NovelToon NovelToon
Perjalanan Hati Aini

Perjalanan Hati Aini

Status: tamat
Genre:Romantis / Poligami / Patahhati / Tamat
Popularitas:1.1M
Nilai: 4.9
Nama Author: black_smile

Apa yang akan kamu lakukan, jika kamu harus menyerahkan suami dan anakmu pada madumu demi mempertahankan pernikahanmu dan menyelamatkan nyawa ibumu?

Itulah yang terjadi pada seorang Aini.

Aini tak pernah menyangka, ia harus berbagi suami dengan orang yang pernah ia selamatkan nyawanya beberapa tahun yang lalu.

Lalu, bagaimanakah Aini akan bertahan dalam kerasnya kehidupannya, yang seolah tak ingin dia merasakan kebahagiaan?

Ini hanya sepenggal kisah sederhana dari seorang wanita biasa yang ingin merasakan kebahagiaan menjadi wanita seutuhnya.

Yuk simak kisahnya 😉

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon black_smile, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kedatangan Aini

Mentari pagi bersinar cerah hari ini. Ditemani suara-suara alam yang saling bersahutan menyambut hari baru dengan semangat baru. Memberikan kebaikan-kebaikan yang mungkin tak pernah terpikirkan sebelumnya.

Pukul setengah sepuluh pagi, Aini sudah selesai dengan pekerjaan paginya. Ia sudah ada agenda tambahan hari ini. Ia pun sudah mengantongi ijin dari sang majikan untuk itu.

Aini melirik pada jam dinding di kamarnya untuk memastikan ia tidak akan kesiangan. Karena memang, lokasi yang akan ia tuju sedikit jauh dari rumah Dewi. Butuh waktu sekitar tiga puluh hingga empat puluh menit untuk sampai kesana. Itu pun jika kondisi lalu lintas lancar.

"Nanti kalau pulang, tolong sekalian beli apel dan anggur ya, Ni!" Pinta Dewi setelah melihat Aini keluar kamar dengan pakaian rapi.

"Iya, Bu." Jawab Aini patuh.

"Hati-hati! Kamu nanti masuk area kota soalnya. Kalau nggak ketemu alamatnya, telepon aja! Atau tanya sama pak polisi, ya! Takutnya kalau kamu di tipu." Pesan Dewi tulus.

Aini pun mengangguk paham.

Aini memang tidak tahu jalanan Kota Surabaya. Meski ia sudah satu tahun tinggal di sana, tapi ia jarang sekali pergi keluar untuk sekedar berjalan-jalan atau yang lain. Karena memang, niat awalnya pindah ke Surabaya adalah agar lebih dekat dengan Umar. Dan itu sudah cukup ia dapatkan.

Bukan Dewi dan Galih tak pernah mengajak Aini jalan-jalan, hanya saja, Aini tidak pernah menghafalkan jalan yang ia lalui saat itu. Jadi, ia tidak hafal jalanan Kota Surabya. Meski Galih dan Dewi sudah sering mengajak Aini ikut menghabiskan akhir pekan bersama.

"Jangan lupa, pesen mas Galih kemarin!" Ucap Dewi segera.

"Pesan yang mana, Bu?"

Dewi pun membisikkan sesuatu di telinga Aini. Karena memang, mereka sedang bersama putra kedua Dewi yang masih bayi. Takut jika bayi kecil itu mendengar sesuatu yang kurang pas bagi anak seusianya. Meski, ia juga pasti tidaklah paham.

Kedua mata Aini membola seketika, kala Dewi membisikkan beberapa kata di telinganya.

"Ibu ada-ada saja." Jawab Aini malu.

"Siapa tahu, jadi rejekimu." Sahut Dewi semangat.

Aini menatap aneh pada Dewi. Dewi malah cekikikan melihat ekspresi Aini. Dewi lantas memberikan Aini uang yang akan dibelanjakan Aini saat pulang nanti. Aini pun mengangguk paham.

Aini lantas berpamitan pada Dewi dan bayi kecil yang sedari tadi sibuk bermain dengan remot tv yang sudah tak berbentuk, karena sering dibanting olehnya.

