NovelToon NovelToon
Melihat Malapetaka, Malah Dapat Jodoh Dari Negara

Melihat Malapetaka, Malah Dapat Jodoh Dari Negara

Status: sedang berlangsung
Genre:Kebangkitan pecundang / Kontras Takdir / Romansa Fantasi / Mata Batin / Fantasi Wanita / Mengubah Takdir
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: INeeTha

Salsa bisa lihat malapetaka orang lain… dan ternyata, kemampuannya bikin negara ikut campur urusan cintanya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon INeeTha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Panen Besar

"Ndan, aku barusan kirim file audio ke nomornya Komandan. Pinjam HP bentar."

Tanpa banyak tanya, Rakha Wisesa menyodorkan ponselnya yang sudah terbuka kuncinya. Salsa Liani sedikit terkejut melihat ruang obrolan mereka disematkan di posisi paling atas, padahal dia yakin inbox Komandan Polisi ini pasti membludak.

Salsa menepis rasa geernya dan segera memutar audio latar suara call center kepolisian yang ia unduh. Mereka menepi ke ruang penyimpanan barang. Salsa mengangkat telepon dari Bagas Prasetyo, pegawai gudang supermarket itu.

"Halo?" Suara Bagas terdengar penuh terima kasih. "Mbak Salsa, makasih infonya ya."

"Santai, Mas. Kita kan harus saling bantu," jawab Salsa dengan nada akrab, lalu berubah sedikit resmi. "Mas Bagas, saya udah di kantor nih. Bentar lagi piket, HP bakal mati enam jam. Ada hal mendesak nggak?"

Suara latar sibuk dari HP Rakha sukses menciptakan ilusi kantor polisi yang padat. Di seberang telepon, Bagas terdiam lama.

Salsa memberi kode pada Rakha. Pria itu langsung paham. Dengan nada tegas khas atasan, Rakha bersuara, "Salsa, rapikan laporan pengaduan tadi. Efisiensi harus ditingkatkan demi keamanan warga."

Kemudian Salsa kembali ke telepon. "Halo, Mas? Maaf nunggu lama."

"Mbak Salsa..." Suara Bagas bergetar hebat. "Sa-saya... saya mau lapor polisi!"

Mata Salsa membelalak. Dia menatap Rakha yang memberi isyarat dagu: lanjutkan.

"Lapor? Ada kejadian apa, Mas? Cerita aja, kebetulan Komandan ada di sini."

"Empat hari lalu, pas dini hari..." Bagas merendahkan suaranya, nyaris berbisik. "Hujan deras banget. Saya balik lagi ke gudang pendingin karena takut lupa matiin alat. Pas sampai sana, ada truk asing parkir. Orang-orang pakai APD putih lagi mindahin barang."

Napas Bagas terdengar berat. "Saya rekam diem-diem buat bukti kalau-kalau ada barang hilang. Tapi pas mereka ngangkut peti besi panjang, salah satu kesandung. Petinya jatuh, kebuka, dan..." Suaranya tercekat. "Ada manekin manusia gelinding keluar. Dibungkus plastik hitam sama wrap bening."

"Saya heran, ngapain maling nyuri manekin plastik? Terus pas truk itu pergi, saya cek lokasi jatuhnya. Ada air warna merah muda ngalir... Darah, Mbak. Itu darah yang kesapu hujan."

Bagas mulai meracau panik. Dia sadar, manekin tidak butuh suhu dingin, tapi mayat butuh.

"Video rekamannya udah saya kirim ke WA Mbak. Mbak, saya takut... Supervisor tadi nanya-nanya jam pulang saya. Saya ngerasa diawasin."

Salsa segera mengunduh video itu. "Mas Bagas, tenang. Mas sekarang bisa jalan ke Warung Tenda Pak Kumis di depan? Di sana ada rekan saya yang standby. Mas aman. Kami juga bakal kirim petugas jagain rumah Mas."

"Mbak... makasih. Kalau Mbak nggak muncul, mungkin saya nggak berani ngomong. Tapi... jatah shift saya malam ini gimana? Saya takut masuk kerja."

