Bagi Luna, Senja hanyalah adik tiri yang pantas disakiti.
Tapi di mata Samudra, Senja adalah cahaya yang tak bisa ia abaikan.
Lalu, siapa yang akan memenangkan hati sang suami? istri sahnya, atau adik tiri yang seharusnya ia benci.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda SB, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 - Rahasia di balik rahasia
Sore itu langit tampak mendung, pertanda hujan akan segera turun. Senja berjalan keluar dari rumah dengan mengenakan dress casual berwarna putih dan cardigan abu-abu, rambut dikuncir kuda rapi, dan tas selempang coklat tergantung di bahunya. Di tangannya, selembar kertas berisi daftar belanjaan untuk kebutuhan dapur minggu ini.
"Bi Ipah, aku ke supermarket dulu ya," pamitnya pada pembantu tua yang sedang menyapu teras.
"Hati-hati, Nak. Kayaknya mau hujan nih," jawab Bi Ipah sambil menatap langit yang semakin gelap.
"Iya, Bi. Aku cepet kok."
Senja berjalan menuju halte bus terdekat. Sejak tinggal di rumah mewah keluarga Samudra, dia tidak pernah menggunakan fasilitas mobil. Luna selalu bilang bahwa pembantu tidak pantas naik mobil mewah keluarga. Dan Senja, yang dulu penurut, selalu menurut tanpa protes.
Tapi kali ini berbeda. Senja tidak peduli lagi dengan aturan-aturan Luna. Dia punya misi yang lebih besar, mengumpulkan informasi dan mencari kelemahan musuhnya.
Perjalanan ke supermarket memakan waktu sekitar dua puluh menit. Senja turun di depan sebuah plaza kecil yang di dalamnya terdapat supermarket, beberapa toko baju, dan deretan café yang selalu ramai dikunjungi anak muda.
Ketika berjalan melewati salah satu café bergaya minimalis dengan dinding kaca besar, mata Senja menangkap pemandangan yang membuatnya langsung berhenti.
Di sudut café yang agak tersembunyi dari pandangan umum, Luna duduk berhadapan dengan seorang pria. Bukan sembarang pria, pria itu duduk sangat dekat dengan Luna, tangan mereka saling bertaut di atas meja, dan sesekali Luna tertawa dengan cara yang sangat berbeda dari biasanya. Tawa yang ceria, tulus, penuh kasih sayang.
Senja langsung mundur dan bersembunyi di balik pilar besar di depan café. Jantungnya berdetak kencang. Ini adalah informasi berharga yang bisa digunakan untuk menghancurkan Luna.
Dengan hati-hati, Senja mengintip dari balik pilar. Pria yang duduk bersama Luna berpenampilan cukup tampan dengan gaya rambut yang klimis, mengenakan kemeja hitam yang dikancing setengah, dan jam tangan yang terlihat mahal di pergelangan tangannya, meski kalau diperhatikan lebih seksama, jam itu adalah replika, bukan yang asli.
"Siapa dia?" bisik Senja sambil mengeluarkan ponselnya. Dengan gerakan yang cepat dan hati-hati, dia mengambil beberapa foto Luna dan pria itu dari berbagai sudut. Bukti yang sempurna.
Karena dinding café terbuat dari kaca dan pintu sedikit terbuka, suara dari dalam terdengar cukup jelas ke luar, terutama karena Luna dan pria itu duduk dekat dengan pintu.
"Jun, aku udah coba lagi pagi ini," kata Luna dengan nada yang frustasi. "Tapi Samudra tetap cuek aja. Dia kayak udah nggak tertarik sama aku lagi."
Pria yang dipanggil Jun itu, Arjuna mengelus tangan Luna dengan lembut. "Sayang, kamu harus lebih pinter. Pancing dia dengan hal yang dia mau. Bukannya aku udah kasih saran?"
"Udah, tapi dia tetap nolak!" Luna terdengar hampir menangis. "Kemarin malam aku udah coba segala cara, tapi dia malah ninggalin kamar!"
Arjuna menghela napas panjang, ekspresinya menunjukkan ketidaksabaran yang berusaha disembunyikan. "Luna, kita udah terlalu lama menunggu. Aku butuh uang itu secepatnya."
"Aku juga tau!" bentak Luna dengan suara yang sedikit keras, membuat beberapa pengunjung café lain melirik. Dia langsung menurunkan suaranya. "Tapi gimana caranya? Samudra sekarang kayak beda orang."
"Kalau begitu, kita naikin taruhannya," kata Arjuna sambil menyeruput kopinya dengan santai.
"Maksudnya?"
"Jangan minta lima ratus juta lagi," Arjuna menatap Luna dengan mata yang berkilat serakah. "Minta satu miliar."
