London, sebuah tempat yang menyisakan kenangan termanis dalam hidup Orion Brox. Dalam satu hari di musim panas, ia menghabiskan waktu bersama gadis cantik yang tak ia ketahui namanya. Namun, rupa dan tutur sapanya melekat kuat dalam ingatan Orion, menjelma rindu yang tak luntur dalam beberapa tahun berlalu.
Akan tetapi, dunia seakan mengajak bercanda. Jalan dan langkah yang digariskan takdir mempertemukan mereka dalam titik yang berseberangan. Taraliza Morvion, gadis musim panas yang menjadi tambatan hati Orion, hadir kembali sebagai sosok yang nyaris tak bisa dimiliki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One Day In London 29
Pintu utama rumah keluarga Brox terbuka lebar menyambut kedatangan Tara, wanita anggun dan cantik yang sebentar lagi akan menjadi bagian dari keluarga Brox.
Dengan senyum hangatnya, Vale memeluk Tara dengan erat. Lantas, menuntun calon menantunya itu untuk memasuki rumah dan menikmati minuman yang telah disediakan.
"Tadi Olliver nggak telat kan jemput kamu?" tanya Vale. "Udah dari kemarin loh, Sayang, Mama ingatkan dia kalau hari ini kamu datang. Tapi, dia sibuk terus di restoran. Tadi aja, pagi-pagi sekali dia udah berangkat, sarapan sampai nggak sempat dimakan."
"Olliver nggak telat kok, Ma. Tepat waktu malah," jawab Tara sambil tersenyum tipis.
"Baguslah kalau begitu, soalnya Mama takut dia membuatmu menunggu lama di bandara." Vale bicara sembari merangkul dan mengusap-usap lengan Tara. Setelah itu, Vale kembali menatap Olliver yang duduk dihadapannya.
"Olliver, ingat ya, dikurangi sibuknya. Tara udah ke sini loh. Jangan cuma fokus dengan prewed dan fitting gaun aja, tapi juga ajak Tara jalan-jalan ke mana gitu. Jadi selain persiapan pernikahan, Tara ke sini juga mendapat kesan romantis lain dari kamu. Biar hubungan kalian semakin manis," ucap Vale sembari mengulas senyum penuh arti.
Tara tersenyum dengan kepala yang sedikit tertunduk, sementara Olliver tersenyum lebar meski agak canggung—seolah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
"Setelah ini kamu istirahat dulu ya, Nak, kamarnya sudah disiapkan sama Bibi. Kalau misalkan masih ada yang kurang, kamu perlu sesuatu, jangan sungkan untuk untuk ngomong sama Mama atau ke Olliver." Vale kembali bicara, tanpa memudarkan senyuman di bibirnya.
"Iya, Ma." Tara pun mendongak dan menatap Vale, sambil tak lupa membalas senyuman dari calon mertuanya.
Sementara itu, Olliver memperhatikan interkasi keduanya. Ada senyum yang tertahan, ada kemelut yang mengiringi tatapannya. Sampai akhirnya, embusan napas panjang keluar begitu saja, disusul usapan kasar di wajah dengan kedua tangannya.
"Kenapa?" tanya Tara, yang tak sengaja menangkap sikap aneh Olliver. "Ada urusan di restoran kah?"
Sebelum Olliver menjawab, Vale sudah melayangkan tatapan tajam pada putranya itu. Sebagai isyarat bahwa urusan apa pun harus ditinggalkan selama ada Tara di sana.
Karena sejatinya yang menganggu pikiran bukanlah urusan pekerjaan, Olliver pun tersenyum. Lantas menggaruk-garuk tengkuk sembari mencari alasan lain—karena alasan yang sebenarnya tak mungkin diutarakan kala itu.
"Sebenarnya ... aku lagi mikirin ucapan Mama tadi, Sayang, soal mengajak kamu jalan-jalan di sini. Kurasa itu memang perlu dan seharusnya aku siapin dari awal. Tapi, kesibukan kemarin membuatku lupa sama hal itu. Jadi, mendadak aku kepikiran, harus mengajak kamu ke mana nanti," kata Olliver. Gestur wajahnya menunjukkan kesungguhan, dan hal itu membuat Vale tersenyum lega seketika.
Akan tetapi, berbeda hal dengan Tara. Sedikit banyak wanita itu merasa bersalah. Dari awal sampai sekarang, cinta yang diulurkan Olliver padanya tidak main-main. Namun, sedikit rahasia antara dirinya dengan Orion, nyatanya sampai saat ini masih disimpan rapat. Tara belum sanggup untuk berterus terang, ahh ... atau malah memang tidak akan pernah sanggup.
