Nayura, gadis SMA yang belum pernah mengenal cinta, tiba-tiba terikat janji pernikahan di usia yang penuh gejolak. Gavin juga remaja, sosok laki-laki dingin dan cuek di depan semua orang, namun menyimpan rasa yang tumbuh sejak pandangan pertama. Di balik senja yang merona, ada cinta yang tersembunyi sekaligus posesif—janji yang mengikat hati dan rasa yang sulit diungkapkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadin Alina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 : Nyaris
Nayura menghembuskan nafas yang terdengar berat, memejamkan mata sejenak untuk mencari ketenangan, meskipun tak ia dapatkan.
“Lo main perempuan.” lirihnya. Bahkan, Gavian sampai menautkan alisnya karena tidak begitu jelas mendengar ucapan Nayura.
“Apa? Nggak kedengaran.” Ngomong Gavian membuat Nayura berdecak sebal.
Tahu nggak sih, Nayura perlu menyiapkan nyali untuk mengatakan hal tersebut. Lalu kini? Di minta untuk ulang kembali? Dasar pekak! Gerutu batin Nayura.
Bentar deh, padahal Nayura yang ngomongnya bisik-bisik tetangga, terus nyalahin orang yang dengar? Memang dah, perempuan nggak mau di salahkan. 😁
“Lo nggak boleh main perempuan, DENGER!” Nayura menekan kata terakhirnya, tangannya mencekram kemeja Gavian di bagian dada. Menyalurkan rasa kesal, marah, dan sakit hati.
Gavian terdiam sejenak, mendengar ucapan Nayura yang begitu tegas. Matanya bergantian menatap bola mata Nayura yang memancarkan ke seriusan.
“Sure.” Jawab Gavian dengan suara berat, membuat bulu kuduk Nayura merinding. Apalagi, tatapan elang Gavian yang begitu dalam membuat Nayura terkunci karenanya.
Tentu, Gavian tidak akan main perempuan, ia baru saja menikah dan baru saja merasakan…jatuh cinta. Bagaimana mungkin ia kepikiran untuk mendua sedang jantungnya selalu berdebar tak karuan jika di dekat Nayura.
Nayura melepaskan cengkramannya dan hendak bangkit dari posisi tiduran. Nayura butuh waktu sendiri untuk menenangkan hati dan pikirannya. Namun, tangan Gavian kembali menahan pundaknya bahkan, Gavian menarik pundak Nayura agar lebih dekat dengannya.
“Gue mau sendiri.” Ucap Nayura namun, tak di hiraukan oleh Gavian. Gavian tetap mendekap Nayura dan kini mulai memejamkan mata.
Nayura yang merasa tak di hiraukan. Membuat ia kembali emosi, sebelumnya udah emosi juga. Namun, kali ini emosinya lebih meningkat. Ngerti nggak sih, kalau lagi kesal terus pengen sendiri namun terus di tahan! Rasanya...sesak!
“Foregive me.” bisik Gavian lembut.
Dada Nayura kembang kempis mendengar kalimat tersebut. Sudah coba nahan tapi, tetap aja rasanya sesak. Bukannya lebai atau bagaimana, tetapi ia merasa tidak terima atas perlakuan lancang Gavian.
Ia sangat menjaga diri dan kini...cowok itu yang pertama melihat semuanya.
“Lo jahat…” lirih Nayura dengan suara bergetar.
Cairan asin itu kembali terjun bebas membasahi wajah Nayura. Gavian terus memeluknya, mengusap punggung tangannya dengan mendengarkan rengekan Nayura.
“Gu-gue malu, tahu!” rengek Nayura, membiarkan kemeja Gavian basah oleh air matanya.
“Lo yang pertama melihat semuanya dan…gu-gue nggak yakin, apakah lo akan tetap tanggung jawab atau nanti…” Nayura menelan ludahnya dengan kasar, saat pikiran buruk yang sedari tadi mengusik kepalanya.
“Pergi ninggalin gue.” Lanjut Nayura.
Gavian menggeleng, dagunya masih bertumpu di pucuk kepala Nayura. Membuat Nayura merasakan pergerakan itu.
“Gue nggak akan pernah ninggalin lo, itu janji gue.” Ucap Gavian penuh keyakinan.
“Itu kan sekarang, nggak tahu kalau nanti.”
Entahlah, tiba-tiba kecemasan menyergap Nayura. Ia takut jika Gavian akan meninggalkannya meskipun Gavian telah berjanji.
“Gue lelaki sejati, asal lo tahu.” Balas Gavian membuat Nayura terdiam.
Hening!
Hanya suara detak jantung dan tangisan yang mulai mereda. Perlahan, Nayura mulai terlelap dalam pelukan Gavian. Menangis membuatnya merasa kantuk dan tanpa sadar terlelap. Tak jauh berbeda dengan Gavian, yang ikut terlela. Tangannya setia, mendekap hangat tubuh Nayura.
...****************...
^^^Keesokan paginya^^^
Nayura membuka matanya perhalan, sinar mentari pagi langsung menerobos penglihatannya. Membuat dirinya kembali memejamkan mata.