"Mas harus masuk," potong Salsa cepat tapi lembut. "Mas Bagas mau kita tangkap pelakunya malam ini juga? Tenang, Mas nggak sendirian. Ikuti instruksi saya..."

Sambungan terputus. Salsa baru mau menghela napas lega ketika—Wusss!

Seekor kecoa jumbo terbang melesat ke arah wajahnya.

"ANJIRRR!"

Refleks Salsa melompat mundur, kakinya tersandung kardus, dan tubuhnya oleng ke belakang.

Bruk!

Punggungnya menabrak dada bidang yang keras. Tangan Salsa spontan mencari pegangan, berakhir menekan dada Rakha, menjepit pria itu tepat di pintu ruang penyimpanan.

Hening.

Jarak mereka begitu dekat. Salsa bisa menghitung bulu mata lentik Rakha dan mencium aroma cold musk bercampur debu gudang. Kokoh banget, buset.

Tiga detik kemudian, Salsa meloncat menjauh seperti tersengat listrik. "Sori, sori!"

Mereka keluar beriringan, tepat saat orang tua Salsa dan kakaknya, Surya, sedang membahas menu makan malam di ruang tengah. Empat pasang mata menatap mereka curiga.

Buku resep di tangan Bu Susi jatuh. "Kalian habis ngapain di gudang..."

"Bahas kasus! Kasus besar!" potong Salsa panik, menyambar jaketnya. "Panggilan darurat, harus balik ke markas! Besok aku traktir Iga Bakar!"

Rakha membungkuk sopan. "Maaf mengganggu." Saat berbalik, terlihat punggung jas hitam mahalnya penuh debu.

"Eh, Nak Rakha!" teriak Bu Susi sebelum pintu tertutup. "Kapan-kapan mampir ya, Tante masakin Iga Bakar Madu!"

"Pasti, Tante," jawab Rakha, volumenya terdengar lebih keras dari biasanya.

Di dalam rumah, Pak Slamet menepuk debu di buku resep sambil bergumam, "Debu gudang emang unik ya, sukanya nempel di punggung orang."

Pukul 22.50. Area Gudang Pendingin.

Salsa, Rakha, dan tim reserse sudah menyebar dalam kegelapan.

Salsa memastikan tidak ada ilusi aneh yang muncul di matanya malam ini. Semuanya nyata. Bagas sudah masuk ke dalam gudang, sementara rekannya, Zaki—si pegawai malas yang masih kerabat supervisor—datang terlambat dengan santai.

Di visi masa depan Salsa, dia tidak melihat wajah Zaki. Dia hanya melihat dua orang berjas putih membunuh Bagas. Karena itu, Salsa sempat mengira Zaki hanya figuran.

Zaki duduk di kursi lipat, asyik main HP sementara Bagas kerja keras.

Mata Salsa menyipit memantau dari kejauhan. Saat jempol kasar Zaki menggeser layar, sebuah deja vu mengerikan menghantam Salsa.

Cara Zaki memegang HP—kelingking menekuk kaku menahan bagian bawah ponsel seperti kait, dan sendi telunjuk yang menonjol aneh.

Di dalam ilusinya, salah satu pembunuh berjas putih yang membuka kunci HP Bagas memiliki gestur tangan yang sama persis!

"Komandan," bisik Salsa, suaranya tegang. "Zaki. Dia pelakunya. Gestur tangannya sama persis dengan pembunuh di visi saya."

Tatapan Rakha di balik kacamata night vision berubah tajam.

Rencana awal polisi adalah mengganti Bagas dengan petugas decoy saat Bagas keluar sebentar. Tapi mereka tidak menyangka pembunuhnya sudah ada di dalam, tepat di sebelah Bagas!

"Risiko meningkat," gumam Rakha. Dia memberi kode pada tim. "Siapkan Plan B.

Waktu merayap lambat. Pukul 02.00 dini hari, Bagas akhirnya keluar sesuai rencana. Saat berjalan menuju titik temu, HP-nya berdering. Supervisor menyuruhnya kembali untuk mengecek panel kontrol.

Inilah momennya.

Yudha, polisi yang postur tubuhnya mirip Bagas, sudah siap dengan seragam kuli angkut yang sama. Dia bertukar posisi dengan Bagas di titik buta CCTV, lalu berjalan kembali ke gudang dengan gaya jalan sedikit bungkuk.

