Alleta, seorang gadis penurut yang kepolosannya dimanfaatkan oleh sang kakak dan ibu tirinya.
Di malam sunyi itu, sebuah pil tidur seketika mengubah kehidupannya 90 derajat.
Ia terpaksa harus dinikahi oleh seorang pria yang terjebak bersamanya, pria yang sama sekali tak pernah ada dalam tipe suami yang dia idamankan, karena tempramennya yang terkenal sangat buruk.
Namun, pria sekaligus suami yang selama ini selalu direndahkan oleh warga desa dan dicap sebagai warga termiskin di desa itu, ternyata adalah seseorang yang statusnya bahkan tak pantas untuk dibayangkan oleh mereka yang memiliki status sosial menengah ke bawah.
Alfarezi Rahartama, pria luar biasa yang hanya kekurangan izin untuk mengungkap identitas dirinya.
Bagaimanakah reaksi keluarga Alleta setelah tahu siapa sosok menantu yang mereka remehkan itu?
Dan lalu bagaimanakah reaksi Alleta sendiri apabila dia tahu bahwa pria yang menikahinya adalah tuan muda yang disegani?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marnii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ajakan Menikah
Melihat Handy yang datang dengan wajah muram, Alfarez tersenyum samar. "Kau kenapa?"
"Tidak apa-apa, Tuan Muda," jawabnya sembari menyembunyikan rasa jengkelnya itu.
Dan Alfarez pun tak ingin bertanya lagi, tetapi gestur tubuhnya tampak gelisah, seolah seseorang yang ingin bertanya tentang hal lain.
Handy segera memahami itu, dan segera menjelaskan. "Nona Alleta bertemu seorang perempuan, katanya mereka bersahabat, Tuan."
Nah, itulah yang ingin didengar oleh Alfarez.
Melihat sang majikan yang tersenyum penuh arti, Handy malah ikut-ikutan tersenyum, ia tahu pasti bahwa Alfarez sebenarnya hanya ingin memastikan bahwa Alleta tidak datang untuk menemui seorang laki-laki.
Saat tahu Alleta keluar dari perusahaan dan menuju ke restoran ini, Alfarez dengan segala kesibukannya itu segera beranjak dan meninggalkan semuanya, dengan sengaja menyusul Alleta hanya untuk memastikan satu hal yang hanya terpikirkan oleh dirinya saja.
"Tuan, apakah Anda menyimpan rasa pada Nona Alleta?" tanya Handy tanpa berbasa-basi, cukup bisa diakui bahwa dia benar-benar sangat berani mempertanyakan hal tabu tersebut pada seorang Alfarez, yang di mana gengsinya bisa mengalahkan apa pun yang ada di dalam dirinya.
"Handy," panggil Alfarez dengan suara yang tenang.
"Ya, Tuan?"
"Kau kenapa berubah menjadi bodoh?"
Handy menelan ludah tanpa ekspresi, dengan pertanyaan itu, Handy paham betul bahwa Alfarez tak akan mau menjawab pertanyaannya barusan.
Kata-katanya memang tak pernah bisa difilter kalau sedang marah, dan untungnya Handy sudah terbiasa dengan hal-hal tak terduga semacam itu.
Ditengah makan siang itu, Alfarez mendadak melepas sendok serta garpu di tangannya sembari berdecak kesal.
"Ada apa, Tuan?" tanya Handy sigap.
"Panggil wanita itu ke sini!" titahnya dengan wajah muram, seolah-olah hidupnya akan terasa monoton jika tidak ada Alleta di depan matanya.
Handy gegas keluar dari ruangan vip tersebut dan mencari keberadaan Alleta.
Dan ia pun menemukan meja mereka terletak di sudut restoran, sedang makan sambil berbincang ria di sana.
"Nona Alleta, bisa ikut saya sekarang? Tuan Muda meminta Anda untuk datang."
Kedua wanita berparas cantik itu mendongak menatap Handy dengan ekspresi yang tak menyenangkan.
"Harus sekarang?" tanya Alleta memastikan.
Handy mengangguk datar sebagai jawaban.
"Bagaimana jika Anda bilang padanya bahwa saya meminta waktu sedikit lagi, saya masih ingin mengobrol sebentar."
"Tidak bisa, Nona. Anda seharusnya tahu persis bagaimana Tuan Alfarez jika Anda berani menolak."
"Dia tidak menolak, dia cuma meminta waktu sebentar, apa kau tidak bisa membedakan mana menolak dan mana menawar?"
