkan hasil kalian setiap hari, awasi kegiatan mereka apa saja, termasuk intensitas tamu yang bertandang ke rumah, lurah Djaelani."
"Kamu sama juga seperti dia, awasi gerakan orang-orang yang ada di lingkungan ndoro Atmosiman." perintah kamituwo Sardi kepada mereka.
Batin Sardi bahkan sedang tertawa girang dengan semua siasat busuk nya.
"Haa..ha...ha... akau akan menjadikan kamu istriku Lastri, sebagai pengganti Rukmini."
"Dan kamu Sundari bocah ayu, maaf! aku akan menjadikan dirimu, bersama anak yang akan kau lahir kan nanti sebagai ladang penghasilan ku ."
"ha..ha..ha.." Kamituwo tertawa lepas dan puas.
"Hei kalian.... panggil wanita kalian, bersenang senang lah. Bikinlah pesta kecil untuk memulai aksi kita besok." lagi-lagi kamituwo Sardi, memerintahkan kesenangan Bagi mereka.
Tidak lama ritual demi ritual mereka lakukan, sebagai hiburan yang menenggelamkan siapapun yang ikut dalam kebahagiaan mereka.
Bau asap tembakau, bercampur dengan aroma tuak. Tawa manja itu kembali menggelayut di antara lengan lengah kokoh nan legam para pecundang nasib.
"Kang...kang Sardi..! ayolah bersama ku, aku mampu membawamu ke dunia lain." wanita bertubuh padat itu mendekati Sardi, dengan rayuan mautnya.
"hah.. ha..ha.., apa yang bisa kau, berikan padaku dengan kepuasan? hei ndhuk cah ayu..?" Sardi diliputi gairah diantara tuak tuak yang ia tegak.
"Mendekat lah... beri aku sebuah candu yang menghangatkan." Tangan kasar Sardi, menelusup ke segala penjuru. mencari apa yang ia butuhkan, menuntut kehangatan menuju nirwana duniawi.
"Kang...!"
"Rukmini...! kaukah itu? Lihatlah dahagaku tidak ada yang mampu, memberikan kesejukan. Telah kusimpan rapi-rapi, seulas rindu di dalam hati
Ku jaga baik-baik, biar terjaga keindahannya." Kamituwo Sardi berhalusinasi.
"Ahhh kang... pelan bukanya kang..." Suara manja itu... Tangan lembut itu memainkan gerakan mengundang keinginan, dan menuntut.
Peluh kian deras membakar hasrat mereka, wanita itu menggeliat mengharap penyatuan.
brugh...grobyaak....
"aahhhhh, sakit kang.."
"Pergi...! pergi kau dari sini..! Siapa kau?" Sardi mendorong wanita malang itu, antara malu dan sakit, kecewa membaur jadi satu.
"Sakit kang...! bukan nya kita akan menikmati bersama?" rengek wanita itu kembali.
"Pergilah...! sebelum aku berubah pikiran" Sardi mengepalkan tangan nya. lalu beranjak dari ruangan pengap itu, dan kembali menikmati isapan tembakau dan meneguk tuak hingga menuju alam mimpi.
auch...🤧🤧🤧sakit tauuuu...!
Sudah lah, bajingan boleh, nakal oke, tapi harus tetep setia dengan satu pasangan 👍, "Katanya sih"🤧🤧
Tuak mana tuak ... eh kopi Ding 🤣😂🤣
salam satu jiwa ✌️
and love by Rhu 😘😘