Aini melajukan motornya dengan hati-hati. Membelah lalu lintas Kota Surabaya sendirian, dengan perasaan yang masih diliputi keraguan. Meski ia sudah berusaha meyakinkan hatinya sejak kemarin, tapi tetap saja, keraguan itu hadir di hatinya tanpa permisi.

Berbekal peta dari internet dan petunjuk dari Galih, Aini mulai mencari tempat yang menjadi tujuannya siang ini. Terik sang surya yang mulai terasa menyengat tubuh, sedikit teralihkan oleh hembusan angin yang menemani di setiap jengkal jarak yang ditempuhnya.

Hingga, Aini melihat sebuah baliho cukup besar, yang bertengger dengan gagahnya di depan sebuah gedung yang menjulang cukup tinggi. Juga sebuah tulisan besar yang menempel dengan sempurna di puncak gedung. Ia pun mulai memasuki area pelataran gedung itu.

"Tinggi banget." Gumam Aini sambil mengamati dengan seksama, gedung yang berada tepat di depannya itu.

Aini mengedarkan pandangannya. Ia melihat dua orang petugas keamanan yang sedang berbincang sambil bekerja. Aini lalu menghampiri mereka sambil memegangi sebuah kartu nama.

"Maaf Pak, apa benar, di sini alamat di kartu nama ini?" Tanya Aini sopan.

Dua orang petugas keamanan itu langsung mengamati Aini lebih seksama. Mereka lantas melihat kartu yang disodorkan Aini. Mereka segera saling pandang.

"Iya benar." Jawab salah satu diantara mereka.

"Apa beliau ada di kantor sekarang?" Tanya Aini lagi.

"Anda siapa? Bagaimana bisa Anda memiliki kartu nama ini?" Tanya petugas lain.

"Saya Aini. Saya mendapatkan kartu ini dari beliau langsung." Jujur Aini.

Kedua petugas itu kembali saling pandang. Mereka terkejut mendengar jawaban Aini. Karena mereka tahu betul, kartu nama yang Aini tunjukkan, bukanlah kartu nama sembarangan. Hanya orang-orang tertentu yang memilikinya. Dan pastinya, bukan orang sembarangan yang akan mendapatkannya.

Tapi, wanita dihadapan mereka sangatlah berbeda. Pakaiannya sangat sederhana. Dari ujung kepala hingga ujung kaki, tak ada yang terlihat spesial darinya.

"Tunggu sebentar!" Pinta petugas pertama.

Petugas itu lantas menghampiri meja resepsionis dan meninggalkan Aini bersama petugas yang lain. Ia berbicara cukup serius dengan dua resepsionis yang ada di belakang meja. Mereka sesekali menoleh pada Aini. Salah seorang resepsionis lalu menelepon seseorang.

"Aku tanyain ke asistennya dulu ya, Pak!" Ucap salah seorang resepsionis, sambil menatap Aini dari jauh.

Aini pun dengan santai menunggu bersama petugas lain yang nampak berusia sekitar empat puluhan. Mereka sedikit berbincang.

"Pak Ardi ada di kantornya. Mari, saya antar!" Ucap petugas tadi, yang baru saja kembali dari meja resepsionis.

"Oh, iya Pak. Terima kasih." Sahut Aini ramah, setelah menoleh pada petugas keamanan tadi.

"Mari, Pak." Sapa Aini ramah pada petugas yang menemaninya.

"Iya, Bu. Silahkan!" Sahutnya ramah.

Aini lantas mengikuti langkah petugas keamanan yang tadi mengajaknya. Mereka berjalan memasuki lobi gedung yang terlihat begitu megah dan apik. Aini pun bahkan terkagum dengan desain dan segala pernak-pernik yang ada di lobi itu.

Ah ya, Aini kini berada di gedung kantor milik Ardi. Gedung berlantai tujuh belas itu, menjadi kantor pusat kedua milik Ardi. Dimana, kantor pusat yang utama ada di Bandung, kota kelahiran Ardi.

Di gedung ini, semua usaha Ardi di kendalikan dan dipantaunya. Dari perusahaan konstruksi, firma hukum serta yayasan yang menaungi banyak tempat-tempat sosial.

Aini dan petugas tadi menaiki lift bersama. Mereka menuju lantai teratas gedung, dimana kantor Ardi berada. Dan entah kenapa, jantung Aini mulai berdebar tak karuan. Darahnya berdesir tak menentu ketika lift mulai mendekati lantai teratas.

