Apa yang akan kalian lakukan jika tiba-tiba kalian terbagun di tubuh orang lain. Apa lagi tubuh seorang idola terkenal dan kaya raya.
Itulah yang sedang di rasakan Anya. Namun, ia bangun di tubuh Arka, seorang Leader boyband Rhapsody. Ia mendadak harus bersikap seperti seorang idola, tuntutan kerja yang berbeda.
Ia harus berjuang menghadapi sorotan media, penggemar yang fanatik, dan jadwal yang padat, sembari mencari cara untuk kembali ke tubuhnya sendiri sebelum rahasia ini terbongkar dan hidupnya hancur.
Mampukah Anya bertahan dalam peran yang tak pernah ia impikan, dan akankah ia menemukan jalan pulang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUJIYAKAR 29
Anya merasa seperti tahanan yang mendapatkan remisi. Seharian ini, Arka—atau lebih tepatnya, dirinya dalam tubuh Arka—sibuk dengan berbagai kegiatan.
Jadwal padat seorang idola membuatnya kelaparan. Saat jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam, perutnya berteriak minta diisi.
"Mie instan kayaknya enak," gumam Anya, matanya berbinar membayangkan kuah gurih dan mie kenyal.
Tanpa pikir panjang, ia menyelinap ke dapur. Dicarinya sebungkus mie instan rasa kari ayam, kesukaannya sejak dulu. Air direbus, mie dimasukkan, bumbu ditaburkan. Aroma menggoda langsung menyeruak memenuhi dapur.
"Sedang apa kau?"
Suara dingin itu membuat Anya terlonjak kaget. Arka berdiri di depan meja, kedua tangannya dilipat di dada, tatapannya tajam menusuk.
"Eh ... ini ... aku lapar," jawab Anya gugup, berusaha menyembunyikan panci mie instan di belakang punggungnya.
Arka mendengus. "Kau tahu aku tidak suka makanan seperti ini. Itu sampah, Anya. Merusak tubuh."
Anya mengerucutkan bibirnya. "Sekali ini saja, deh. Aku benar-benar lapar. Lagian, ini enak banget. Cobain deh!"
Anya menyodorkan sepanci mi ke arah Arka.
"Tidak ada kompromi soal kesehatan," jawab Arka tegas. Ia mendekat dan merebut panci dari tangan Anya.
Anya menatap nanar mie instan yang sudah siap disantap itu. "Yaah ... tega banget sih."
Arka terdiam sejenak, menatap Anya yang memasang wajah memelas. Entah kenapa, ia jadi merasa bersalah.
Mungkin karena ia tahu betapa beratnya menjalani hari ini dalam tubuhnya.
"Baiklah," kata Arka akhirnya, membuat Anya terkejut. "Kita makan ini ... berdua."
Anya bersorak senang. Mereka berdua duduk di meja makan, berhadapan dengan sepanci mie instan kari ayam yang mengepulkan asap.
Arka, dengan wajah sedikit masam, mengambil garpu dan mulai melahap mie itu.
"Lumayan juga," komentar Arka setelah beberapa suap.
Anya tersenyum lebar. "Kan, kubilang enak!"
Sambil menikmati mie instan, Anya teringat sesuatu. "Oh ya, Arka. Soal Bu Shofia ..."
Arka mengangkat alisnya.
"Entahlah, situasinya semakin rumit. Tapi, aku gak mungkin keluar dari rumahku sendiri, kan? Kau harus cari cara untuk membuatku tetap di sini, ingat!" ucap Arka sambil melahap habis mie dari panci.
"Tapi, aku harus bilang apa? Kau tahu sendiri kan mereka sangat marah. Mereka bilang semua ini karena aku," ujar Anya sambil memainkan gagang panci.
Arka menarik panci itu. Sementara Anya melotot melihat Arka yang begitu menikmati mie instan buatannya.
"Tidak usah terlalu kau pikirkan, ini bukan lagi salahmu. Ini masalahku, tapi aku juga tidak bisa bilang. Jadi, carilah cara agar aku tidak keluar dari rumah ini, jadi kau tidak usah merasa bersalah." ungkap Arka sambil berbicara dengan mulut penuh mie.
Anya merebut panci dari tangan Arka. "Bagi dong!"
"Arka! Kok kau habiskan sih," sentak Anya yang tahu jika pancinya sudah kosong tak bersisa.
Arka bangkit tanpa rasa bersalah. "Ya, lumayan rasanya. Lain kali, jangan makan mie instan lagi."
Ia lalu mengambil air minum dari dalam kulkas dan meneguknya dengan tergesa-gesa.
"Padahal, aku yang ingin makan mie ini. Tapi, dia yang habiskan," gumam Anya sambil memandang panci kosong itu.
Arka lalu berjalan menuju ruang santai. Ia duduk di kursi sofa panjang beludru yang halus. Ia menyalakan televisi besar di depannya.
"Anya, kemarilah," pinta Arka.
Anya dengan langkah gontai mendekati Arka. Ia duduk di samping Arka, menaikkan kedua kaki, dan memeluk bantal kecil di sofa itu.
"Turunkan kakimu, laki-laki tidak duduk seperti itu," tegur Arka.
Namun, Anya balas melotot. "Bisakah, kalau hanya kita berdua, biarkan aku menjadi diri sendiri? Aku capek harus terus bergaya sepertimu, tahu."
Dengan gaya kemayu, Anya membuang muka.
"Baiklah," ucap Arka sembari menghela napas.
Sesaat, mereka terdiam, hanya menyaksikan film di layar televisi. Suasana menjadi hening dan sunyi, hanya ada suara adegan dari TV.
Tiba-tiba, kepala Anya menyandar di bahu Arka, hingga membuat Arka terkesiap.
Saat menatapnya, Anya sudah terlelap.
Arka menatapnya lekat-lekat. "Terima kasih, Anya. Perkataanmu di depan fans membuatku tersentuh. Aku memang artis, tapi aku juga ingin bahagia dengan caraku sendiri."
Tanpa sadar, Arka membelai rambut Anya. Namun, ia segera tersadar dan menepis tangannya sendiri.
"Gila, mau ngapain lo? Main belai-belai rambutnya. Berasa suka sama sesama jenis gue, ih ..." gumam Arka, lalu berdiri cepat hingga membuat Anya terhuyung ke sofa.
Anya yang kaget langsung menegakkan tubuhnya, bingung.
"Kalau ngantuk, tidur di kamar. Jangan tidur sembarangan," ucap Arka, lalu dengan cepat berjalan menuju tangga dan masuk ke dalam kamar.
Anya yang masih setengah sadar menggaruk-garuk lehernya dan beranjak dari sana.
Mereka segera terbuai ke alam mimpi.
.....
Pagi itu, tanpa pemberitahuan, Shofia datang bersama Julian dan beberapa bodyguard.
Tentu saja, hal itu membuat Anya kaget. Saat ia melihat dari lubang pintu, Shofia dan yang lain sudah menunggunya di luar.
"Gawat, Arka masih di kamar dan belum bangun lagi," gumam Anya panik, bersandar di pintu sambil menatap ke arah kamar Arka di lantai atas.