Cinta Berbekal Matre?

“Bahkan orang baru tidak mampu menggantikan posisi dua puluh empat januari.”

📖📖📖

Serius, senang bukan main, saat Randy sudah memiliki jemari baru yang digandeng dalam bersiul-siul manis dalam hati, mendadak menyenangkan ruang nestapa penuh sunyi kepunyaan Cantika.

“Iya, Can, Randy semalam tuh seperti orang bingung, karena HPnya lupa taruh di mana. Sampai-sampai dia branikan diri tanya HPnya di orang mabuk kah.”

Begitulah penuturan dari Ayu, ada rasa senang, ternyata dalam masa kalut hebat dan memberanikan diri untuk bertanya ke orang mabuk soal HP yang di tinggalkan di panggung sekolah.

Hm, memang terlihat bodoh masih ingin menjalin komunikasi dengan orang yang mencuri I-Pad-nya, tidak tahu kenapa si kakak kelas menawari banyak keceriaan kembali. Tahu, kok, bisa mengendus kecurigaan tetapi lebih banyak diamnya.

Sudah cukup sakit hati, di omongin yang tidak-tidak, menghakimi penuh bengis. Siapa yang tak terluka?

“Trus?” Cantika langsung memotong, mau dengar pointnya saja.

“Hampir dapat pukul, untung saja ada Wisnu yang tarik dia.”

Kok, bisa, sampai mau dapat pukul dengan orang mabuk? Yang Cantika tahu dari sosok sudah pergi dari hati, tidak pernah ceroboh seperti dirinya.

Dan, Ayu bisa membaca ekspresi sangat penasaran campur bingung dari adik kelasnya itu, langsung memberitahui kalau Randy nyaris di pukul karena kalut hebat masih memikirkan dirinya.

“Can, Randy sebenarnya masih sayang sama kamu. Malam itu juga kita tahu, dia galau sekali, kasih putus kamu.” Sahut Ayu, penuh serius.

Menggeleng, menolak semua yang sudah di dengarkan oleh Cantika. Kalau memang masih sayang kenapa memilih bergandeng dengan romansa lain dan mengatakan ke gadis itu ingin fokus belajar yang mengusaikan dua puluh empat januari?

Setelah berkepanjangan rawat sebuah luka dan nestapa, hingga dua sahabat menjaga jarak aksa, baru mengetahui sebenarnya sebuah rasa yang masih sama, cukup ngundang amarah dalam dada.

Apakah Randy tahu kalau sedang mencari penawar juga di luar, supaya bisa memamerkan kemesraan di media sosial, Cantika bisa mencari penggantinya.

Yah, walau pun masih ada rasa dengan orang sama, bagaimana bisa jatuh hati dengan orang yang sama bahkan sudah memiliki kekasih baru?

Hm. Keduanya saling sama-sama mencari orang untuk dijadikan sebagai pelampiasan doang, karena tak mampu bersama lagi, terhalangi oleh restu orang tua yang menanggapi diri matre.

Bulan Desember adalah hal sedikit menghibur Cantika, saat-saat melihat kebahagiaan mantan kekasih dengan getir campur cemburu.

Lagi, mengingat-ngingat saat kekasih yang menjadi penawar baru Cantika dan tidak menyangka saat datang main ke kost Elis bisa menemukan sosok yang bisa menemani kekosongan hati. Itu pun terpaksa karena sempat menjaga jarak dengan sahabat, tidak mau mendengar lagi kisahnya tentang orang yang sama, belum bisa terusir dalam hati.

Terima kasih, Can, sdh mau trma sy sbagai pcrmu, ini adalah kado trindah yg saya dpat di penutupan tahun.

Hm. Tidak ada rasa kebahagiaan saat membaca SMS dari kekasih barunya, hanya ada getir-getir menghiasi wajah Cantika saat ini.

Cendrik, nama orang yang sudah berhasil mengusir rasa bosan dan menemani luka itu dalam hati gadis itu, tapi tidak dengan mengambil hatinya sepenuhnya. Karena masih ada orang lama di sana.