"APA!" Luna hampir teriak tapi langsung menutup mulutnya sendiri. "Kamu gila? Mana mungkin Samudra mau kasih segitu?"
"Pasti mau kalau kamu bilang buat modal usaha yang lebih besar," rayu Arjuna dengan senyum yang manipulatif. "Bilang aja kamu mau ekspansi bisnis, atau mau investasi property. Cowok kaya seperti Samudra pasti mau invest kalau istri-nya terlihat ambisius."
Luna menatap Arjuna dengan ragu. "Tapi kalau dia curiga?"
"Makanya kamu harus pinter," kata Arjuna sambil mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke Luna. "Buat dia percaya. Buat dia merasa kalau kamu emang serius dengan bisnis. Kasih liat proposal palsu kalau perlu. Aku bisa bantuin buat proposal yang keliatan profesional."
Luna terdiam, terlihat sedang berpikir keras. "Tapi Jun... satu miliar itu banyak banget. Apa kita nggak terlalu serakah?"
Arjuna tertawa pelan. "Sayang, cowok itu kaya raya. Satu miliar buat dia mah kayak recehan doang. Dan ingat, setelah kita dapet uang itu, kita langsung kabur dan nikah. Kamu mau kan hidup bahagia sama aku?"
"Tentu saja aku mau," jawab Luna dengan mata berbinar. "Kamu kan cinta sejati aku."
"Nah, kalau begitu lakukan apa yang aku suruh," kata Arjuna sambil mengecup punggung tangan Luna. "Demi masa depan kita."
Senja yang mendengar semua percakapan itu merasakan amarah dan kepuasan bercampur menjadi satu. Amarah karena Luna ternyata merencanakan untuk menipu Samudra dengan jumlah yang sangat besar. Kepuasan karena dia menemukan bukti bahwa Luna memang selingkuh dan merencanakan untuk kabur membawa uang Samudra.
"Tunggu sampai Mas Samudra tahu tentang ini," bisiknya sambil memegang ponsel yang berisi foto-foto bukti dengan erat.
Tiba-tiba ponsel Arjuna berdering keras. Pria itu melirik layar dan ekspresinya langsung berubah, campuran antara terkejut dan panik.
"Maaf sayang, ada telepon penting," katanya sambil bangkit dari kursi. "Aku keluar dulu sebentar."
"Dari siapa?" tanya Luna dengan nada cemburu.
"Klien," jawab Arjuna cepat. "Soal proyek yang lagi aku handle. Tunggu sebentar ya."
Arjuna berjalan keluar dari café dengan ponsel menempel di telinga. Luna tetap duduk di dalam sambil main ponselnya sendiri, sesekali tersenyum-senyum sendiri.
Senja yang melihat Arjuna keluar langsung bersembunyi lebih dalam di balik pilar. Tapi rasa penasarannya terlalu besar. Pria ini adalah kekasih gelap Luna, orang yang menjadi alasan Luna memperlakukan Samudra dengan sangat buruk. Senja ingin tahu lebih banyak tentang dia.
Dengan hati-hati, Senja mengikuti Arjuna yang berjalan menuju samping café, sebuah gang kecil yang biasanya digunakan untuk akses belakang toko-toko. Tempat yang cukup tersembunyi dari pandangan umum.
Senja bersembunyi di balik tembok sambil mengintip ke arah gang. Arjuna masih berbicara di telepon dengan nada yang sangat berbeda dari yang tadi, lebih lembut, lebih sayang, lebih... intim.
"Iya sayang, aku tahu. Maaf ya kemarin aku nggak bisa pulang," kata Arjuna dengan nada yang sangat manis. "Ada urusan penting yang nggak bisa ditinggal."
Senja mengernyitkan dahi. Sayang? Urusan penting? Bukannya dia lagi pacaran sama Luna?
Tidak lama kemudian, seorang wanita muncul dari ujung gang. Wanita itu berusia sekitar dua puluhan awal, berpakaian casual tapi terlihat berkelas, dengan tas branded aslibukan replika di tangannya. Wajahnya cantik dengan makeup yang natural, dan ada cincin yang berkilau di jari manisnya.
"Jun!" panggil wanita itu sambil berjalan cepat menghampiri Arjuna.
Arjuna langsung memasukkan ponselnya ke saku dan memeluk wanita itu dengan hangat. "Maaf sayang, tadi aku lagi di café sama... teman."
"Teman cewek?" tanya wanita itu dengan nada cemburu sambil memukul dada Arjuna pelan.
"Iya, tapi tenang. Dia cuma... target kita," jawab Arjuna sambil tertawa pelan.
Target? Senja merasakan darahnya mendidih. Ternyata Luna bukan pacar Arjuna, tapi korban penipuan!
"Gimana? Dia udah mau kasih uang?" tanya wanita itu dengan mata berbinar.