Di dalam mobil komando, Salsa dan Rakha memantau lewat kamera tersembunyi yang sempat dipasang Bagas.

Tak lama, sebuah truk limbah berhenti. Dua orang berjas dokter dan bermasker turun, masuk ke gudang.

Di layar monitor, salah satu pria berjas putih itu—yang ternyata Zaki—mengendap-endap di belakang Yudha (yang dikiranya Bagas), menyambar pengait daging tajam yang berkilau di bawah lampu neon.

"Sikat!" perintah Rakha via earpiece.

Detik itu juga, tim Brimob mendobrak masuk.

Di dalam gudang, Zaki berteriak, "Mampus lo, Bagas! Siapa suruh banyak tingkah!"

Dia mengayunkan pengait daging.

Yudha berbalik cepat, menghantam Zaki hingga tersungkur sebelum senjata itu menyentuh kulitnya. Lampu sorot taktis menyala dari segala arah.

"POLISI! JANGAN BERGERAK!"

Zaki dibekuk, wajahnya ditekan ke lantai beku. Yudha menarik maskernya. "Bukan Bagas, ya? Kaget?"

Yudha memborgolnya. "Ngobrolnya nanti aja di kantor polisi. Pasal berlapis udah nunggu. Percobaan pembunuhan plus perdagangan organ."

"Gudang ini cuma kedok, kan?" Rakha masuk, langsung mencengkeram kerah Zaki. "Di mana akses ke bawah?"

Zaki gemetar, nyalinya ciut seketika. "A-ada pintu rahasia... di balik rak..."

Berkat pengakuan instan itu, mereka menemukan pintu tersembunyi. Bau amis darah dan disinfektan langsung menyergap saat pintu dibuka. Rakha dan Salsa menuruni tangga menuju basement.

Pemandangan di bawah sana membuat perut mual. Ratusan meter persegi "bank organ" ilegal. Lemari pendingin berderet berisi kantong organ dengan label kode.

"Gila..." Salsa menutup mulutnya menahan mual.

Polisi langsung menyergap beberapa dokter dan staf yang sedang panik menghancurkan dokumen. Salah satu dokter utama baru saja masuk sambil menelepon santai tentang "ginjal yang cocok", dan langsung dibanting ke lantai oleh petugas.

Malam itu, mereka panen besar. Sindikat perdagangan organ, dokter korup, hingga jalur penyelundupan internasional terbongkar sekaligus.

Suasana di mobil Rakha hening saat perjalanan pulang.

Salsa duduk di kursi penumpang, memilin ujung bajunya. Kemenangan besar malam ini tidak membuatnya tersenyum.

"Kita pulang," ujar Rakha singkat.

Salsa menoleh, menatap profil samping Rakha. "Komandan... boleh nggak saya minta rekomendasi buku kriminologi dasar? Atau izin sit-in di kelas reserse?"

Rakha melirik sekilas, alisnya terangkat. "Tumben? Mau jadi murid teladan?"

"Soal Zaki tadi..." Suara Salsa mengecil. "Saya melewatkan dia. Saya pikir dia cuma figuran karena nggak ada di visi saya. Kalau saya nggak sadar soal gestur tangan itu di detik terakhir, Bagas bisa mati konyol."

Salsa menunduk. "Kinerja saya buruk banget. Saya terlalu bergantung sama ilusi sampai lupa analisa dasar."

Hening sejenak. Hanya suara mesin mobil yang terdengar.

"Kamu itu orang awam yang mendadak terjun ke dunia kriminal," suara Rakha memecah keheningan. Nadanya datar, tapi tidak dingin. "Bisa bertahan sejauh ini dan bantu kami selesaikan banyak kasus, itu sudah luar biasa."

Salsa menoleh cepat, matanya membulat. "Hah? Komandan muji saya?"

"Kamu terlalu keras sama diri sendiri. Fakta bahwa kamu bisa ngenalin pelaku cuma dari cara dia pegang HP, itu intuisi level detektif senior. Kamu punya bakat."

Mata Salsa mulai berbinar. "Beneran? Terus kenapa dulu nggak pernah bilang?"

