Lindsey harus menjalankan sebuah misi tetapi dia malah tidur dengan target misinya!
—————————————————————————————————
Lindsey bergabung ke dalam sebuah “geng”
kelompok kejahatan yang bekerja memenuhi keinginan kliennya. Karena keahliannya dalam berakting, dia bertugas sebagai pemeran utama dalam kelompoknya dan terjun langsung menghadapi targetnya.
Suatu hari, Lindsey dan kelompoknya mendapat sebuah misi yang dimana targetnya adalah Jarvis, sang Mafia kaya bergelimang harta namun kejam dan berdarah dingin. Saat Lindsey sedang dalam penyamarannya, dia terjebak ke dalam hubungan cinta terlarang dan malah tidur dengan Jarvis yang merupakan target misinya sendiri!
Akankah Lindsey sebagai pemeran utama berhasil menyelesaikan misinya? Ataukah kekuatan cinta malah menggagalkan misinya? Penuh ketegangan, saksikan perjalanan cinta Lindsey dan Jarvis di novel ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elvina Stephanie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semampunya Kamu
Setidaknya Lindsey lebih unggul dalam hal keluarga. Meski sama-sama tidak memiliki orangtua dan saudara, Lindsey masih memiliki anak gengnya. Sedangkan Jarvis sendiri, tidak ada seseorang yang bisa dia andalkan.
“Kalau begitu kamu harus membangun keluarga kecilmu sendiri.” ucap Lindsey.
“Kodemu terlalu keras, Lindsey.” balas Jarvis.
“Eh? Bukan itu maksudku!?” ucap Lindsey.
“Kamu mau menjadi bagian dari keluarga kecilku? Tapi bagaimana caranya, ya? Menjadikan kamu istriku?” balas Jarvis.
“Tidak, Jarvis. Tidak, tidak, tidak.” ucap Lindsey.
“Tidak menolak?” goda Jarvis.
“Jarvis!” Lindsey sebal dan bangkit berdiri. Jarvis kemudian menarik tangan Lindsey agar Lindsey kembali duduk dan merangkul bahu Lindsey.
“Jadi, kamu akan menikah dengan laki-laki lain dan bukan dengan orang yang sudah mengambil keperawananmu?” tanya Jarvis.
“Memangnya aku menyerahkan keperawananku hanya untuk dinikahi?” balas Lindsey.
“Bukan.. maksudku.., hmm, sekarang ini jarang ditemukan laki-laki yang bisa menerima kalau pasangannya sudah tidak perawan lagi..” ucap Jarvis dengan hati-hati agar tidak melukai hati Lindsey.
“Kalau begitu, aku tidak akan menikah.” balas Lindsey.
“Kenapa tidak menikah saja dengan laki-laki yang sudah mengambil keperawananmu?” tanya Jarvis.
“Aku tidak ingin menikah. Aku masih ingin hidup bebas.” jawab Lindsey.
“Baiklah. Jawabannya bisa diterima.” balas Jarvis lalu kembali memperlihatkan album fotonya.
“Kira-kira yang mana rumah idamanmu?” tanya Jarvis.
“Aku lebih suka desain yang seperti ini,sih. Harganya berapa?” balas Lindsey.
“5 sampai 6 milyar. Mungkin setara dengan gajimu selama 3 tahun.” jawab Jarvis.
“Kalau ini, rumah siapa ini?” tanya Lindsey sambil menunjuk mansion mewah yang lokasinya masih menjadi misteri bagi anak geng. Lindsey sengaja, jika dia tidak bisa mencari lokasinya, tanyakan saja kepada pemiliknya langsung.
“Ini mansion, Sayang. Bukan rumah.” jawab Jarvis.
“Iya maksudku begitu. Apa mansion ini sudah terjual? Terjual di harga berapa?” tanya Lindsey.
“Ini tidak dijual.” jawab Jarvis.
“Lantas? Ini milikmu?” tanya Lindsey.
“Warisan turun temurun. Milik keluargaku.” jawab Jarvis.
