Zara adalah gambaran istri idaman. Ia menghadapi keseharian dengan sikap tenang, mengurus rumah, dan menunggu kepulangan suaminya, Erick, yang dikenal sibuk dan sangat jarang berada di rumah.
Orang-orang di sekitar Zara kasihan dan menghujat Erick sebagai suami buruk yang tidak berperasaan karena perlakuannya terhadap Zara. Mereka heran mengapa Zara tidak pernah marah atau menuntut perhatian, seakan-akan ia menikmati ketidakpedulian suaminya.
Bahkan, Zara hanya tersenyum menanggapi gosip jika suaminya selingkuh. Ia tetap baik, tenang, dan tidak terusik. Karena dibalik itu, sesungguhnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Flasback Part Tiga
Erick dilarikan ke rumah sakit. Kekhawatiran Zara memuncak saat melihat laki-laki yang akhir-akhir ini menjadi tempatnya berbagi tiba-tiba ambruk, pingsan. Setelah melalui penanganan cepat, Erick akhirnya tersadar. Hal pertama yang ia tanyakan adalah siapa yang membawanya ke sana.
"Anda diantar oleh seseorang bernama Mbak Zara, Tuan. Beliau menunggu di luar," jawab suster yang berjaga.
Erick segera meminta Zara dipanggil masuk.
"Mbak Zara." Panggilan itu terdengar lemah.
Zara bergegas mendekat ke sisi brankar, nafas lega mengiringi langkahny. "Om, gimana keadaannya? Apa yang sakit? Tadi Om tiba-tiba pingsan, saya khawatir sekali."
"Saya nggak apa-apa, Mbak. Nggak tahu kenapa tadi tiba-tiba gelap," jawab Erick. Sebenarnya ada rasa sakit yang ia rasakan. Tapi bukan sekadar pusing dan lemas yang biasa ia alami. Ini adalah rasa sakit yang jauh lebih menusuk, muncul saat ia baru saja menemukan semangat baru, namun tiba-tiba orang itu berencana pergi.
"Syukurlah Om sudah sadar. Om ada telat makan, ya? Atau lupa minum obat?" tanya Zara.
Erick menggeleng. "Saya selalu jalani nasihat kamu. Tidak tahu jika kamu pergi nanti, saya bisa menjalaninya lagi atau tidak."
"Kok begitu? Harus bisa, Om. Harus sama, jangan sampai nggak," desak Zara.
Erick terdiam. Suasana mendadak canggung, seperti baru kali pertama bertemu. Zara merasa perlu memberi ruang dan pamit keluar. Ia meninggalkan Erick yang sedang menatap nanar ke samping, mulut laki-laki itu seakan terkunci dari kata-kata.
Di luar ruangan, Zara bertemu dengan dokter yang menangani Erick. Ia memanfaatkan kesempatan ini untuk menanyakan kondisi yang sebenarnya. Sang dokter menjelaskan secara singkat dan jelas.
Kondisi yang dialami Erick, pingsan karena pikiran yang tertekan hebat, dalam istilah medis dikenal sebagai sinkop vasovagal yang dipicu oleh stres emosional atau kecemasan yang mendalam, atau bisa juga merupakan indikasi awal dari kondisi yang lebih serius seperti depresi situasional atau gangguan psikosomatis akibat tekanan batin. Intinya, kondisi yang dialami Erick adalah pingsan akibat tekanan psikologis yang signifikan.
Zara mengangguk, namun pikirannya tidak bisa lepas dari Erick. Tekadnya untuk menjaga jarak goyah. Persetan dengan prinsip awalnya, ia tak sanggup berhenti memikirkan laki-laki itu. Namun, ia tetap harus berpamitan.
Zara masuk lagi ke dalam ruangan Erick terbaring.
"Mbak, saya minta tolong S2-nya di sini saja. Saya yang akan tanggung semua biayanya. Tolong jangan pergi," pinta Erick sebelum Zara bersuara.
"Tapi saya harus pergi, Om," balas Zara, mencoba mempertahankan tekadnya.
"Saya tidak bisa kamu tinggal. Saya merasa tidak sanggup untuk sekarang. Saya mohon dengan sangat, jangan pergi, ya, Mbak. Untuk urusan perkuliahan nanti saya yang atur."
"Tapi, Om--"
"Mbak Zara selalu bilang pada saya, jangan terlalu melawan diri sendiri untuk hal apapun. Biarkan diri ini bereksplorasi agar tidak tertekan. Kini saya mau memperjuangkan apa yang saya inginkan sekarang. Saya mau Mbak Zara tidak pergi. Atau kalau mau tetap pergi, tolong bawa uang ini."
Erick menyodorkan sebuah cek dengan nilai yang fantastis. Zara terkejut dan menolak, ia yakin Erick hanya ingin membalas kebaikan yang ia berikan, padahal Zara tulus dan tidak mau ada unsur jual beli diantara mereka.
