Takdir buruk mempertemukan Renata Gayatri dengan Bian Aditya Mahesa dalam sebuah ikatan yang tak mereka harapkan.
“ Menikahi bocah ingusan ? Ayolah mi, Bian sudah 29 tahun ! Bian bisa merawatnya tanpa menikahinya. " Tolak Bian tegas.
Pada akhirnya seberapa keras melawan, Takdir dan kehendak Tuhan lah yang menentukan.
Cinta dan Benci
Surga dan Neraka
Bian ciptakan dalam kehidupan Renata, memebelenggu dan menjerat Renata agar jiwa nya mati perlahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kewalahan
" Aaaassshhhh Mmasss .. " Tubuh mereka sudah sama sama polos dan hanya berlapiskan selimut.
Renata menncengkran erat punggung Bian, mungkin saat ini kuku nya sudah mennggores kukit Bian yang mulus. Tapi Bian tak merasa kesakitan justru tengah memperdalam rasa nikmatnya.
Tubuh Renata naik turun seiring hentakan yang di berikan oleh Bian, permainan ini terlalu melelahkan hingga tubuh Renata serasa begitu lemas. Mungkin karena efek belum sepenuhnya fit.
" Massshh Biaaann .. " De sah Renata.
" Wait baby .. Tahan sebentar lagi " Bian tau tatapan memohon Renata yang ingin segera permainan Bian selesai, namun mau bagaimana lagi dirinya belum mendapatkan pelepasan.
Cucuran keringat berjatuhan tepat di dada Mitha membuatnya terlihat makin seksi. Bian menandai berbagai tempat yang bisa dirinya tandai, sungguh Bian bagai singa buas yang kelaparan.
" Ssshhtt .. " Bian menahan panggul Renata agar mundur rapat menenggelamkan miliknya di dalam sana dengan posisi menungging. Akhirnya setelah sekian lama Bian pun mendapat pelepasan.
Seketika kaki Renata yang sudah lemas tak mampu lagi bertumpu, Renata ambruk hanya memperlihatkan punggung putihnya. Bian menarik selimut lalu menutupi bagian pinggul Renata. Wajah Renata memerah dengan penuh keringat belum lagi rambut berantakan yang menutupi wajahnya.
" Cape ? " Tanya Bian seraya tersenyum dan merapihkan rambut yang menghangi kecantikan istrinya.
" Hmm " Bahkan Renata serasa tak sanggup menjawab Bian.
Bian membalikkan tubuh Renata agar mendapatkan posisi tidur yang lebih nyaman.
Pluuppp .. Bian malah sengaja memainkan dua gundukan inti itu dengan mulut dan lidahnya.
" Ngapain mas ? " Tanya Renata yang kembali meremang saat Bian melakukannya.
" Gak ngapa ngapain, aku belum puas aja. Jadi selagi kamu istirahat aku mau mainin ini dulu " Satu bagian Bian mainkan dengan mulutnya satu lagi dengan tangannya yang tak kalah nakalnya.
" Masss sarapan dulu aja yuk biar aku ada tenaga " Rengek Renata yang mencari alasan untuk memperpanjang durasi istirahatnya.
Bian menghentikan aktifitasnya sejenak lalu mengangkat kepala menatap Renata yang memang nampak tak berdaya, jika di ingat lagi Renata pun harus minum obat. Baiklah Bian akan mengalah untuk sesaat, Bian bangkit lalu berdiri mengambil handuk.
" Oke .. Karena kamu juga harus minum obat kita tahan dulu ronde ke 2 nya. Kamu mau makan apa ? " Tanya Bian sambil mengambil sebatang rokok di nakas.
" Terserah mas yang penting nasi "
" Oke kita pesen dari luar aja .. " Bian mengambilkan baju Renata yang berserakan lalu memberikannya pada Renata sebelum dirinya keluar dan menhilang dari kamar.
Renata keluar menyusul Bian masih menakan dress tidurnya, Renata tidak ingin menyianyiakan tenaga untuk mandi jika berakhir dengan di habisi lagi di ranjang nanti.
" Buat ukuran bocil kaya kamu ini tuh udah perfect banget sayang. Enak " Bisik Bian yang tiba tiba datang dari belakang lalu memeluk dan meremas dua gundukan itu.
" Sebentar mas sabar. Tahan "
Aduh ampun ini orang gue pengen nafas dulu. Hyperse*ks deu kayanya. Help !
" Ya kan aku cuman meluk Re. Gak sampe aku pake "
" Emangnya aku barang di pake segala. " Tapi meski Renara menggerutu Bian tak bisa lepas dari menggoda dan menikmati tubuh istrinya.
