Najla anerka ariyani arutama
Nama dia memang bukan nama terpanjang di dunia tapi nama dia terpanjang di keluarga dia
Memiliki 4 saudara laki laki kandung dan 3 saudara sepupu dan kalian tau mereka semua laki laki dan ya mereka sangat overprotektif akhh ingin sekali menukar merek semua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon biancacaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 29
Arlen melangkah lebih dalam, menyalakan senter ke rak pertama. Kotak-kotak kayu kecil tersusun rapi, masing-masing diberi label samar: angka, simbol, beberapa coretan tinta yang nyaris pudar.
Najla berhati-hati membuka satu kotak. Di dalamnya ada benda-benda kecil: koin lama, kunci, dan foto hitam putih yang kusam. Salah satu foto menunjukkan seorang pria muda dengan senyum tegang—lambang keluarga mereka terukir samar di cincin yang dipakainya.
> “Ini… ayah?” bisik Najla, tangannya bergetar.
Arlen mengambil foto itu, matanya menatap tajam:
“Bukan. Tapi… ini orang yang mengawali semua rahasia ini. Dia yang meninggalkan jejak yang sekarang kita telusuri.”
Darren membuka kotak lain, menemukan buku harian tebal. Halamannya kuning, hampir rapuh. Ia membuka salah satu halaman, membaca beberapa baris:
"Hari ini aku menyadari, rahasia keluarga ini terlalu berat untuk ditinggalkan. Suatu hari, generasi berikutnya harus mengerti… tapi mereka harus siap."
Kenzi menatap halaman itu, sedikit gemetar:
> “Jadi… semua ini sengaja disembunyikan? Bahkan dari kita sendiri?”
Kaelan mengangguk pelan.
> “Dan sepertinya bukan cuma rahasia biasa. Ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini. Sesuatu yang… bisa memengaruhi kita sampai sekarang.”
Najla mengangkat pita merah yang tadi dibawanya, menatapnya di bawah cahaya senter.
> “Simbol ini muncul di mana-mana… di foto, di kotak, bahkan di ukiran kotak kayu. Ini bukan sekadar benda.”
Arlen menatap sekeliling ruangan, kemudian menunjuk ke arah rak paling belakang.
> “Lihat kotak itu. Labelnya berbeda—tidak ada angka, tidak ada simbol. Seolah-olah sengaja disembunyikan. Aku rasa… di situlah jawaban utama.”
Darren maju, membuka kotak itu dengan hati-hati. Di dalamnya terdapat sebuah surat besar, dilipat rapi, dan sebuah kunci logam tua.
Najla mengambil surat itu, membuka perlahan, matanya melebar saat membaca baris pertama:
"Anak-anakku, jika kalian menemukan ini, berarti waktunya kalian mengetahui kebenaran. Kebenaran yang selama ini kusembunyikan bukan untuk melindungi diri… tapi untuk melindungi kalian dari diri sendiri."
Kenzi menatap semua orang, setengah takut, setengah penasaran:
> “Kita… beneran harus tahu semua isi surat ini?”
Arlen menatap Najla, Kaelan, Darren, dan Kenzi. Wajahnya serius tapi tenang:
> “Kalau tidak kita baca sekarang… kita tidak akan pernah mengerti. Semua teka-teki, semua rasa takut, semua bayangan yang menghantui keluarga kita… ada di sini. Saatnya hadapi.”
Najla menarik napas dalam, lalu mulai membaca kalimat demi kalimat. Sementara itu, Darren menaruh kunci di saku, Arlen memperhatikan setiap simbol di kotak, dan Kenzi menyalakan senter tambahan untuk menerangi halaman-halaman tua.
Seiring surat itu terbuka, satu hal mulai terasa jelas bagi mereka semua: rahasia ini bukan sekadar masa lalu—tapi fondasi yang membentuk siapa mereka sekarang, dan siapa yang harus mereka hadapi besok.
Kaelan menatap foto-foto di rak, kemudian berbisik:
> “Kita nggak hanya menghadapi sejarah. Kita menghadapi konsekuensi dari sejarah itu. Dan… sepertinya ada orang lain yang masih memantau kita.”
Ruang rahasia itu kini terasa lebih berat. Debu, bayangan, dan aroma kayu tua tidak lagi hanya menjadi latar. Mereka menyadari: setiap benda di sini, setiap simbol, adalah bagian dari permainan yang lebih besar.
Arlen menutup surat perlahan, menatap timnya satu per satu:
> “Oke. Kita sudah mulai mengerti. Sekarang… langkah berikutnya adalah mencari siapa yang masih mengendalikan bayangan itu, dan kenapa mereka ingin kita melihat semua ini.”
Najla mengangguk, mata tetap fokus:
> “Dan kali ini… kita tidak akan mundur.”
Kenzi tersenyum tipis, meski tegang:
> “Biar gelap, biar misteri… kita bareng-bareng. Seperti dulu.”
Darren menaruh kotak kembali ke rak dengan hati-hati, tapi matanya tetap waspada.
> “Siapa yang nyangka… rumah tua ini ternyata jadi arena latihan keberanian keluarga kita.”
Arlen tersenyum tipis, menyalakan senter ke seluruh ruangan:
> “Setiap bayangan, setiap simbol, setiap benda… sekarang milik kita untuk dipahami. Dan dari sini… kita mulai menulis aturan kita sendiri.”