Baik dan cukup perhatian, tidak sedikit pun bisa mengambil hati Cantika sama sekali untuk melupakan sosok Randy.

Masih ingat sore itu, duduk di kupang jayapura, cowok itu langsung mengutarakan perasaannya mengenai mantan kekasihnya.

“Can, jujur saya suka sama kamu, tapi pas tahu kamu mantan teman baikku sendiri. Tidak mungkin kalau kita jadian.”

“Jih, apa hubungannya dengan Randy coba? Dia hanya mantan, kenapa jadi kalau kamu pacaran sama saya?” Kesal Cantika.

“Karna kamu itu mantan temanku sendiri, Can.”

“Ah, sudah deh, tidak usah pikir dia. Emang dia ada pikir perasaanku kah, yang masih sayang sama dia? Tidak kan?”

Cantika memperdebatkan semua itu dengan berdecak pinggang, sudah muak membicarakan sebuah nostalgia yang bahkan tak peduli perasaannya saat menghambur kemesraan dengan Rista di media sosial pun sepulang sekolah.

“Can, jadi kamu masih percaya kan, kalau Randy masih sayang sama kamu?” Wisnu membangunkannya dari lamunan.

“Eh? Stop tipu-tipu sudah, Wis. Mana mungkin anak itu masih sayang, lihat sifatnya yang cuek begitu saja sudah jelas kok kalau dia lupakan saya.” Berusaha mengelak.

Bahkan orang baru tidak mampu menggantikan posisi dua puluh empat januari.

“Itu karna dia tidak mau kamu terlalu sedih, makanya dia cuek. Tapi, sebenarnya, dia juga tersiksa bikin sikap begitu ke kamu.” Lagi, Wisnu berterus terang.

“Hm, thanks eh? Sudah kasih tahu.”

“Kalau begitu apa nih imbalannya, Can? Kasih coklat yang kamu makan sudah?” Seru Wisnu dengan sorot menggoda.

“Dih, malas! Kalau orangnya yang bilang langsung boleh, baru kamu bisa makan coklatku.” Protes Cantika, diam-diam tersipu malu.

“Lah?! Bagaimana bisa bikin orangnya kasih tahu langsung, kalau dia saja pemalu begitu.”

Hah. Benar juga sih. Ah, tapi Cantika sangat protes dalam hati, kenapa harus malu dengan dia sih? Kan, bisa janjian lewat SMS supaya tidak ketahuan sama teman sekelas untuk berterus terang persoalan rasa?

Sudahlah. Yang terpenting adalah rasa kebahagiaan menyelusupi dalam hati Cantika. Dan ternyata benar, keduanya menjadikan penawar baru masing-masing sekedar melarikan luka, pelampiasan.

Cantika pura-pura ngambek, “yasudah, tidak usah makan coklatku.” Cantika pun merapikan jilbab lalu masuk ke dalam kelas.

Sebelum benar-benar masuk, “haha bercanda saja. Nih..ambil, jangan rebutan, bagi rata!”

Karena tidak berdua saja ada Dyka dan Fandy juga sedangkan Ayu sudah lebih dulu pamit sebelum Wisnu menyampaikan perasaan teman dekatnya itu. Melihat ketiga teman sekelasnya berebutan coklat yang sudah di makan sebagian, tidak di gigit yah hanya di potong. Hanya menggeleng pelan.

 🧭🧭🧭

Masih ingat dengan tajam, ada foto-foto itu dalam HP Nokia Randy. Yah, foto gadis itu masih ada di sana, maka dari itu yang buat Randy kalang kabut untuk merebut ah bukan, melainkan ingin bertanya tanpa pikir panjang ke orang mabuk, kah?

Sebelum itu, mendapatkan sebuah informasi mengenai mantan kekasih masih ada rasa dari teman sekelas, sudah lebih dulu di beritahui oleh sahabat sendiri. Saat itu belum ada pertengkaran yang menghalangi mereka.