"Mari, Bu!" Ajak petugas tadi ramah, setelah pintu lift terbuka.

"Iya, Pak." Jawab Aini singkat.

Mereka lantas berjalan di lorong, di antara ruangan-ruangan yang berdinding kaca rendah. Dimana di dalam ruangan itu, banyak orang yang sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

"Pak Dika?" Tanya petugas tadi, pada seorang wanita cantik yang duduk di sebuah meja, tepat di depan sebuah pintu besar.

"Anda sudah tiba, Bu Aini?" Sapa seorang laki-laki, dari belakang Aini dan petugas itu.

Semua pun mengalihkan perhatian mereka.

"Oh, iya Pak." Jawab Aini ramah.

"Kembalilah! Terima kasih." Ucap Dika pada petugas tadi.

"Baik, Pak."

Petugas tadi pun mengangguk paham dan pergi meninggalkan tiga orang lain di sana. Dika lantas tersenyum ramah pada Aini.

"Maaf, Bu. Dari kemarin, saya belum memperkenalkan diri. Saya Dika, asisten pribadi Pak Ardi." Ucap Dika sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Aini.

"Iya, Pak. Saya Aini." Jawab Aini kikuk.

Aini pun menyambut uluran tangan Dika. Mereka pun saling berjabat tangan demi formalitas perkenalan mereka yang tertunda.

Sedang di dalam ruangan dengan pintu yang besar nan gagah itu, seorang laki-laki sedang mencoba mencari solusi dari masalahnya yang belum usai hingga kini.

"Kemana lagi aku harus mencari pendonor?" Ratap laki-laki itu bingung, sambil bersandar sempurna pada kursi kebesarannya.

Dia Ardi, pemilik kantor ini. Dia baru saja menyelesaikan rapatnya bersama para manager di kantornya. Ia segera teringat, tentang kondisi putranya yang memburuk seiring waktu.

Hingga, sebuah ketukan di pintu ruangannya, membuyarkan konsentrasinya. Ia menegakkan tubuhnya kembali.

"Iya, masuk!" Sahut Ardi singkat.

Dika nampak membuka pintu dengan lebar dan tersenyum hangat pada Ardi. Ardi lantas kembali menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

"Anda kedatangan tamu, Pak." Ucap Dika dengan senyum bahagia.

"Siapa?" Sahut Ardi datar tanpa melihat Dika.

"Silahkan masuk!" Pinta Dika ramah.

Ardi pun kembali menoleh ke arah pintu.

"Aini?"

Ardi segera berdiri dari kursinya. Senyum di wajahnya seketika terkembang sempurna. Membuat pesonanya tak bisa ditolak oleh siapapun yang melihatnya.

Termasuk Aini. Aini berusaha tersenyum senatural mungkin demi menutupi kegugupannya yang sudah melanda sejak tadi. Hati dan jantungnya makin tak terkendali, ketika ia disambut dengan senyuman yang begitu indah dari orang yang begitu menawan di hadapannya kini.

Ardi pun langsung berjalan ke arah Aini. Hatinya mendadak sejuk, melihat kedatangan Aini ke kantornya. Ardi sejenak lupa, bahwa ia memberikan tawaran pada Aini tempo hari. Ia sampai melupakannya, karena Kenzo yang tiba-tiba pingsan dan harus menjalani rawat inap kemarin.

"Ayo, mari! Duduklah!" Pinta Ardi segera.

"Terima kasih, Pak." Sahut Aini singkat.

Aini tak berani banyak bicara, agar Ardi tak mengetahui, jika ia sedang gugup saat ini.

Ardi dan Aini pun lantas duduk di kursi tamu yang ada di ruangan Ardi. Dika segera kembali keluar dan menutup pintu. Ia membiarkan atasannya itu membicarakan hal pribadi dengan tamunya. Meski ia bisa sedikit menebak, apa alasan Aini datang ke kantor Ardi saat ini.

Saat Dika selesai menutup pintu, ia ditatap penuh tanya oleh wanita yang ada di depan ruangan Ardi. Yang tak lain adalah sekertaris Ardi.

"Nggak usah kepo! Lanjutin aja kerjaanmu!" Sahut Dika tegas.