Gotcha! Ternyata itu milik keluarga Jarvis. Berita baik! Tidak sia-sia aku ke sini. batin Lindsey.
“Kamu punya rumah rupanya..” balas Lindsey.
“Rumah itu sudah lama kosong. Tidak ada yang menempati, termasuk aku. Hanya ada 2 pembantu yang setiap bulannya datang untuk mengurus rumah itu.” ucap Jarvis.
“Mansion itu memang sangat besar. Aku pasti merasa kesepian jika tinggal disana sendirian.” balas Lindsey.
“Itu benar..” ucap Jarvis.
“Apa ada kenangan indah di sana?” tanya Lindsey.
“Tidak ada.” jawab Jarvis.
“Kalau kenangan buruk?” tanya Lindsey.
Jarvis memutar bola matanya seolah sedang berpikir. “Tidak tahu. Mungkin ada.” jawab Jarvis.
“Sejak kapan kamu mulai hidup sendiri?” tanya Lindsey.
“Sejak umurku 6 tahun.” jawab Jarvis.
Berarti tragedi meninggalnya orangtua Jarvis saat dia masih berusia 6 tahun. Pasti meninggalkan luka dan trauma baginya. Kasihan sekali... batin Lindsey.
“Setidaknya kamu pernah hidup bersama keluargamu selama 6 tahun. Aku bahkan tidak tahu siapa orangtuaku.” balas Lindsey.
“Apa kita sekarang sedang mengadu siapa yang hidupnya paling malang?” tanya Jarvis.
“Tidak. Maksudku, ada yang hidupnya lebih malang darimu.” jawab Lindsey.
“Kita seperti pasangan normal pada umumnya. Saling menceritakan masa lalu, berusaha mengenal lebih dalam—” ucap Jarvis yang terpotong.
“Aku haus.” potong Lindsey. Lindsey berdiri dan keluar dari ruangan Jarvis.
Jarvis tersenyum melihat tingkah laku Lindsey. Menggemaskan.
Sekitar 15 menit lamanya, Lindsey kembali dengan membawa 2 cangkir kopi. Satu untuk Jarvis, satunya lagi untuknya. Lindsey menghampiri dan menaruh cangkir di tangan kanannya di atas meja Jarvis.
“Terima kasih.” ucap Jarvis lalu memutar kursinya 180° derajat dan duduk menghadap ke jendela besar yang berada di belakangnya. Lindsey pun juga menghadap ke arah yang sama dengan bertumpu pada meja kerja Jarvis. Keduanya menyaksikan proses matahari terbenam. Tanpa sadar, mereka kompak mengangkat cangkir dan menyeruput kopi.
“Kamu lebih suka sunset atau sunrise?” tanya Jarvis.
“Sunset. Kamu?” balas Lindsey.
“Sunrise. Aku lebih suka menyambut kedatangan daripada menyaksikan kepergian.” jawab Jarvis.
Lindsey tersenyum. “Toh, besoknya matahari kembali terbit lagi.” balas Lindsey.
“Aku takut tidak bisa melihatnya lagi.” ucap Jarvis.
“Yang datang pasti akan pergi. Itulah kehidupan. Tidak ada yang menetap.” balas Lindsey.
“Aku senang dengan kedatanganmu di hidupku.” ucap Jarvis lalu menyeruput kopinya.
“Mulutmu begitu manis.” balas Lindsey.
“Bisakah kamu menetap lebih lama dari yang aku bayangkan?” tanya Jarvis.
Lindsey menatap Jarvis yang berada di sampingnya. Kedua mata mereka saling bertemu, dan entah mengapa Lindsey melihat tidak ada tanda-tanda kebercandaan. Keseriusan dan ketulusan terpancar dari sorot mata Jarvis.
“Berapa lama? 3 bulan? 6 bulan? 1 tahun?” balas Lindsey.
“Semampunya kamu.”
Semampunya kamu.
