Terkenal playboy dan sering bergonta-ganti pasangan membuat Dokter Willy mendapat pandangan buruk dari orang-orang.
Suatu hari ia jatuh cinta kepada Elsa, seorang gadis bungsu yang memiliki tiga kakak lelaki posesif dan cemburuan.
Mampukah si Playboy Willy meluluhkan ketiga kakak Elsa?
IG otor : KOLOM LANGIT
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya Aku Yang Boleh ...
Kau bilang apa? Mereka berani melakukan itu padamu?” Dengan mata terbelalak Zian bertanya pada asisten andalannya itu.
Malam itu, setelah kepergian Fahri dan Evan, Botak mengadukan semua perbuatan Marchel dan Wira pada bosnya itu. Setiap kata yang terucap dari bibirnya mengandung kemarahan dan dendam membara. Tentu saja Botak merasa sangat geram, selama mengabdikan diri pada Zian, belum pernah ia merasa terhina seperti sekarang. Wira dan Marchel benar-benar menginjak harga dirinya sebagai seorang mafia.
“Aku belum pernah merasa ternistakan seperti hari itu, Bos. Apalagi yang namanya Wira itu. Aku benar-benar ingin menjadikannya popcorn di kawah gunung Merapi.”
“Dan apa yang kau lakukan? Kau diam saja?”
“Tidak ada pilihan lain, Bos. Mereka mengancam akan melapor pada petugas kemanan. Aku sedang tidak ingin berurusan dengan polisi karena kepemilikan senjata api.”
“Benar juga,” ucap Zian sambil menganggukkan kepalanya.
Memang akan cukup beresiko jika si Botak sampai berurusan dengan polisi, sebab nama Zian berikut Kia Group pasti akan ikut terseret. Maka demi menjaga nama baik sang bos, Botak memilih diam dan tidak berbuat apapun.
“Baiklah, lupakan saja dulu tentang dua makhluk menyebalkan itu. Karena aku punya tugas baru untukmu.”
“Tugas apa, Bos …”
Zian mendekatkan bibirnya ke telinga asistennya itu, kemudian hendak berbisik, namun Botak reflek menjauhkan kepalanya dari sang bos. “Kita kan hanya berdua di sini, Bos. Untuk apa bisik-bisik.”
Baru tersadar, Zian mengedarkan pandangannya ke segala arah dan menyadari bahwa di ruangan besar itu hanya mereka berdua. “Memangnya kenapa kalau aku mau bisik-bisik? Ini kan mulutku sendiri.”
“Dan ini telingaku!” ucap Botak menunjuk telinganya sendiri.
“Aku juga tahu itu telingamu, makanya aku mau bisik-bisik. Aku tidak mau ada telinga lain yang mendengar bisikanku!”
Lagi dan lagi, sebuah perdebatan sepele harus terjadi antara bos dan asistennya itu. Sambil mendengus kesal, Botak kembali mendekatkan telinganya pada sang bos.
“Aku ingin kau mengawasi pergerakan dokter playboy itu. Laporkan padaku apapun yang dia lakukan, dia kemana dan bersama siapa. Bila perlu kau menjadi kutunya yang akan ikut walaupun ke toilet. Kau mengerti?” Ia menepuk bahu si Botak setelahnya.
“Cih, kalau hanya perintah seperti itu untuk apa bisik-bisik, coba.” Botak mengusap wajah kasar. Sang raja di kerajaan Kia Grup itu sangat senang memberi sebuah perintah seenak jidatnya—yang tentu saja tidak bisa dibantah. Apapun itu.
*******
__
__
__
__
__
Beberapa hari berlalu ....
"Apa? Pesta dansa?" Willy berteriak frustrasi saat mendapat telepon dari seorang pria yang merupakan orang suruhan Wira untuk mengintai Elsa.
Baru saja ia tiba di rumah setelah seharian disibukkan dengan pekerjaannya di rumah sakit, sudah dikejutkan dengan Sebuah informasi yang membuat hatinya terasa panas.
"Iya. Malam ini mereka ke acara ulang tahun, dan akan ada pesta dansa di sana. Aku akan mengirim lokasinya ke ponselmu," ujar pria di seberang sana.
"Baiklah, terima kasih." Ia memutus sambungan setelahnya, lalu meletakkan ponsel ke sofa dengan kasar. Beberapa saat kemudian, ponsel berbunyi tanda pesan masuk. Willy pun segera membuka pesan berisi kiriman lokasi dimana Elsa dan Rafli kini berada.
Pikirannya menerawang akan seromantis apa sebuah pesta dansa tempat Rafli dan Elsa kini berada. Saling menggenggam tangan, saling menatap satu sama lain, dan tentu saja, Elsa akan berdansa di pelukan Rafli.
"Tidaak!!" Memikirkan itu saja, rasanya Willy ingin berteriak memaki. Menyelundupkan Rafli ke planet Pluto agar tidak dapat menjangkau Elsa.