Sampai sampai kini di dapur Bian memaksa lagi Renata untuk menjatuhkan tubuhnya menghadap meja, tangan Renata bertumpu dengan posisi tubuh memunggungi Bian.
" Mas mau ngapain lagi sih ? Ini di dapur loh mas " Huaaahh Renata benar benar ingin menangis kali ini rasanya sudah kewalahan melayani Bian.
" Sebentar sayang, sambil nunggu makan sampe oke ? Gak akan lama .. " Bian mengangkat dress Renata lalu terjadilah sesuatu yang Bian inginkan.
Hentakan demi hentakan erangan demi erangan bergema keseluruh ruangan. Tanpa ampun Bian terus melakukannya meski kali ini dengan durasi yang lebih cepat. Untuk kali ke dua Pras mendapatkan pelepasan pagi itu. Sedang Renata hanya bisa menahan tangis di perlakukan bak pela*cur.
" Good Girl .. ! Semoga cepet jadi bayi ya " Bian mengacak rambut Renata yang tengah membetulkan pakaiannya.
Bian kembali menngambil rokok yang tak sempat di isapnya lallu berjalan menuju jendela.
Renata hanya menatap jengah, ingin rasanya penderitaan ini segera berakhir. Bian benar benar memangsanya tanpa belas kasih.
Poor you Renata ! Batin Renata mengasihi dirinya sendiri.
Renata duduk di meja makan kepalanya dijatuhkan di meja dengan tangannya sebagai tumpuan. Perlahan air mata itu jatuh. Kebebasan, kebahagiaan yang ingin di raihnya terasa amat sangat jauh. Dirinya malah terbelenggu bersama pria kejam seperti Bian.
Suara bell terdengar nyaring, Renata segera menghapus air matanya lalu hendak bangkit untuk membukakan pintu karena yakin di luar sana pengantar makanan sudah tiba.
" No Re .. Biar saya aja, saya gak mau ya sampe ada yang lihat tubuh kamu terbuka gitu "
Renata kembali duduk menunggu Bian datang dengan beberapa kantong makanan. Bian menyimpan makanan dan mengambilkan alat makan sedang Renata hanya termenung tatapannya kosong.
" Makan bukannya ngelamun .. " Bian membuyarkan lamunan Renata.
" Ah ? Iya iya mas " Renata mengusap wajahnya.
" Kamu nangis ? Kenapa ? " Tanya Bian begitu melihat mata Renata yang memerah sama dengan hidung dan kelopak matanya.
" Hmm ? Engga ko "
" Kamu gak bisa bohong dari saya Re. Kenapa ? Kamu gak suka ngelayanin saya ? " Tanya Bian dengan tatapan tajam.
Iya gue gak suka baji*ngan ! Batin Mitha.
Mitha hanya menggeleng lemah, ingin memaki namun Renata tak mau ribut lagi dan berakhir dengan Bian yang bisa saja menyakitinya.
" Terus kenapa ? Cape ? Sakit "
Renata mengangguk pelan, ya itu alasan yang paling bagus untuk setidaknya menahan Bian agar tak terlalu brutal saat menyentuhnya.
" Maaf ya ? Kamu pasti kewalahan banget. Saya lepas kendali. Oke, mulai besok saya cukup ngelakuin itu di masa subur kamu saya juga bakal ngelakuinnya 1 kali sehari aja. Jangan nangis lagi " Bian mengusap pipi Renata lembut. Ya Bian lupa Renata masih terlalu muda untuk bisa mengikuti tempo permainan nya yang begitu panas.
Melihat Renata menangis sedikitnya membuat Bian merass bersalah, setelah makan Bian tak lagi menyentuh Renata. Bian memilih mandi dsn membiarkan Renata pun mandi lalu beristirahat.
" Aku lupa diri Re, aku terbiasa dengan permainan panas dan kasar dari wanita yang lebih dewasa dari kamu. Sampe aku gak sadar kamu pasti kesakitan. " Bian mengecup kening Renata yang nampak terlelap.
Renata tak benar benar terlelap, tekinganya masih bisa mendengar semua yang Bian ucapkan.
Rasanya sakit bercampur senang. Sakit bahwa mengetahui Bian memang sering ber*cinta dengan wanita lain di luar sana dan senang bisa merasakan bahwa ternyata Bian memperhatiakannya meski itu hanya urusan ranjang. Sudahlah Renata tak ingin memmikirkan lebih jauh, dirinya hanya akan menikmati ini dan semoga semuanya segera berakhir.