"Buat apa?" Rakha mengetuk setir. "Biar kamu besar kepala? Emang kamu anak TK yang butuh stiker bintang?"

"Iish, muka situ lempeng terus sih," gerutu Salsa, wajahnya memerah. "Saya kira Komandan nggak puas sama kerja saya."

Mobil melewati deretan lampu jalan. Cahaya oranye menerangi wajah Rakha sesaat, memperlihatkan ekspresinya yang lebih lunak dari biasanya.

"Reserse itu kerja tim. Polisi itu manusia, bukan dewa," ucap Rakha pelan. "Kalau nanti kamu bikin kesalahan lagi..."

Dia memberi jeda, suaranya merendah, terdengar sangat serius dan tulus.

"...Ada gue yang bakal membereskan sisanya. Gue yang bakal jadi jaring pengaman lo."

Jantung Salsa berdegup kencang. Kalimat itu terasa lebih manis daripada rayuan gombal mana pun.

Rakha buru-buru membuang muka, pura-pura mengecek spion. "Jangan geer. Tim harus saling cover."

Salsa tersenyum lebar. "Siap, Komandan!"

Mereka sampai di parkiran asrama. Salsa turun dengan langkah ringan.

"Komandan!" panggilnya sebelum masuk lobi. "Kata Dokter Reza saya punya bakat jadi sniper. Kapan-kapan ajarin nembak dong!"

Rakha menatap gadis kurus di depannya dengan tatapan hopeless. "Badan lidi gitu mau nahan recoil senapan? Tidur sana, mimpi yang indah."

"Pelit!" Salsa melambaikan tangan lalu menghilang di balik pintu lift.

Baru setelah lampu unit apartemen Salsa menyala di lantai tiga, Rakha memutar mobilnya dan pergi.

Dua hari kemudian.

Mobil jemputan RS Nusantara datang menjemput keluarga Salsa untuk medical check-up. Asisten Pak Dono juga mendatangkan spesialis mata langka untuk memeriksa Surya, kakak Salsa.

Profesor Jaya, ahli mata dari Surabaya, datang ke lobi rumah sakit. Namun yang membuat Salsa dan Surya melongo bukan sang profesor, melainkan sosok yang mendampinginya.

Dokter Reza.

"Dokter Reza?" Salsa ternganga. "Jangan bilang situ saudaraan sama Profesor Jaya?"

1
Lala Kusumah
nah loh....
Tini Rizki
keren bikin penasaran lanjut Thor
Lala Kusumah
Alhamdulillah Salsa, rezeki anak Sholehah 🙏🙏👍👍😍😍
...cienta kamyu...
lanjut thoorr...semangat yaa
sahabat pena
syukurlah si playboy petra selamat 🤣🤣🤣🤣dag dig ser itu dihadapkan sama makanan dan minuman yg beracun
Lala Kusumah
alhamdulilah semua selamat, tegaaaanng pisan 🫣🫣😵‍💫😵‍💫🙏🙏👍👍
hebaaaaaatt Salsa 👍👍👍
Lala Kusumah
ikutan tegaaaanng kalau Salsa lagi mode on begitu 🫣🫣😵‍💫😵‍💫
sahabat pena
huhuhu up nya kurang byk kak.... lagi seru yeuh 🤣🤣🤣✌
Lala Kusumah
sukses selalu bang Surya 👍👍👍
Reni Syahra
kerenn bangett eksekusinya..
lanjutt thor💪
ganbatteee😍
Lala Kusumah
semangat Salsa 🙏🙏💪💪👍👍
saniati Amat
semangat trs thor,jgn lupa jg ksehatn,ditunggu up slanjutnya💪💪💪💪
renren syahra
up nya jng lama2 dong thor
sahabat pena
Luar biasa
Lala Kusumah
bakat Salsa emang hebaaaaaatt n kereeeeeennn 👍👍👍
Lala Kusumah
cepat tolong kakakmu Salsa 🙏🙏🙏
Lala Kusumah
syukurlah
Melody Aurelia
bos gurem nih😄
Melody Aurelia
emang enak kalo kantong penuh
Melody Aurelia
keren loh 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!