Dalam keputusasaan dan kejujuran, Zara akhirnya mengaku bahwa ia sebenarnya berbohong soal mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Alasan ia menciptakan kebohongan itu adalah agar ia bisa menjaga jarak, tidak ingin ada salah paham atau menimbulkan masalah, mengingat status Erick sebagai suami orang.
Mendengar pengakuan Zara, Erick menghembuskan napas lega. Ternyata Zara tidak akan pergi. Erick menjelaskan bahwa Zara tidak perlu memikirkan hal-hal lain.
Nah, sejak saat itu, tanpa disadari, Erick dan Zara mulai dikerjai oleh orang-orang yang prihatin pada nasib Erick. Dalang di balik ini adalah seseorang yang kini menjadi mata-mata Erick, bekerja sama dengan Om Budi, paman Erick yang sangat peduli.
Tim Sukses menyebarkan kabar buruk palsu kepada Zara bahwa Erick masuk ICU karena kondisi stres yang lemah akibat tekanan batin. Mereka sengaja mengatur agar Zara tidak bisa menemui Erick.
Zara bertanya, memang Erick stres kenapa? Om Budi, sang paman yang berpura-pura sedih, menjelaskan dengan nada pilu, "Erick itu kepengin banget nikah sama Mbak Zara, tapi enggak bisa ngomong karena takut ditolak. Soalnya dia cuma bisa nikah siri. Dia kan belum cerai dari istrinya, padahal dia sudah muak dengan keadaan rumah tangganya. Kasihan banget dia, Mbak."
Zara membalas, "Tapi kan kalau poligami pun harus ada izin dari istri pertama?"
"Nah, itu dia yang susah, Mbak. Makanya Erick enggak bisa apa-apa. Mati aja kali dia ya kalau begitu? Hidupnya terus-terusan dilewati bersama orang yang salah," balas Om Budi, memancing simpati.
Mendengar kata-kata itu, hati Zara luluh. Ia setuju, asal Erick memiliki semangat hidup ia pun rela nikah siri dengan Erick.
Di sisi lain, Tim Sukses juga membuat cerita palsu kepada Erick bahwa Zara tetap ingin pergi dan tidak mau berteman lagi karena mereka bukan muhrim. Erick terkejut dan berusaha menemui Zara, tetapi sengaja dihalangi.
Si mata-mata kemudian memberi wejangan kepada Erick, "Cewek emang begitu, biasanya cuma pengin dikasih status, alias dinikahin."
Erick terkejut. "Lah, kan saya suaminya Emily. Perceraian juga masih beberapa bulan lagi!"
"Bisa nikah siri, Mas Erick. Lagipula, saya sudah tanya Mbak Zara. Dia bilang mau nikah siri sama Om Erick," kata si mata-mata dengan yakin.
Erick merasa bingung dan linglung. "Emang bener Zara bilang mau nikah siri sama saya?"
"Iya, bener. Kalau nggak percaya, nanti tanya begini saat ketemu: Mbak, apa Mbak mau nikah siri sama saya? Pasti jawabnya iya," desak si mata-mata.
Akhirnya, meskipun agak bimbang, Erick setuju dengan rencana pernikahan siri.
Hari pertemuan tiba. Erick dan Zara bertemu di sebuah acara pernikahan siri yang sangat sederhana dan privat, hanya dihadiri beberapa kerabat dekat, termasuk orang tua Erick yang juga sudah setuju dengan rencana Tim Sukses ini.
Erick melihat Zara, ingin memastikan kembali. Ia bertanya, "Kamu mau nikah siri sama saya, Mbak?"
Wajah Erick sengaja dibuat pucat (bibirnya dipoles bedak oleh Tim Sukses agar tidak terlihat segar dan seolah-olah masih sakit) Waktu mengaplikasikan itu, tim sukses bilang kalau cowok itu bibirnya jangan terlalu merah kalau mau nikah. Erick iya iya saja, padahal sewaktu nikah dengan Emily, bibirnya tidak dipakaikan bedak.
Melihat kondisi Erick, Zara membatin, aku tidak boleh mengecewakan Om Erick. Dia butuh aku untuk semangat hidup.
Zara pun menjawab, "Iya, Om, saya mau."
Mendengar jawaban Zara, lutut Erick lemas. Berarti benar, Zara memang ingin dinikahi olehnya. Rencana yang diatur dengan penuh keprihatinan itu akhirnya berhasil mempersatukan Erick dan Zara dalam ikatan suci.
Awal-awal mereka menjalani rumah tangga, begitu lucu. Ada sekat yang menghalangi, sehingga hubungan mereka terlihat layaknya Om dan keponakan.
.
.
Bersambung.
🤔🤔🤔 kira kira rencana apalagi yg disusun Emily
sekarang koq malah jadi obsesi ya kesannya😔😔
jadi lebih baik kau perbaiki dirimu sendiri bukan untuku TPI untk masa depanmu sendiri
bay
yg penting mas areick makin Cintaa dan sayang ke zahra