"Belum, tapi aku udah naikin nominal jadi satu miliar," jawab Arjuna dengan senyum bangga. "Kalau dia kasih, kita bagi dua. Lima ratus juta buat aku, lima ratus juta buat kamu. Fair kan?"
"Fair," jawab wanita itu sambil mengecup pipi Arjuna. "Kamu memang pinter, suamiku."
Suami?
Senja hampir berteriak kaget tapi langsung menutup mulutnya sendiri dengan tangan. Arjuna ternyata sudah menikah! Dan dia bersama istrinya merencanakan untuk menipu Luna!
"Kamu yakin dia bakal kasih segitu?" tanya istri Arjuna dengan nada ragu.
"Pasti," jawab Arjuna dengan percaya diri. "Cewek itu udah kecanduan sama aku. Dia bakal lakukan apapun yang aku minta. Bodoh sih, tapi untungnya dia punya suami yang kaya raya."
Mereka tertawa berdua, tawa yang terdengar sangat jahat di telinga Senja.
"Terus setelah dapet uang, kita putus kontak sama dia kan?" tanya istri Arjuna.
"Tentu saja," jawab Arjuna sambil memeluk pinggang istrinya. "Kita ambil uangnya, terus kabur ke Bali. Udah aku siapin villa di sana. Kita bisa hidup enak tanpa harus kerja keras."
"Kamu memang yang terbaik," kata istri Arjuna sambil mencium bibir suaminya dengan mesra.
Senja merasakan mual melihat adegan itu. Bukan karena sedih untuk Luna, tapi karena jijik dengan betapa jahatnya manusia bisa terhadap manusia lainnya.
Tapi di sisi lain, informasi ini adalah harta karun. Ini adalah senjata yang sempurna untuk menghancurkan Luna. Tidak hanya terbukti bahwa Luna selingkuh, tapi juga terbukti bahwa pria yang dicintainya itu hanya memanfaatkannya untuk uang.
Dengan tangan yang gemetar karena excitement, Senja mengambil ponselnya dan merekam video percakapan mereka. Suara mereka terdengar cukup jelas karena gang itu cukup sempit dan tidak berisik.
"Aku harus balik dulu," kata Arjuna setelah melepaskan ciuman. "Nanti dia curiga kalau aku lama-lama."
"Hati-hati ya," kata istrinya sambil mengusap bibir Arjuna dengan ibu jari, menghapus bekas lipstick. "Jangan sampai ketahuan."
"Tenang aja. Cewek bodoh kayak gitu gampang diboongin," jawab Arjuna dengan senyum yang sangat meremehkan.
Mereka berpisah, istri Arjuna berjalan ke arah yang berlawanan sementara Arjuna kembali ke arah café.
Senja dengan cepat bersembunyi lebih dalam agar tidak ketahuan. Setelah yakin Arjuna sudah kembali ke café, dia keluar dari persembunyiannya dengan napas yang masih terengah-engah.
"Oh my God," bisiknya sambil menatap video rekaman di ponselnya. "Ini... sempurna."
Tangannya gemetar memegang ponsel karena euphoria. Dia baru saja mendapatkan bukti yang bisa menghancurkan Luna berkeping-keping. Bukti bahwa Luna selingkuh. Bukti bahwa pria selingkuhannya sudah menikah. Bukti bahwa mereka merencanakan penipuan besar-besaran terhadap Samudra.
"Kak Luna," bisik Senja dengan senyum yang dingin, "kamu pikir aku yang akan hancur? Ternyata kamu yang akan hancur."
Dengan hati yang masih berdebar kencang, Senja berjalan menuju supermarket melanjutkan rencana awalnya. Tapi pikirannya sudah dipenuhi dengan strategi baru, kapan waktu yang tepat untuk mengungkap semua informasi ini? Bagaimana cara terbaik untuk menggunakannya agar dampaknya maksimal?
Senja tahu dia harus sabar. Terlalu cepat membuka kartu akan membuat Luna kabur atau bahkan balik menyerang. Dia harus menunggu timing yang tepat, saat Luna sudah terlalu dalam dengan rencananya, saat dia sudah tidak bisa lari lagi.
"Sebentar lagi," bisiknya sambil memasukkan ponsel ke dalam tas dengan hati-hati. "Sebentar lagi semua akan terbongkar. Dan aku akan pastikan Luna merasakan kehancuran yang sama seperti yang dia buat ke aku dan Ayah bahkan lebih."
Langit semakin gelap dan tetes-tetes hujan mulai jatuh. Tapi Senja tidak peduli. Hatinya dipenuhi dengan kepuasan dan antisipasi untuk hari di mana semua kebenaran akan terungkap, dan Luna akan jatuh dari singgasananya yang penuh kebohongan.