Penculikan yang terjadi membuatnya merasa bersalah dan bertekad untuk pergi dan menjadi lebih kuat agar bisa melindungi seorang gadis kecil yang sangat ia sayangi yaitu cucu dari Boss ayahnya. Tanpa ia sadari rasa sayangnya terhadap gadis kecil itu berubah menjadi rasa cinta yang sangat mendalam saat mereka tumbuh besar namun menyadari statusnya yang merupakan seorang bawahan, ia tidak berani mengungkapkan hati kepada sang gadis.
Namun siapa sangka saat mereka bertemu kembali, ternyata menjadi kuat saja tidak cukup untuk melindungi gadis itu. Nasib buruk menimpa gadis itu yang membuatnya hidup dalam bahaya yang lebih dari sebelumnya. perebutan kekayaan yang bahkan mengancam nyawa.
Apakah pria tersebut dapat melindungi gadis yang disayanginya itu? dan apakah mereka bisa bersama pada akhirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Skyla18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Jam 8 pagi, di kantor pusat perusahaan Hartono, Azka dan Pak Raka sedang berdiskusi di ruangan kerja Azka
“CCTV lantai 36 di bobol dua jam sebelum sidang dewan kemarin. Kita baru tahu sekarang karena sistem log-nya disabotase,” ucap Pak Raka dengan suara tegang.
Azka duduk di meja kerjanya berhadapan dengan Pak Raka. Ia mengenakan kemeja hitam dengan jaket formal tanpa lencana. Tampilannya tenang, tapi sorot matanya tajam seperti belati.
Ia menatap layar monitor yang menunjukkan adanya siluet seseorang yang menyusup ke server ruangan dewan.
“Tidak ada sidik jari?”tanya Azka pada Pak Raka
“Sudah di bersihkan. Profesional. Tapi dia meninggalkan satu file di server. Seperti ingin kita menemukannya,"jelas Pak Raka
Azka menekan tombol remote. Di layar muncul file yang di tinggalkan penyusup itu. File itu berjudul 'Titik lemah Alya'
“Sepertinya ancaman pribadi,“ucap Pak Raka sambil melirik Azka
Azka tidak menjawab. Ia menatap nama itu dengan rahang mengeras.
Alya.
Alya sudah kehilangan orang tuanya. Sudah cukup luka yang Alya tanggung selama ini apalagi dengan masalah perusahaan yang terus saja muncul. azka bertekad untuk tidak akan membiarkan nama itu disentuh oleh orang yang salah lagi.
“Kunci semua akses. Ganti tim keamanan dewan. Mulai dari level 3 ke atas hanya bisa di akses oleh fingerprint ganda yaitu aku dan Alya,” perintah Azka. “Dan jangan beri tahu dia soal ini,"lanjut Azka
_________________
Jam 10 pagi di kampus fakultas bisnis, Alya keluar dari gedung kuliah sambil merapikan berkas dengan langkahnya yang cepat. Mahasiswa lain menoleh, bukan karena statusnya sebagai CEO muda, tapi karena ketegasan yang terpancar dari dirinya. Ada aura kuat dalam dirinya sekarang. Aura yang merupakan warisan dari ayahnya dan tempaan dari keadaan.
Azka sudah menunggu di mobil hitam yang terparkir di sudut teduh. Ia turun dan membukakan pintu.
“Maaf telat lima menit,” kata Azka
“Kamu tidak perlu minta maaf. Aku tau kamu pasti memiliki alasan untuk setiap keterlambatanmu. Kali ini ada apa?"ucap Alya sambil tersenyum dan masuk ke mobil
“Ada urusan di kantor,"jawab Azka
Azka pun menyusul masuk ke mobil. Sesaat keheningan menemani mereka hingga akhirnya Alya berbicara.
“Kamu percaya semua orang di dalam perusahaan benar-benar setia sama kita?”tanya Alya
“Tidak,"jawab Azka sambil melirik ke arah spion untuk melihat Alya yang duduk di kursi penumpang
“Tapi kamu nggak pernah panik,"ucap Alya yang juga melirik Azka melalui spion
“Aku sudah melihat yang lebih buruk,” jawab Azka pelan. “Dan aku tidak akan membiarkan yang lebih buruk terjadi lagi padamu,"lanjutnya
Mata mereka bertemu sepersekian detik. Tapi cepat sekali Azka kembali menatap jalan. Ia tidak boleh membiarkan perasaan itu menang. Belum waktunya.
___________________
Jam 1 di Lantai 48 kantor pusat perusahaan Hartono, Azka berdiri di depan layar besar. Di belakangnya, lima orang kepala divisi duduk menunggu. Ia mempresentasikan rencana perombakan lini distribusi ekspor. Gaya bicaranya tajam dan padat. Tidak ada basa-basi.
Tapi di tengah-tengah slide, salah satu nama muncul yaitu PT Mahendra Pasifik Grup.
Beberapa kepala divisi pun saling melirik.
“Perusahaan ini bukan bagian dari jaringan kita sebelumnya,” gumam salah satu direktur muda.
Azka menoleh.
