NovelToon NovelToon
Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Genius / Mengubah Takdir / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Dieksekusi oleh suamiku sendiri, Marquess Tyran, aku mendapat kesempatan untuk kembali ke masa lalu.

​Kali ini, aku tidak akan menjadi korban. Aku akan menghancurkan semua orang yang telah mengkhianatiku dan merebut kembali semua yang menjadi milikku.

​Di sisiku ada Duke Raymond yang tulus, namun bayangan Marquess yang kejam terus menghantuiku dengan obsesi yang tak kumengerti. Lihat saja, permainan ini sekarang menjadi milikku!

Tapi... siapa dua hantu anak kecil itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29 : Mama!

Hangat.

Setelah gelap, terbitlah terang.

Aku bisa merasakannya. Hangatnya sinar matahari di kulitku. Aroma rumput yang baru dipotong dan bunga mawar yang bermekaran.

Juga... suara tawa anak-anak yang riang.

​Aku membuka mata. Aku tidak lagi berada di pantai yang dingin dan berlumuran darah. Aku berada di sebuah taman yang indah, di bawah naungan pohon ek yang rindang. Aku mengenakan gaun putih sederhana, dan di tanganku ada mahkota bunga aster yang sedang kurangkai.

​Perasaan damai yang begitu murni menyelimutiku. Sebuah kebahagiaan yang tidak pernah kurasakan seumur hidupku.

​"Mama! Ke sini!"

​Aku mendongak dan melihat mereka. Dua anak kecil berlari di padang rumput. Seorang anak laki-laki dengan rambut sehitam malam: Kaelus, dan seorang gadis kecil dengan rambut pirang madu yang dikepang dua: Valleria.

Wajah mereka tidak jelas, berkilauan di bawah cahaya matahari, tapi aku bisa merasakan cinta mereka, dan cintaku pada mereka, begitu kuat hingga menyesakkan.

​Kaelus dan Valleria.

​Nama-nama itu terlintas di benakku, terasa begitu benar, begitu pas.

Apa ini mimpi? Atau penglihatan? Jika penglihatan... siapa aku? Siapa wanita yang dipanggil Mama oleh mereka?

​Seorang pria tiba-tiba datang dan duduk di sampingku, bersandar di pohon. Rambutnya hitam legam. Dia menoleh padaku, dan mata merahnya berkilau hangat seperti bara api di perapian musim dingin.

Dia tersenyum. Senyum yang tulus dan penuh kasih saat melihat hasil karyaku.

​"Mahkota yang indah," katanya, suaranya dalam dan menenangkan, tapi terdistorsi. Seperti teriakan di tengah badai. "Untuk Valleria?"

​Aku tiba-tiba mengangguk, dan tersenyum kembali padanya. Tubuhku... dikendalikan lagi? Tidak. Ini berbeda. Itu aku. Benar-benar aku... ini membingungkan.

Rasanya di sini, di tempat ini, kami adalah keluarga.

Utuh dan bahagia.

Aneh...

Aneh sekali.

​Lalu tiba-tiba, taman itu menjadi dingin.

​Bunga-bunga di tanganku layu dan berubah menjadi es. Langit yang tadinya biru cerah berubah menjadi kelabu.

Senyum di wajah pria itu lenyap, matanya menjadi merah tajam dengan pupil vertikal. Pedang terhunus di tangannya.

Marquess Tyran!?

Tawa anak-anak berubah menjadi jeritan ketakutan.

​Sesuatu yang dingin dan licin merayap keluar dari dadaku. Aku menunduk dan melihat seekor ular putih raksasa yang berpendar keluar dari tubuhku, melilitku dengan erat.

​"Milikku," desis ular itu, suaranya adalah gema dari pikiranku sendiri dan suara Marquess Tyran sekaligus.

​Jeritan anak-anak semakin jauh. Taman itu tiba-tiba hancur penuh dengan genangan darah. Aku mencoba berlari ke arah suara anak-anak dan mencoba memanggil nama mereka.

"Kaelus! Valleria!"

Aku menemukan mereka.

Aku menemukan tubuh mereka.

"DASAR PEMBUNUH!!!"

​Aku terbangun dengan sentakan hebat, sebuah teriakan tertahan di tenggorokanku. Sakit. Jeritan tertahan di tenggorokanku yang terasa kering.

Aku terengah-engah, keringat dingin membasahi seluruh tubuhku. Bau bunga mawar yang manis dari mimpi masih samar-samar tercium, bercampur dengan bau obat-obatan yang tajam.

Mimpi?

Benar... mana mungkin itu nyata...

Entahlah...

Aku... tidak tahu lagi...

Kelopak mataku terasa berat seperti timah, dan saat aku berhasil membukanya, cahaya dari jendela terasa begitu menyilaukan hingga aku harus memejamkannya kembali. Setiap suara di ruangan terdengar menggema, membuat kepalaku yang kosong berdenyut nyeri.

​"Nona! Syukurlah!"

​Sebuah suara yang kukenal. Lila. Aku mencoba menoleh, tetapi leherku terasa kaku. Aku mencoba mengangkat tanganku untuk melindungiku dari cahaya, tapi lenganku terasa seperti bukan milikku, lemas dan tak bertenaga.

​"Air..." bisikku, suaraku serak dan pecah, nyaris tak terdengar.

​"Baik, Nona! Sebentar!"

​Aku merasakan lengan yang lembut menopang kepalaku, dan bibir gelas yang dingin menyentuh bibirku yang pecah-pecah. Air itu terasa seperti anugerah, membasahi tenggorokanku yang kering. Setelah beberapa tegukan, aku berhasil membuka mataku sepenuhnya.

