Hidup untuk yang kedua kalinya Selena tak akan membiarkan kesempatannya sia-sia. ia akan membalas semua perlakuan buruk adik tirinya dan ibu tirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aulia indri yani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 14
Suasana kelas tampak sunyi. Sesekali terdengar goresan pena dan halaman kertas yang dibalik.
Ujian di awasi ketat dengan cctv dan guru yang matanya terus mengamati sekitar memastikan para muridnya tidak melakukan tindakan curang.
Seluruh ponsel diletakan di meja guru. Dan meja terpisah menjadi satu persatu setiap baris. Tidak ada yang duduk berdua.
Ujian ini hanya menambah nilai untuk ujian sebenarnya bulan besok.
Davin melirik Selena yang ada di seberangnya. Ia berharap Selena akan memohon meminta bantuan, namun Selena tampak bisa melakukannya sendiri kali ini.
Ia mendesah berat, mengukur emosi Selena sangat sulit. Seperti bencana yang datang tiba-tiba dan surut tiba-tiba.
Sebelum ia memaksakan diri untuk kembali menjawab soal-soal ini.
Karina yang tak sengaja melewati kelas Selena dan Davin bersama dengan sahabatnya. Berhenti sejenak di jendela. Mengamati Selena belajar, begitu fokus dan tidak melihat apapun kecuali kertas dimeja.
Senyum tipis tersungging di bibirnya saat otaknya terlintas sesuatu ide.
Ia melihat sahabatnya, sofia Blunt. Seorang sekretaris dewan siswa disekolah ini. Karina mendekat dengan tersenyum manis—tangannya merangkul lembut pundak Sofia.
"Kau sering pergi keruang guru bukan?" Tanya Karina memastikan. Sofia mengangguk dengan membenarkan.
"Ya, aku terkadang disana untuk mengurus sesuatu yang diperintahkan guru."
Karina tersenyum senang. ia merangkul pundak Sofia semakin erat karena antisipasi. tubuhnya semakin dekat, membisikkan sesuatu.
mendengar rencana itu, tawaran itu terlalu berat. Sofia menegang sejenak, berfikir apakah ia harus menerima atau menolak.
Namun ia melihat wajah Karina yang tampak melotot dengan tajam namun antisipasi. Bertanda tidak menerima penolakan sedikitpun darinya.
Karina sedikit berkuasa di pertemanan mereka. Ia tidak menolak apalagi dengan tawaran Karina dengan besar.
Sofia menelan ludah susah payah—gugup. Sebelum mengangguk, batinnya menjerit penuh berharap bahwa rencana ini tak akan membawa masalah
"Itu baru sahabatku!" Karina semakin memeluk erat Sofia.. Erat hingga terasa menyesakkan. "Aku akan mengirimkan bukti transfer kepadamu setelah tugasmu berhasil."
Istirahat berlalu. Davin menggerakkan kursinya tubuhnya mendekati selena, menjelajahi wajah Selena sebelum kembali berbicara.
"Ujian tadi menyulitkan mu tidak?" tanya Davin lembut, wajahnya sedikit miring menilai kesulitanmu.
Selena terdiam sejenak, menatap Davin. Sebelum tersenyum dengan lembut. Bukan sesuatu yang manis. Hanya memainkan peran halus. "Aman saja, aku sudah belajar tadi malam."
Davin tersenyum senang tangannya terangkat untuk menyelipkan rambut kebelakang telinga Selena. "Kau semakin pandai tahu? Aku yakin kau bisa melakukan ini dengan baik. Tinggal ujian akhir bulan besok kita bertunangan kan?" ia memastikan, karena jarak mereka diduga sudah aman. Davin hanya perlu ingin Selena masih ingat perjanjian pertunangan mereka.
Selena mengangguk mengiyakan. Ia akan menerima tunangan, bertunangan dengan Davin. Untuk menarik ulur keadaan.
suasana kelas sunyi dengan ketegangan dan harapan Davin kepada Selena. Kesunyian Selena tampak seperti sirene yang perlu diprediksi dengan teliti sebelum bencana datang.
Davin mengetuk lembut meja Selena. menunjukkan ekspresi gugup dan sedikit tidak tenang. ia memperhatikan ekspresi ibunya—tampak terkendali dan jarang marah-marah. Mungkin ia berhasil memperbaiki hubungannya dengan Selena.
"Kau ingin minum sesuatu?" tawar Davin kemudian untuk menyingkirkan suasana tegang. Sebelum memberikan air minum di atas meja Selena.
Selena hanya menggeleng pelan menolak. Mendorong air botol itu dengan pena sebelum kembali membaca. "Gunakan saja airmu untuk gadis yang sedang berolahraga saat ini."