“Itu salah satu rekan logistik independen yang baru saja kita akuisisi secara diam-diam. Keuntungannya adalah mereka tidak terlibat dalam jejak konflik internal perusahaan Hartono. Dan aku tahu sistem kerjanya luar dalam,"ucap Azka
Dia tahu? Karena itu adalah milik ayah kandungnya. Salah satu direktur yang lebih senior menatap Azka dengan curiga.
“Kamu punya akses ke perusahaan ini sejak kapan?”tanya direktur itu
“Cukup untuk menyelamatkan distribusi kita yang bocor 6% bulan lalu. Ada masalah dengan pengiriman ke Manila? Sekarang sudah selesai,"ucap Azka
Tak ada yang berani menjawab.
Diam-diam, Azka menanamkan pengaruhnya. Sedikit demi sedikit. Bukan untuk dirinya. Tapi agar saat waktunya tiba, perusahaan Hartono tidak runtuh... dan Alya tidak kehilangan semua yang tersisa dari keluarganya.
____________________
Jam 5 sore di Balkon kantor pribadi Alya, Angin sore menyapu rambut Alya saat dia duduk dengan laptop terbuka di pangkuannya.
Azka datang membawa dua gelas teh hangat. Ia tahu Alya terlalu sibuk untuk makan, jadi setidaknya ia bisa memastikan perempuan itu tidak dehidrasi.
“Kalau kamu terus melakukan ini, aku bisa-bisa ketergantungan,"ucap Alya sambil tersenyum kecil
Azka menyodorkan teh tanpa menatap langsung.
“Kamu sudah ketergantungan sejak dulu,"ucapnya
Alya tertawa kecil. Tapi matanya mencari sesuatu di wajah Azka. Ia tahu pria itu sedang menyimpan banyak hal. Lebih dari biasanya. Dan ada sesuatu yang berbeda sekarang.
“Kamu kelihatan... beda sekarang,"ucap Alya
“Lebih tua?” tanya Azka, setengah bercanda.
“Bukan. Lebih... dewasa. Lebih berat. Seperti kamu sedang menanggung sesuatu yang bukan hanya pekerjaan. Namun kamu juga menjadi lebih terbuka padaku dan aku merasa bahwa kamu tidak jauh lagi seperti sebelumnya,"ucap Alya
Azka menatap Alya tapi ia hanya diam saja. Ia mengerti apa yang di maksud Alya.
“Aku cuma melakukan apa yang perlu dilakukan. Itu saja,"ucap Azka singkat.
Alya menunduk. Ia ingin bertanya lebih jauh. Tapi ia tahu bahwa Azka hanya akan menjawab sebatas yang ia izinkan. Dan ia tidak ingin memaksanya.
Setelah beberapa saat, Alya bersandar ke kursi, matanya menerawang.
“Kamu percaya... takdir itu nyata?” tanya Alya pelan.
Azka menoleh. Pertanyaan itu membuatnya sedikit terkejut. Tapi ia menjawab dengan tenang.
“Aku percaya... kadang sesuatu yang terasa kebetulan, sebenarnya sudah diatur sejak lama,"ucap Azka
Alya menatapnya. Dan untuk sesaat, dunia terasa melambat.
Azka ingin memegang tangannya. Ingin mengatakan bahwa sekarang ia tahu bahwa mereka tidak berbeda dunia. Bahwa ia bukan sekadar bayangan di belakangnya.
Tapi ia hanya menahan nafas. Menatapnya. Lalu menunduk lagi.
Ia belum bisa. Belum sekarang.
____________
Jam 8 malam di kamar pribadi Alya,
Azka memeriksa setiap sudut ruangan, seperti biasa. Standar keamanannya kini tiga kali lipat lebih ketat. Tapi di balik prosedur itu, ada satu hal yang membuatnya lebih gelisah dari ancaman luar yaitu Alya sendiri.
Ia mulai menyadari, tiap hari yang mereka lalui di ruang yang sama, semakin sulit baginya untuk menjaga jarak.
Ketika ia selesai mengecek kamera tersembunyi, Alya muncul dari balik pintu dengan hoodie kebesaran dan rambut di ikat seadanya.
“Mau makan bareng? Rasanya aku perlu teman makan malam ini,”ucap Alya
Azka ragu sejenak, lalu mengangguk. Mereka pun menuju ke ruang makan.
Di meja makan, mereka duduk berhadapan. Makan dalam diam.
“Kalau suatu hari nanti kamu pergi... aku boleh tahu alasannya?”ucap Alya tiba-tiba dengan suara pelan.
Azka terdiam dan jantungnya berdegup lebih kencang. Ia menatap Alya lama.
“Kalau aku pergi... itu karena aku ingin kamu tetap aman. Bukan karena aku ingin jauh darimu,"ucap Azka
Alya menggigit bibirnya. Tapi ia hanya mengangguk pelan.
Dan di antara keheningan itu, dua hati yang saling menyembunyikan perasaan terus berdetak dalam ritme yang tak bisa mereka ubah. Belum.
Tapi Azka tahu, kini ia boleh memiliki harapan. Karena ia bukan lagi bayangan. Ia adalah bagian dari warisan itu. Ia adalah penjaga dan penerus.
Dan suatu hari nanti, ia akan berdiri di samping Alya. Bukan hanya sebagai pelindung.
Tapi sebagai seseorang yang mencintainya dan layak dicintai.
Bersambung