Misca Veronica merupakan seorang pembantu yang harus terjebak di dalam perseteruan anak dan ayah. Hidup yang awalnya tenang, berubah menjadi panas.
"Berapa kali kali Daddy bilang, jangan pernah jodohkan Daddy!" [Devanno Aldebaran]
"Pura-pura nolak, pas ketemu rasanya mau loucing dedek baru. Dasar duda meresahkan!" [Sancia Aldebaran]
Beginilah kucing yang sudah lama tidak bi-rahi, sekalinya menemukan lawan yang tepat pasti tidak mungkin menolak.
Akan tetapi, Misca yang berasal dari kalangan bawah harus menghadapi hujatan yang cukup membuatnya ragu untuk menjadi Nyonya Devano.
Lantas, bagaimana keseruan mereka selanjutnya? Bisakah Cia mempersatukan Misca dan Devano? Saksikan kisahnya hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mphoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Puncak Kemarahan Vigor
Misca keluar dari kamar Devano dalam keadaan air mata berlinang, di mana saat dia keluar berpapasan dengan Irene dan Vigor yang ingin masuk kembali ke dalam kamarnya setelah kegaduhan sudah teratasi.
"Eohh, i-itu Misca, 'kan, Pa?" tanya Irene terkejut melihat Misca berlari sambil menutupi mulutnya, meskipun begitu dia paham betul kalau kondisinya sedang tidak baik-baik saja.
"Sejak kapan mereka di dalam?" tanya balik Vigor yang juga merasa bingung.
"Entahlah, tapi Mama rasa mereka sedang ada mas---"
Perkataan Irene terhenti melihat Vigor bergegas membanting pintu Devano hingga mengejutkan penghuni kamarnya. Sang istri pun refleks berlari untuk mencegah suaminya yang pasti terbawa emosi.
"Pa-papa? Ngapain Papa dobrak pintu, Devan, hahh?"
Kemarahan Devano pada Misca masih melekat jelas sampai dilampiaskan juga kepada kedua orang tuanya sendiri, tanpa pandang bulu.
"Kau apakan gadis itu, hahh? Kenapa dia berlari sambil menangis. Apa ini caramu menyayangi wania, hahh? Seperti ini!"
Tatapan tajam Vigor bagaikan belati yang menusuk jantung membuat Devano bukannya mengakui kesalahan, malah semakin menjadi-jadi melawan mereka.
Sementara Irene segera menutup rapat pintu kamar Devano supaya tidak ada yang mendengar keributan kembali terjadi, lalu memegang lengan sang suami sambil menatapnya.
"Pa, tenang! Ini sudah malam, Mama mohon kendalikan emosi Papa. Kita bisa tanyakan pada Devano baik-baik, bukan seperti ini!" tegas Irena yang takut sekali suaminya hilang kendali.
Selama ini mungkin Vigor terlihat cuek, bahkan jarang sekali berbicara dengan kedua anaknya. Namun, sebagai seorang ayah dia pun bisa merasakan jika ada yang tidak beres kepada anak sulungnya.
Secuek-cueknya Vigor, pantang baginya menyakiti sang istri, apalagi sampai membuat Irene menangis akibat kelakuan dia yang melukai hati.
"Anak ini sudah tidak bisa diajak bicara baik-baik, Ma. Dia harus dikasih paham, siapa ayahnya! Seorang Vigor Aldebaran tidak pernah menyakiti wanita yang sangat dicintai, lalu siapa yang dia contoh sekarang, hahh! Siapa!"
Irene berusaha keras mengusap lengan Vigor demi menangakan emosinya yang pasti sudah membawa. Sang suami memang terlihat cuek dan dingin, tetapi dibalik itu hatinya tidak akan pernah tega menyakiti wanita. Baik itu istrinya, maupun orang lain.
"Jika Papa dan Mama tidak tahu masalahnya lebih baik tutup mulut kalian, tidak perlu ikut campur urusanku! Silahkan keluar dari kamarku, sebelum aku berkata kasar pada kalian!"
Keangkuhan seorang Devano semakin tinggi. Kali ini dia tidak dapat mengendalikan diri untuk tetap bersikap sopan jika berbicara pada orang tuanya sendiri. Mereka yang tidak bersalah, berniat untuk mencari tahu apa yang terjadi malah menjadi tempat pelampiasan.
Irene yang awalnya ingin menahan Vigor, kini terbawa emosi setelah sang anak pertama kali berani melawan mereka bahkan mengusirnya.
"Keterlaluan kamu, Devan! Sifat angkuhmu suatu saat akan menjadi bumerang bagimu sendiri, lihat saja satu persatu orang yang ada di sekitarmu akan pergi menjauh! Gak heran bila Tuhan mengambil Manda lebih dulu, sebab kamu tidak pantas menjadi seorang pria yang melindungi keluarga. Kamu hanya pantas menjadi manusia egois yang melindungi dirimu sendiri!"
"Tutup mulutmu, Irene Aldebaran! Hentikan ucapanmu atau aku tidak akan segan-segan untuk----"
"Berani kau berkata kasar pada istriku, hidupmu akan berakhir di tanganku, Devano Aldebaran!"
Peperangan antara ayah dan anak mulai terjadi. Baru kali ini Irene syok melihat Devano. Dia sampai memegangi dada akibat napasnya terasa tercekik mendengar seorang anak yang dibanggakan selama ini berani menyebut nama, bahkan mengancam orang tuanya sendiri. Sungguh keterlaluan!
"Ka ... aarrggghhh!" Devano reflek berbalik menendang keras kursi kecil yang ada di dekat meja rias sampai terpentak ke dinding dan hancur.
Tak segan-segan Devano melampiaskan kemarahan di dalam hati dan pikiran dengan menghancurkan barang yang ada di sekitar juga dirinya sendiri.
Vigor tak bergeming. Dia hanya berdiri menatap kelakuan Devano tanpa menghentikan. Bukan tidak tega, cuma sang ayah hanya ingin melihat sejauh mana anaknya tak bisa mengendalikan diri.
Tidak mungkin seorang ayah tidak sedih melihat anaknya tersakiti. Namun, dia pun tidak mungkin memanjakan lantaran Devano anak laki-laki yang harusnya tahan banting menghadapi hidup, bukan kekanak-kanakan.
Berbeda sama Irene, walaupun hatinya sakit dia tetap tidak tega dan berlari memeluk Devano dari depan demi menahan serta melindunginya.
"Cukup, Devano, cukup! Mama mohon hentikan ini, Devan. Hentikan hiks ...."
Suara teriakan Irene bergema di dalam kamar Devano. Dia berusaha keras menahan tubuh kekar sang anak supaya tidak semakin melukai diri.
Irene paham, ada sesuatu yang harus dia selamatkan dari mental Devano. Jika batinya sudah terluka maka fisiknya tidak boleh menjadi wadah pelampiasan.
"Lepasin Devan, Ma. Lepasin! Biarin Devan melakukan. Devan capek, Ma. Devan capek, arrghh!"
Bobot tubuh Devano yang berat tak mampu ditandingi oleh badan kecil Irene. Pria itu kembali menyakiti diri debgan cara meninju dinding.
Tangisan Irene yang tak kunjung hilang, malah semakin menjadi histeris. Jika dia tidak mampu menghentikan Devano, biarlah kematian yang akan berbicara.
"Irene!"
Devano yang terkejut mendengar suara teriakan Vigor memutuskan berbalik melihat apa yang terjadi pada sang ibu.
...*...
...*...
...*...
...Bersambung...