Dengan perasaan yang mendadak canggung, Tara menjelaskan bahwa Olliver tak perlu repot-repot memikirkan agenda mereka untuk esok atau lusa. Yang terpenting, selesaikan dulu fitting baju dan foto prewedding-nya.
Lantas, obrolan mereka pun terus berlanjut sampai beberapa menit kemudian. Hingga akhirnya, ketiganya beranjak dan mengantarkan Tara ke kamar tamu guna membersihkan badan dan beristirahat di sana.
_______
Empat jam sebenarnya bukan waktu yang singkat. Empat jam lebih dari cukup untuk mandi, ganti baju, dan beristirahat. Namun, kenyataannya Tara tak bisa beristirahat. Meski tubuh sedikit lelah, tetapi mata enggan menutup barang sedetik pun. Bahkan, berbaring saja rasanya sangat tidak nyaman.
Orion. Satu nama yang mengganggu pikiran Tara kala itu. Tak bisa dipungkiri, saat ini Tara sedang berada di rumah utama keluarga Brox, tempat yang sama dengan kediaman Orion.
Kata Vale tadi, keluarga akan berkumpul untuk makan malam bersama, tak terkecuali Orion. Hal itulah yang membuat Tara gusar. Masih sulit dibayangkan, duduk satu meja dengan Orion. Meskipun tak ada interaksi, tetapi kontak mata jelas ada. Bisakah Tara menenangkan detak jantungnya nanti? Karena biasanya, sangat sulit diatur jika sudah berhadapan dengan Orion.
"Tapi, aku juga nggak akan bisa menghindar. Olliver dan Orion adalah saudara kembar. Sekali aku masuk ke keluarga ini, pasti banyak kemungkinan untuk bertemu dengab Orion." Tara berucap sendiri, sembari menarik napas panjang dan mengembuskannya dengan kasar. "Tapi ... mudah-mudahan aja lah dia nggak nanya yang macam-macam. Syukur-syukur kalau nggak usah nyapa," sambungnya.
Di saat pikiran Tara masih berkecamuk, tiba-tiba pintu diketuk dari luar. Makin canggung saja Tara, karena pasti itu adalah seseorang yang mengajaknya makan malam. Pasalnya, jarum jam sudah menunjuk tepat di angka tujuh.
"Sayang, ayo makan malam. Mama Papa udah menunggu kita di meja makan."
Sesuai dengan dugaan Tara, Olliver datang untuk mengajaknya ke meja makan.
Sembari membenarkan gaun biru yang membalut tubuhnya, Tara bangkit dan membuka pintu kamar. Ia ulas senyum semanis mungkin agar Olliver tak curiga.
"Cantik banget," puji Olliver sambil mengusap rambut Tara yang kala dibiarkan terurai.
"Kamu bisa aja," sahut Tara dengan kepala yang sedikit menunduk. Bukan tersipu, melainkan menenangkan perasaan yang makin tidak nyaman.
"Makan malam udah siap. Mama Papa juga udah di meja makan. Yuk, kita ke sana juga!"
Tara mengangguk. Kemudian mencoba berpikir positif, sejak tadi Olliver tidak menyebut nama Orion, mudah-mudahan saja lelaki itu masih belum pulang. Jadi, untuk malam ini Tara tak perlu bertemu dengannya.
Namun sayang, harapan Tara tak menjadi kenyataan. Sesampainya di meja makan, Tara langsung mendapati sosok Orion sedang duduk di samping Vale. Dalam satu detik, keduanya sempat beradu pandang, dan sontak detak jantung Tara berdegup kencang.
"Sayang, silakan duduk!" ujar Olliver sembari menarik kursi yang berada tepat di hadapan Orion.
"Terima kasih." Meski enggan, tetapi Tara tak bisa menolak. Ia pun duduk di tempat itu, dan tak sengaja kembali melakukan kontak mata dengan Orion.
"Sayang, kamu tahu nggak, biasanya Orion itu sangat sibuk. Jarang banget dia ikut makan malam di rumah. Tapi, hari ini dia sengaja pulang lebih awal karena tahu kamu datang. Baik banget kan dia?" celetuk Olliver sambil tertawa kecil.
Entah maksudnya sungguh-sungguh atau sekadar bercanda, tetapi yang jelas ungkapan itu membuat Tara salah tingkah. Ahh, bukan Tara saja, melainkan juga Orion. Ekspresi datarnya langsung berubah canggung usai mendengar ucapan Olliver.
Bersambung...
Apa ya yng di minta Orion
lanjut thor 🙏
Dan Tara prilaku mu mencerminkan hati yng sdng galau , kenapa juga harus mengingkari hati yng sebenarnya Tara
Orion kalau kamu benar cinta ke Tara terus lah perjuangkan.