“Jika memang Randy masih sayang kamu, cobalah dekat sama kamu. Atau apakah yang buat hatimu senang bukan sakit trus siksa diri seperti ini, shob.”

“Kita sebagai sahabat, tidak tega lihat kamu nangis dan sedih terus tentang Randy, shob. Shob, sadar..kita semua masih sayang kamu dan peduli. Dan jika memang Randy jodohmu, suatu saat Allah akan persatukan kalian berdua lagi.”

“Yakin dan percayalah, jodoh itu tidak akan ke mana kok. Dan jodoh itu tidak akan lari ke mana-mana, saya yakin kok, Randy saat ini masih sayang kamu. Ingat tidak? Kata-kata indahnya dulu, yang tidak bisa jauh dari kamu? Sabarlah shob, dia masih sayang kamu kok. Dari tingkahnya saja kebaca kok, kalau dia masih sayang kamu.”

“Jadi, kamu jangan kira kalau dia tinggalkan kamu karena apa shob, dia tanggungnya berat. Dan dia juga harus bahagiakan kakaknya, bukan hanya itu tapi kedua orangtuanya untuk dapatkan nilai yang bagus dan bisa kalahkan kakaknya, shob.”

Begitulah yang sudah Elvira berikan, panjang lebar penuh penekanan juga ekspresi gemas campur emosi, pengen telan hidup-hidup sahabatnya yang melulu merengek ingin balikan sama orang yang memang selalu menampilkan sikap cuek, datar pun tak peduli.

Sebentar ada acara keluarga, ada kakak sepupu masuk ke dalam kamar dan melihat foto mereka berdua dalam bingkai sambil berkicau itu siapamu, dek? Hanya membalas dengan senyum getir dan sibuk main HP.

“Eh, mau tahu? Cantika tuh punya pacar mirip sekali dengan Pradana. Baru ganteng lagi pacarnya, trus alim lagi anaknya.” Biar sekali pun di puji, takkan benar-benar menjadi pacar lagi, kan?

Mereka saja belum tahu mereka sudah menjadi mantan, bukan lagi sebagai pacar.

Hm. Begitu bukan kah jauh lebih bagus? Daripada nanti di hujani dengan pertanyaan-pertanyaan lebih banyak.

Diingatkan lagi kan, dengan moment manis saat pulang sekolah bareng, lengket dalam kelas, mengusap tangan sampai hangat kala kedingingan, main game di lab, saling bermain facebook juga di lab, kerja tugas bareng dalam kelas, Randy menunggu gadis itu selesai mencatat, suap-suapan di kelas, bercerita riang diatas tangga, cubit pipi dan hidung hingga tercipta canda pun tawa.

Memakainkan topi, tak peduli dengan tubuh sendiri yang nanti sakit. Ngantar pulang saat hujan deras, yang lucu adalah saat ngambek di saat panas-panasnya cuaca hari itu.

Dan, masih belum terlupakan adalah mengerjakan tugas Penjaskes di rumah Elvira. Saat masuk sholat magrib, mereka bertiga berjamaah dalam kamar, usai sholat ada bacaan yang sedikit mengundang tawa dari Cantika.

Randy baca doa sesudah makan? Please deh, bukan hanya Cantika ternyata menahan tawa melainkan Elvira.

Apa karena gugup, pertama kali menjadi iman depan pacar sendiri kah? Ah, entahlah, dan ingin sekali gadis itu mengulang semua moment-moment manis yang memang tidak bisa di temukan pada Cendrik.

Beberapa minggu menjalin hubungan dengan orang baru, bukan karena ingin mendengarkan kalimat beda selain saya cemburu, El, Cantika sudah punya pacar baru. Justru harus menohok perasaan sendiri ketika kalau Cantika bahagia, saya juga bahagia. Penuturan Randy disampaikan oleh Elvira ke dirinya.

“Mana ada saya bahagia?! Kalau bahagiaku ada di dia, El?!” Sempat berseru sangat protes, merasakan getir hebat. []