Meski suara Selena lembut, Davin tahu Selena menyindir Karina. gadis itu sedang kelas olahraga. Biasanya Davin menyiapkan air dan roti untuk Karina.
Namun Davin ingin memiliki momen lebih banyak dengan Selena.
"Aku akan berikan kepadanya.." ia mengambil botol itu kaku. Bingung harus bagaimana berinteraksi dengan Selena.
Dulu mereka saling tertawa, tersenyum, dan melempar candaan. Dulu sangat mani, namun Davin tak memikirkan jaman dulu.
Ia fokus untuk masa depan nya dengan Selena. Ia akan berusaha menjadi pria yang diharapkan Selena. Baik secara mental dan fisi.
Ia mendorong kursi kebelakang untuk berdiri. Matanya tak pernah lepas dari profil wajah Selena. Tampak lembut dan cantik.
"Aku ingin memberi minuman ini pada Karina. Pasti dia melupakan bawa air minum dan kehausan. Aku akan kembali membawakan makanan untukmu." Davin tersenyum, mengelus rambut Selena.
Namun Selena hanya mengangguk ringan tanpa mengatakan apapun. Itu cukup bagi Davin, ia lega Selena akhir-akhir tidak memperdebatkan sesuatu yang kecil seperti Karina.
"Aku pergi." ia menggenggam botol itu menuju luar pintu kelas. Sedikit berlari karena ia tahu telat menghampiri Karina.
Melihat kepergian Davin, Selena menatapnya dengan perasaan kosong dan hampa. Ia tak butuh perhatian dan cinta dari pria itu lagi.
ia terpaksa menerima tunangan ini untuk mencari informasi dengan jelas. Mencari lubang untuk menjatuhkan mereka.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hujan deras mengguyur sekolah disela-sela petir menyambar langit. Suasana kelas tampak tenang dan menegang saat guru membagikan hasil ujian tadi pagi.
Semua mendapatkan kertas mereka. Namun Selena belum mendapatkannya, ia dipanggil untuk menuju kedepan.
Kepala Davin terangkat penasaran. Mengapa guru memanggil Selena? Apakah nilai Selena buruk? Tapi ia tak percaya karena Selena tampak ambisi saat mengerjakan ujian tadi.
Kertas dipenuhi coretan dengan tinta diberikan dihadapan wajah Selena. Tanda disilang dimana-mana, semuanya salah.
Selena segera mengambil kertas ujiannya. Melihat hasilnya salah semua.
"Nona Wiranata nilai mu sangat parah. Ini bisa mengkhawatirkan di ujian selanjutnya, ibu tidak yakin kau akan lulus dengan nilai mu seperti ini." Guru itu mendesah kecewa, jawaban Selena terlihat sangat asal-asalan seperti mengerjakan tugas anak kecil
Mata Selena terbuka lebar tak percaya. Meremas sisi kertas dengan erat hampir merobeknya. Ia tidak terima ini, ini bukan jawaban yang di isi tadi pagi.
"Ini kesalahan! Ini bukan kertasku." sahut Selena tak terima. Menunjuk soal di kertasnya, namun guru itu menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju.
"Sudah jelas itu nama kamu Selena.. Selena Wiranata. Sudah jelas kertas itu milikmu, kenapa kau tidak bisa mengakuinya?" tanya guru tak habis pikir.
Hanya Selena yang tak terima disalahkan. Kebanyakan murid akan menerima dengan lapang dada dan merasa introspeksi diri setelah mendapatkan teguran.
Beda dengan Selena, gadis itu terkekeh tidak menyangka dengan mata melebar menatap kertas ditangannya. Ini bukan tulisannya, ia ingin menuntut guru itu.
Davin berdiri untuk menghampiri Selena. Bukan untuk membela namun untuk membuat Selena mengerti.
"Selena jangan salahkan guru, itu bukan salahnya. dia hanya menilai. Kau yang kurang belajar untuk ujian ini." bujuk Davin, tangannya merangkul Selena untuk kembali duduk.
Selena menepis tangan Davin kasar. membuat seluruh siswa menatap mereka berdua dengan perasaan menegang dan kaku menikmati drama mereka.
"Jika kau tidak bisa membelaku, lebih baik kau menutup mulutmu." sahut Selena tajam. Sebelum menatap mata guru itu.
"Aku akan membuktikan ibu yang salah." janjinya muram sebelum kembali duduk. Sementara tangan Davin mengepal erat merasakan sakit karena kata-kata Selena dengan tajam.
Kapan Selena akan menghargai dirinya?"