Anisa gadis yatim piatu bekerja sebagai pelayan. Demi keselamatan Sang Majikan dan di tengah rasa putus asa dengan hidupnya, dia terpaksa menikah dengan Pangeran Jin, yang tampan namun menyerupai monyet.
Akan tetapi siapa sangka setelah menikah dengan Pangeran Jin Monyet, dia justru bisa balas dendam pada orang orang yang telah menyengsarakan dirinya di masa lalu.
Bagaimana kisah Anisa yang menjadi istri jin dan ada misteri apa di masa lalu Anisa? Yukkk guys ikuti kisahnya...
ini lanjutan novel Digondol Jin ya guys ♥️♥️♥️♥️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 28.
Mobil terus melaju menembus jalan yang mulai gelap, setelah beberapa menit memasuki kawasan hutan kota. Pepohonan tinggi menjulang di kiri kanan jalan, dahan dahan nya saling beradu ditiup angin malam.
Pak Sopir menelan ludah. Matanya tiba tiba melebar, jantung nya berdetak lebih kencang. Di kejauhan, di pinggir jalan yang sepi itu, terparkir sebuah mobil hitam dengan lampu hazard berkedip lemah. Mobil yang tadi siang mengejar nya
“Pak... itu mobil yang tadi...” suara nya bergetar, hampir tak terdengar.
Bu Hasto menoleh, menatap mobil itu sekilas. “Mungkin benar, dia petugas hutan kota,” ucapnya, berusaha tetap tenang, meski wajahnya pucat, jantung berdebar debar dan telapak tangan mulai dingin
“Tetap waspada, Pak. Teruskan melaju cepat. Aku hubungi polisi terdekat agar memantau jalur ini,” ujar Pak Hasto, segera merogoh saku kemejanya, tangan sedikit gemetar saat menarik telepon seluler nya.
Pak Sopir menginjak pedal gas lebih dalam. Napasnya pendek pendek, dada nya sesak oleh rasa panik yang tak bisa dikendalikan.
Ia ingin secepatnya keluar dari wilayah hutan kota itu. Namun bentangan jalan masih panjang dan gelap, dan pepohonan di sekeliling terasa semakin rapat, seakan menutup jalan.
Di kursi belakang, Bu Hasto, Anisa, dan Ibu Kepala Pelayan menunduk, bibir mereka terus berkomat kamit memanjatkan doa, memohon keselamatan dari Allah.
Tiba tiba, Pak Sopir menjerit pelan, tangannya refleks menggenggam kemudi lebih kuat. Dari mobil hitam di belakang, terulur sebuah tangan keluar jendela, menggenggam senjata api yang diarahkan tepat ke arah mobil mereka.
“Tiarap semua!” teriak Pak Hasto.
“Bismillah...” gumam Pak Sopir dengan bibir gemetar melakukan mobil dengan kecepatan maksimal.
Semua orang serempak merunduk, menempelkan kepala serendah mungkin ke kursi. Mobil melaju sangat kencang menembus malam.
DORRR!
DORRR!
DORRR!
Tiga letusan keras memecah kesunyian. Suaranya memantul di antara pepohonan, menggema seperti raungan dari dalam hutan.
Orang suruhan Hegar menatap tajam dari balik kemudi, rahangnya mengeras. Ia baru saja menembak ke arah ban mobil Pak Hasto.
“Sial, meleset,” gumamnya dengan nada geram. “Mobilnya makin jauh…”
Ia menghela napas kasar, menyelipkan pistol ke dalam jaket nya, lalu bersiap menyalakan mesin mobil untuk mengejar. Tapi saat hendak menutup jendela, tangannya berhenti. Ia merasa sesuatu menahan kaca mobil nya.
“Kenapa berat begini?” katanya kesal, berusaha menaikkan jendela, tapi sia sia. Kaca mobil itu tak mau bergerak, seperti ada kekuatan tak terlihat yang menahan nya.
Ia memutuskan mengabaikannya, menyalakan mesin, namun mesin justru mati total. Tak ada suara, hanya dengung angin yang tiba tiba menguat, menggetarkan daun daun kering di sekitar jalan.
Daun daun itu beterbangan, menghantam jendela, sebagian masuk ke dalam mobil lewat celah kaca yang terbuka. Helaan napas nya mulai tidak teratur, bulu kuduk nya meremang.