Willy menyambar kunci mobil dengan cepat, lalu bergegas keluar dari rumah. Sambil menggerutu, ia menyalakan mesin mobil dan pergi dengan terburu-buru.
Hanya dalam lima belas menit saja, ia telah tiba di sebuah hotel mewah yang menjadi tempat berlangsungnya pesta dansa itu.
"Sial! Siapa juga yang membuat pesta ulang tahun menyebalkan ini," gerutunya sambil memukul-mukul setir mobil. "Bagaimana aku bisa menghentikan pesta dansa konyol ini, seperti mengacaukan makan malam mereka di restoran waktu itu?" Ia tampak berpikir keras, sambil melangkah menuju lobby hotel.
Langkahnya pun terhenti saat berada di depan ballroom hotel itu. Tampak beberapa tamu menyerahkan undangan pada beberapa orang yang berjaga di pintu.
Bagaimana aku masuk tanpa undangan, coba. gerutunya dalam hati, sambil melirik beberapa tamu yang berdatangan.
Sepertinya yang mengadakan pesta ulang tahun bukanlah orang sembarangan. Sebab segalanya tampak dikawal dengan baik oleh petugas keamanan. Kartu undangan pun hanya berlaku untuk dua orang. Akan tetapi, Willy adalah seseorang yang penuh dengan siasat licik. Tentu saja masuk ke dalam sana bukanlah sesuatu yang sulit baginya.
Segala cara akan ia tempuh demi Elsa seorang.
******
Setibanya di dalam sana, tampak suasana cukup ramai. Willy mengedarkan pandangannya, menyapu setiap sudut ruangan itu untuk mencari pujaan hatinya. Di sisinya ada seorang wanita paruh baya yang menggandeng lengannya, karena tadi sempat bingung saat akan memasuki ruangan besar itu, sehingga Willy menawarkan bantuan. Sungguh kesempatan dalam kesempitan yang berhasil dimanfaatkan Willy dengan baik.
"Terima kasih sudah menemaniku, kau sangat baik," ujar Wanita itu dengan ramah.
"Tidak masalah, Nyonya ... Selamat menikmati pestanya." Willy menghela napas lega. Kini ia kembali meneliti setiap sudut ruangan itu.
Dapat! Bersama Rafli, Elsa berada di sebuah meja di sudut ruangan itu--- saling melempar senyum sambil mengobrol. Rasa cemburu pun seakan melambung ke ubun-ubun Willy. Akan tetapi, ia mencoba menetralkan perasaan aneh di dalam dirinya.
Perlahan ia mengayunkan langkahnya menuju sebuah meja yang hanya berjarak dua meter dari meja Elsa dan Rafli. Memunggungi dua orang itu, sehingga dapat mendengarkan pembicaraan mereka.
"El ... Bagaimana kalau akhir pekan nanti kita pergi ke puncak. Aku rasa akan menyenangkan kalau kita naik paralayang di sana," ucap Rafli membuat Willy memelototkan matanya.
Enak saja memanggil El ... Hanya aku yang boleh memanggil Elsa dengan sebutan El. Dan apa ini, naik paralayang? Kau mau aku menerjunkan mu tanpa parasut?
"Puncak?" tanya Elsa.
"Iya. Aku sudah minta izin Kak Fahri dan dia mengizinkan."
"Em, bagaimana, ya ..." Elsa terlihat berpikir sejenak.
Tolak Elsa, tolaakkk!!! Willy berbicara dalam hati penuh harap.
"Aku akan lihat dulu jadwalku dan akan memberimu kabar secepatnya."
"Baiklah." Seulas senyum tulus terlihat di wajah Rafli. Ia menatap ke tengah-tengah ruangan itu, dimana lampu telah dimatikan sebagian, sehingga pencahayaan terlihat meredup. Suara biola pun mengalun dengan lembut. Menghanyutkan.
"Sepertinya pesta dansanya akan dimulai. Maukah kau berdansa denganku?" tawar Rafli pada Elsa dengan mengulurkan tangan.
Tidaakk!! teriak Willy dalam batin.
Tanpa berpikir lama, Elsa menyambut uluran tangan Rafli, menuju ke tengah ruangan. Tampak beberapa pasangan sudah berada di sana dan mulai berdansa.
Tinggallah Willy dengan perasaan berkecamuk di dalam dirinya. "Awas saja kau!" Seakan ide brilian gak pernah habis di benaknya, dengan segera ia mengeluarkan ponsel dari saku celana, lalu menghubungi seseorang.
"Halo, Dokter Sandra, apa kabar? Lama tidak bertemu. Apa kau sedang sibuk?" ucap Willy sesaat setelah panggilan terhubung.
******
Like
Komen
Makasih
#Tetaplah berada di jalur SESAT!
pingin tau aja temannya dokter Allan sperti apa...😍
jdi aku seneng banget bacanya 🥰