Sekertaris itu pun segera memonyongkan bibirnya karena kesal. Sedang Dika, kembali ke mejanya yang berada tak jauh dari meja sang sekertaris.

"Apa kamu menghubungi Dika sebelum kesini?" Tanya Ardi memulai pembicaraan.

"Tidak, Pak."

Ardi tersenyum kecil. "Jadi, apa kamu sudah memutuskannya?"

"Iya, Pak."

Mereka terdiam. Hati Ardi, mendadak cemas. Jantungnya bertalu begitu keras menunggu jawaban Aini, apakah Aini mau menjadi pendonor bagi Kenzo.

Sedang Aini, berusaha keras merangkai kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan isi hatinya.

"Saya mau menjadi pendonor bagi Kenzo. Dan saya mau Umar kembali pada saya." Ucap Aini memecah keheningan sambil tertunduk.

Ardi tersenyum mendengar penuturan Aini. Ada secercah harapan di hati Ardi yang mulai kembali terangkai hanya karena ucapan Aini.

"Apa kamu yakin?"

"Iya Pak, saya yakin." Jawab Aini tertunduk.

"Lalu, bagaimana jika hasil kecocokannya rendah? Itu berarti, kamu tidak bisa menjadi pendonor bagi Kenzo. Apa kamu masih tetap ingin Umar kembali padamu?" Ucap Ardi remeh, demi menguji Aini.

"Saya,,"

"Jika kamu tetap ingin bersama Umar, kamu harus membayar untuk itu." Imbuh Ardi segera.

Aini terdiam. Tubuhnya mulai dibanjiri keringat dingin. Padahal, AC di ruangan Ardi sudah cukup dingin.

"Saya,, saya,, saya akan membayarnya." Jawab Aini ragu

"Bagaimana kamu akan membayarnya? Biayanya tidaklah sedikit." Jujur Ardi.

"Emm,, seperti yang Bapak katakan tempo hari. Saya menerima tawaran, Bapak." Sahut Aini lirih.

"Maksudmu?" Tanya Ardi tak percaya.

"Saya akan membayar dengan tubuh saya."

1
Wahyu Kasep
garing banget kisah nya
mirip petinju kisah ' korupsi 271 triliun bisa bebas ☝️ beda dengan kasus Vina Cirebon penjara seumur hidup
Rita Leo
maaf berasa kurang enak di ucapin nya ya nama nya ratri. terasa gak nyaman ngucapin nya. kirain ranti
list_tyo: nggak papa kak 👍
itu nama salah satu temen othor sebenarnya 😁
total 1 replies
Anonymous
walo agak berliku, tp suka dg tokoh dan cerita. ditunggu karya seru lainnya tor
Ulna Yana
bagus kak ceritanya aku suka 🥰
Elara
Semangat Kak, jangan lupa mampir di karya aku yang berjudul My Love's Aylin
Ina Ijal
akhirnya up juga walopun 1 bab, semangat terus ya dan semoga sehat selalu aamiin
Ina Ijal
di tunggu kelanjutannya 💪💪💪
Masiah Cia
kapan Adit dan pelakor nya dapat karma
Masiah Cia
astaga Ardi tanpa basa-basi 😀
Masiah Cia
Adit dan Ratri masih aman ya blm dapat karmannya
Masiah Cia
Adit dan keu kecuali ayahnya masih tenang 2 ya, belum dapat karma
Masiah Cia
kasian banget Aini , menderita trus, kapan bahagianya
Masiah Cia
nyesek
Masiah Cia
lucu jg sih cerita nya masa sih orang tua tiba-tiba punya stok obat perangsang ,aneh
Masiah Cia
mertua laknat
Reader
duuh aaaampuuuun, Aini dikasi suami kayak Adit dulu dee sepaket ama Bu Mertuanya...dpt suami plus mertua baik, malah susah bgt patuhnya...
Elvira Swani
jd aini uh di unboxing blm thor sm anak buah ny adit?
list_tyo: belum dong kak 😁
total 1 replies
Diani Joell
cerita menarik
list_tyo: makasih kak 🙏🤩🥰
total 1 replies
Tuti Aja
kamar prubadi aini dan ardi dimasukin orang lain...meski teman...gk bagus aiii
Sulastri Oke86
lanjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!