“Sial… apa lagi ini,” desis nya, mencoba lagi menyalakan mesin.
Ia merogoh saku, hendak menghubungi Hegar. Namun tiba-tiba ia merasakan sesuatu menggenggam sikunya.
Darah nya seakan berhenti mengalir. Perlahan, ia menoleh ke arah samping.
Mata nya membelalak lebar. Dari luar jendela, menjulur sebuah tangan raksasa, tangan yang jelas bukan tangan manusia. Penuh bulu putih panjang, dengan kuku kuku hitam yang tajam dan melengkung.
Tubuhnya gemetar hebat.
“Ap… apa ini…” gumamnya terbata, keringat dingin mengucur di pelipis.
Ia berusaha menjauh, namun tangan besar itu menyusup masuk ke dalam mobil, meraih ke arah wajahnya.
“Pergi kamu!” teriaknya histeris, berusaha menendang dan menepis, tapi tubuhnya mendadak lemas. Pandangan nya buram. Nafas terakhir nya keluar sebagai erangan parau sebelum tubuh nya terkulai di kursi pengemudi.
---
Beberapa menit kemudian, mobil Hegar berhenti di belakang mobil anak buah nya. Hegar menatap ke depan dengan wajah kesal.
Lampu mobilnya menyorot tajam ke mobil yang diam tak bergerak itu.
“Kenapa malah berhenti di sini? Dasar bodoh,” umpatnya. Ia membuka pintu mobil dan melangkah ke luar.
Udara malam terasa dingin dan berat. Hening. Hanya suara jangkrik dari kejauhan. Setiap langkah Hegar di atas aspal seperti menggema terlalu keras.
“Jek! Kamu di mana?!” teriak nya, suara nya menggema di antara pe pohonan.
Di saat ia sampai di sisi mobil hitam itu dan menatap ke dalam. Dilihat nya tubuh Jek, orang suruhan nya tampak terkapar di kursi, matanya terpejam, wajah nya pucat.
Hegar membuka pintu cepat cepat.
“Jek! Hei, bangun!” kata nya panik, menepuk pipi anak buah nya.
Tubuh Jek panas luar biasa.
“Apa yang terjadi sama kamu…” gumam nya. Ia mengusap keringat di dahi nya, kebingungan.
Tiba tiba, suara sirene polisi terdengar dari kejauhan, semakin lama semakin dekat. Lampu merah biru berputar menembus gelap hutan.
“Polisi…” bisiknya pelan.
Hegar menarik napas panjang. “Aku pura pura nggak kenal aja. Bilang aja lewat, niat nolong,” gumamnya cepat, mencoba menenangkan diri saat dua polisi keluar dari mobil patroli dan berjalan mendekat.
🚞🚞🚞
Sementara itu, mobil Pak Hasto sudah meninggalkan area hutan kota dan mulai memasuki kawasan pemukiman. Lampu lampu jalan mulai bermunculan, menandakan mereka telah kembali ke kota.
“Alhamdulillah, kita selamat,” ucap Ibu Kepala Pelayan, suaranya bergetar lega. Semua menarik napas panjang, masih shock, tapi mulai tenang.
Beberapa waktu kemudian, mobil mereka sudah berada di depan pintu gerbang rumah. Petugas cepat cepat membukakan pintu gerbang..
Namun begitu mobil memasuki halaman rumah, wajah Pak Hasto dan istri nya langsung berubah tegang.
Di halaman rumah, ada sebuah mobil asing yang belum pernah mereka lihat sebelum nya. Mobil itu baru saja berhenti, dan pintunya perlahan terbuka, namun belum ada siapa pun yang keluar.
“Mobil siapa itu, Pa?” tanya Bu Hasto dengan nada cemas, mata nya tak lepas dari mobil misterius itu.
Pak Hasto menatap tajam. “Entah lah, Ma. Tapi kalau dia bisa masuk sampai halaman, berarti… seseorang sudah membukakan pintu gerbang untuk nya.”
Kedua nya saling berpandangan. Udara di sekitar rumah yang seharusnya aman, kini terasa dingin dan menegangkan.
g di sana g di sini sama aja mbingumhi 🤣🤣🤣
tp nnti pennjelasan panheran yg masuk akal dpt meruntuhkan ego samg ibunda dan nnit mlh jd baik se lam jin jd muslim.🤣