​Lila ada di sisiku, matanya merah dan bengkak karena menangis, tetapi kini wajahnya dipenuhi kelegaan. "Anda akhirnya sadar!" isaknya.

​Aku menatap sekeliling. Kamar tidur yang mewah namun asing. Seprai sutra, perabotan kayu yang dipoles. "Di... mana aku?" tanyaku, setiap kata terasa seperti sebuah usaha yang berat. "Berapa lama...?"

​"Kita di markas Hartwin di kota Silverwood, Nona. Anda sudah tidak sadarkan diri... selama hampir satu minggu."

​Satu minggu. Sebuah lubang hitam selama tujuh hari dalam hidupku. Puing-ingatan terakhirku mulai kembali: Duke yang terluka, Grand Duke Orkamor, Marquess, ular putih, dan darah...

​Rasa sakit yang tajam tiba-tiba menusuk punggungku saat aku mencoba bergerak, membuatku meringis. "Aduh..."

​"Jangan bergerak, Nona!" kata Lila panik, dengan sigap membetulkan bantal di belakangku. "Tabib bilang Anda mengalami benturan keras dan kelelahan sihir yang ekstrem. Anda harus banyak istirahat."

Sihir?

Aku?

Terdengar tidak masuk akal.

Kecuali... ular putih itu...

​Saat itulah pintu diketuk. Kapten Baren masuk, langkahnya pelan. Wajahnya yang biasanya keras dan tanpa ekspresi, kini dipenuhi kelegaan yang tulus. Dia berhenti di kaki tempat tidur, seolah takut mendekatiku yang rapuh.

​"Nona Elira," sapanya, suaranya lebih lembut dari biasanya.

​"Kapten," balasku lemah. "Laporan."

​Baren melirik Lila, lalu kembali padaku. Dia mengerti. Dia memulai laporannya dengan suara rendah seorang prajurit. "Pertempuran di Atika telah berakhir. Para Invader telah mundur. Tapi... Pelabuhan Atika hancur total, Nona. Semuanya membeku, seluruh kota pelabuhan Atika dipenuhi oleh balok-balok es yang sangat dingin. Para penyihir kerajaan menyebutnya 'Luka Beku'."

​Aku mendengarkan, setiap kata terasa berat. Musim dingin itu telah dimulai.

​"Berita dari ibu kota... mereka menyebut Anda, Duke Raymond, dan Marquess Tyran sebagai 'Tiga Pahlawan Atika'."

​Aku tertawa, tawa yang lemah dan kering, yang langsung berubah menjadi batuk yang menyakitkan. Dadaku terasa sesak. "Pahlawan..." desisku sinis di antara batuk.

​Lila dengan cepat memberiku minum lagi.

​Baren melanjutkan, tampak ragu. "Duke Raymond terluka parah, tapi beliau selamat dan sudah dipindahkan ke ibu kota. Dan anak-anak dari panti asuhan... mereka semua selamat, Nona. Mereka sekarang berada di kamp pengungsian utama, dirawat dengan baik."

​Sedikit beban terangkat dari hatiku.

Setidaknya, misi pribadiku tidak sepenuhnya gagal.

​"Ada satu hal lagi, Nona," kata Baren, suaranya menjadi lebih pelan. "Setelah Anda pingsan di pantai... yang membawa Anda kembali ke garis pertahanan kami... adalah Marquess Tyran."

​Tubuhku menegang. Sebuah sentakan kecil mengirimkan gelombang rasa sakit ke punggungku, tapi rasa sakit fisik itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan rasa mual dan pelanggaran yang tiba-tiba menyelimutiku.

Jantungku berdebar kencang.

Mengapa?

Mengapa dia menyelamatkanku?

Apa tujuannya?

Apakah ini bagian dari permainan barunya?

Atau... apakah ada sesuatu yang lain?

Terlepas dari itu...

Berani bajingan itu menyentuh tubuhku saat aku tidak berdaya!

​"Pasukannya mengawal kami sampai ke perbatasan Silverwood," lanjut Baren. "Dengan perintah langsung darinya untuk melindungi Anda."

​Aku memejamkan mata, mencoba menenangkan badai di dalam kepalaku. Semua ini terlalu banyak. Tubuhku yang lemah tidak sanggup menanggung beban informasi ini. Aku bisa merasakan kekuatanku terkuras habis hanya karena mendengarkan.

​Melihat wajahku yang semakin pucat, Baren menghentikan laporannya. "Maaf, Nona. Sebaiknya Anda istirahat."

​Lila mengangguk setuju. "Kapten benar. Anda butuh tidur."

​Mereka berdua pergi dengan diam, meninggalkanku sendirian dalam keheningan.

​Aku menatap langit-langit kamar. Aku dipuji sebagai pahlawan, diselamatkan oleh musuh bebuyutanku, dihantui oleh dua anak kecil, serta kekuatan mengerikan yang tidak kupahami.

​Aku mencoba mengangkat tanganku lagi. Kali ini berhasil, meskipun gemetar. Aku menatapnya. Tangan yang telah menumpahkan darah seorang Grand Duke. Tangan yang digerakkan oleh ular putih. Tangan ini tidak lagi terasa seperti milikku.

Sebuah desakan gila muncul di kepalaku: haruskah aku memotongnya?

1
Ria Gazali Dapson
jdi ikut²an dag dig dug derrr😄
BlackMail
Makasih udah mampir.🙏
Pena Santri
up thor, seru abis👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!