Ia ingat, kejadian semalam dimana dirinya memeluk Gavian dan entah kapan hari sudah berganti menjadi pagi.
Setelah beberapa saat, Nayura menyibak selimutnya lalu berangsur mengubah posisi menjadi duduk.
Tunggu...
Kemana Gavian?
Nayura menatap tempat tidurnya yang kosong. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling mencari sosok tersebut.
Ceklek!
Pintu kamar mandi terbuka menampilkan Gavian yang memakai baju kaos berwarna putih dengan celana pendek santai.
"Udah bangun?" tanya Gavian menghampiri Nayura.
Nayura mengangguk, memperhatikan Gavian yang tengah mengeringkan rambut dengan handuk.
"Kenapa nggak pake hair dryer, aja?" celetuk Nayura.
Tangan Gavian terhenti "Well, gue nggak tahu dimana letaknya."
"Sini..." Nayura bangkit kemudian berjalan menuju meja rias yang di ikuti oleh Gavian.
"Duduk!" pinta Nayura dan dengan patuhnya Gavian duduk.
Nayura mengambil hair dryer dari laci, mencolokkannya dan menyalakan benda itu. Pelan, ia arahkan udara hangat ke rambut Gavian.
Gavian tertegun dan jantungnya berasa akan berhenti kala tangan kecil itu mengusap-usap rambutnya. Memberikan sentuhan yang...nyaman.
Entahlah, Nayura hanya berinisiatif untuk membantu Gavian. Ia sendiri juga tidak paham dengan apa yang tengah ia lakukan saat ini.
Beberapa saat setelahnya hairdryer di matikan.
"Dah, selesai!" seru Nayura menatap pantulan cermin yang menampilkan wajah Gavian.
"Ganteng banget, Ya Allah!" teriak batin Nayura.
Gavian mengalihkan pandangan, entah mengapa ia merasa gugup sendiri. Ia memilih bangkit dan hendak keluar.
"Ehh...bilang makasih, kek!" ketus Nayura. Sudah di bantuin malah pergi gitu, aja!
Gavian berhenti kemudian berbalik dan menatap Nayura sejenak. "Thanks!" ucapnya datar tanpa ekspresi.
"Nggak ikhlas, banget!" protes Nayura, tiba-tiba
Tok!
"Nay, we are coming for you..."
"Itu suara Tessa." gumam Nayura dengan mata membelalak panik.
Gavian mengernyit bingung melihat Nayura. Namun, ia tak banyak bereaksi.
"Lo ngumpet, jangan keluar!" kata Nayura, langsung menarik lengan Gavian.
Gavian yang bingung tertarik begitu saja. Nayura berpikir keras tempat aman untuk Gavian bersembunyi.
"Duh, ngumpet dimana, coba!" panik Nayura makin bingung.
Netranya menangkap tirai tebal di pojok ruangan.
"Nah, di sana!" serunya dan segera menarik Gavian.
"Lo diem di sini, jangan keluar!"
Belum semoga Gavian menjawab, suara panggilan terdengar kembali.
"Nay!"
Nayura buru-buru berbalik badan dan melangkah cepat ke arah pintu.
Benar, itu Tessa dan Stevi yang baru saja membuka pintu. Mereka masuk begitu saja.
"Lo lupa ya, kalau ini weekend?" tanya Stevi melangkah masuk. Biasanya setiap weekend mereka akan menghabiskan waktu ngumpul di rumah Nayura.
"Hehehe, iya gue lupa." kata Nayura tertawa canggung.
Tessa langsung mengambil duduk di sofa, lalu di ikuti oleh Stevi dan Nayura.
"Nih, gue bawain makanan. Baik kan, gue?" ucap Tessa menaruh bungkusan plastik besar itu di atas meja.
Nayura tersenyum senang "Wah, makasih Tessa cantik...."
Stevi mendengus "Kalau ada maunya, baru deh, baik."
"Ehh...itu jas siapa? Tanya Tessa. Netranya tidak sengaja melihat jas yang tersampir di punggung sofa seberangnya.
Mata Nayura sukses melebar dan sepertinya akan melompat dari sarangnya.
"Ck, kenapa dia naruh jas di sana, sih!" gerutu batin Nayura.
Ia segera beranjak bangkit, lalu menyambar jas itu dan membawanya ke walk in closet.
"Lo punya cowok, ya Nay?" goda Stevi melirik Tessa.
"Kalau ada. Pasti udah cerita." Sahut Tessa.
Nayura kembali dengan wajah tegang "Sorry, itu punya bokap. Ketinggalan."
Nayura berusaha tenang agar Stevi dan Tessa tidak makin curiga. Berharap mereka percaya dan tidak menyadari ada sesuatu yang mengganjal.
...----------------...
always always bagus!!
hebat!!! Udah cocok itu open comision
kondangan kita! Semur daging ada gak?
Setiap komentar dan dukungan kalian, sangat berharga bagiku. Membakar semangat untuk terus menulis🔥
Happy reading 🤗