Sedari awal Jarvis memang sepertinya tidak melakukan hal yang buruk untuk Lindsey, dan semakin lama, Jarvis semakin jujur dan serius meskipun niat Lindsey berbeda. Nada bicaranya pun lembut. Membuat pertahanan di hati Lindsey hampir goyah dan runtuh. Lindsey tidak pernah menemui laki-laki serius seperti Jarvis.
“Jadilah wanitaku. Mengenalku lebih dalam, menetap di sisiku sampai kamu muak padaku, kamu boleh meninggalkan aku.” ucap Jarvis kemudian.
Lindsey terdiam. Matanya masih menatap mata Jarvis. Dia tidak tahu apa yang harus dia katakan.
“Sama sepertimu, aku juga ingin mengenalmu lebih dalam.” ucap Jarvis kemudian.
“Kita lanjutkan percakapan kita tadi pagi.” sambung Jarvis.
“Mengenalku lebih dalam? Kamu akan kesulitan. Aku saja tidak bisa mengenali diriku.” balas Lindsey.
“Kamu menantangku? Aku suka sekali ditantang.” Dengan bersemangat, Jarvis bangkit berdiri dari kursinya dan merengkuh pinggang Lindsey. Tangan satunya menaruh cangkir kopi yang digenggamnya. Perlahan jari jemarinya mengusap ruas pipi Lindsey. Kedua mata mereka bertemu, senyum merekah di wajah mereka sebelum akhirnya kedua bibir mereka bertaut.
Gantian Lindsey meletakkan cangkirnya di atas meja dan mengalungkan tangannya di leher Jarvis. Kedua bibir mereka saling melahap dengan rakus bibir satu sama lain dan tidak ada yang ingin mengalah. Jarvis mengangkat kedua paha Lindsey agar Lindsey duduk di atas meja. Tangannya beralih ke kedua pinggang Lindsey dan merengkuhnya erat.
“Tapi berjanjilah satu hal, Jarvis. Jika kamu sudah ingin menyerah, kamu boleh berhenti.” ucap Lindsey.
“Aku berjanji.” balas Jarvis kemudian kembali mencium bibir Lindsey.
Tok tok!
Carlos mengetuk pintu ruangan Jarvis. Lindsey segera mendorong Jarvis dengan keras dan turun dari meja.
“Mobil sudah siap, Bos Jar—” ucap Carlos yang terpotong.
“Katanya kamu membutuhkan konsultasiku?! Kenapa kamu tidak menerima saran dan masukan dariku?! Kamu tahu, tidak?! Kamu sudah membuang waktuku seharian ini!” Lindsey berpura-pura memaki Jarvis.
Wahh.. kemampuan cepat tanggap Lindsey memang patut diacungi jempol. Tenaganya juga tidak main-main.. batin Jarvis. Tangan Jarvis membenarkan kerah dan dasi yang dia kenakan sambil memikirkan dialog untuk membalas Lindsey.
“Uhmm, maaf.. Maafkan aku. Hmm, sebagai permintaan maafku bagaimana kalau aku akan menraktirmu makan malam?” balas Jarvis.
Jarvis memang sudah memesan meja untuk 2 orang di sebuah restoran yang bernuansa romantis. Untuk itu dia menyuruh Carlos menyiapkan mobil.
“Baiklah. Tapi kita ajak Carlos juga. Aku tidak nyaman jika makan malam berdua saja denganmu.” balas Lindsey.
Jleb! Meskipun Jarvis tahu kalau Lindsey sedang berakting, namun tetap saja kalimat Lindsey yang terakhir sangat menusuk di hati.
Bersambung...
Halo. Terima kasih sudah membaca novel ini. Jangan lupa berikan dukunganmu kepada Author dengan memberikan: like, tips, komentar, dan hadiah vote. Tambahkan novel ini ke favorite kamu agar mengetahui up episode terbaru. Episode terbaru akan segera diupdate hari ini.
Bantu novel ini masuk ke ranking dengan memberikan like dan komentar agar novel ini semakin dikenal banyak orang🤗❤️ Terima Kasih