Handy mengernyit tak suka menatap Dara yang ikut-ikut menimpali urusan mereka, dia orang baru, memangnya tahu apa?
"Seekor anjing betina tak perlu ikut campur," gerutu Handy.
"Apaa? Kau bilang apa barusan?" Dara berdiri geram pada Handy, wanita itu berani menghajar Handy jika memang diperlukan.
"Saya sudah mengatakan apa yang perlu disampaikan, terlepas bagaimana Anda menyikapi, itu urusan Anda dengan Tuan Alfarez nantinya." Handy pun berlalu pergi dengan wajah sedingin mungkin.
"Dar, kamu tunggu sebentar di sini, ya. Jika aku tidak datang dalam 5 menit, kamu pulang dulu saja, kita bertemu lagi setelah aku pulang kerja."
Dara pun mengangguk mengiyakan, ia tak bisa menahan Alleta, karena itu sudah menjadi hak perjanjian keduanya.
"Jangan pikirkan aku, pergilah temui macan tutul itu," jawabnya dan Alleta tersenyum sembari beranjak dari sana.
Setibanya di sana, Alleta sudah dapat melihat laki-laki congkak itu duduk di sebuah sofa.
Ruangan itu, memang dilengkapi dengan beberapa fasilitas demi kenyamanan konsumen.
"Tuan, saya sudah membawa Nona Alleta datang."
Alfarez membuka matanya yang barusan memejam, ia menatap Alleta sejenak, lalu berpindah menatap Handy memberi isyarat agar dia keluar dan meninggalkannya bersama wanita itu.
Handy segera mengerti dan menunduk undur diri.
"Sekretaris Han, Anda mau ke mana?" tanya Alleta dengan nada yang sedikit cemas.
Pria itu hanya tersenyum tanpa menjawab, keluar begitu saja meninggalkannya berdua dengan si macan buas itu.
Alleta menelan ludah setelah kembali menatap Alfarez. "Ada apa gerangan Anda memanggil saya, Tuan?" tanyanya memberanikan diri.
"Aku sedikit lelah, pijit kakiku sekarang!" titahnya sembari meluruskan kaki ke atas meja dengan wajah tanpa merasa bersalah.
Alleta masih diam tak mengerti dengan segala perintah pria itu. "Tidak bisakah di rumah saja, Tuan? Saya masih harus kembali ke perusahaan untuk bekerja."
"Kau berani menentang perintahku?"
Alleta menggelengkan kepala dengan cepat. "Saya tidak bermaksud seperti itu, tetapi jika terus terlambat, saya bisa dipecat, Tuan."
Alfarez tersenyum berdecih, mata elangnya tajam menatap Alleta yang akhirnya mendadak menciut.
"Kau lupa siapa bos di perusahaan tempatmu bekerja? Siapa yang berani memecatmu?" Kata-katanya penuh dengan penekanan dan tegas.
Alleta untuk ke sekian kalinya, dia harus mengalah dan bersabar untuk sikap pria ini.
Alleta duduk di lantai dan mulai memijit kedua kaki Alfarez dengan perasaan yang entahlah, dia pun tak mampu menafsirkan perasaannya saat ini.
Sambil sesekali menatap wajah Alfarez yang kini terpejam menikmati pijitannya. Alleta tersenyum, betapa indah fisik dan wajah ciptaan Tuhan yang satu ini, jika saja tempramennya tidak seburuk itu, tak tahu sebanyak apa wanita yang akan tergila-gila padanya.
Di saat sedang fokus menatap dengan segala pikiran yang berkelanjutan, Alfarez tiba-tiba membuka matanya dan mendapati Alleta memperhatikannya, tatapan mereka seketika beradu dan saling mengunci.
Pada akhirnya Alleta kembali kalah dan menundukkan kepala dan lanjut memijit.
"Ternyata kau pandai dalam hal seperti ini, bagaimana jika kau melakukannya setiap hari?" ujar Alfarez sambil tersenyum, senyum penuh arti, yang mendadak perasaannya sedikit terganggu ketika Alleta memperhatikannya.
"Akan saya lakukan jika Anda menyukainya, Tuan."
"Kapan pun dan di mana pun?" tanyanya lagi, dan Alleta mendadak merasa ada yang tak beres dengan pertanyaannya itu.
Tak peduli bagaimana pun ia berpikir, Alleta tetap tak memiliki porsi untuk mengatakan kata 'tidak' padanya.
"Apa ayahmu sudah membaik?" Alfarez mendadak mengubah topik, sikapnya sungguh labil.
Alleta mengangkat kepalanya menatap Alfarez sejenak, entah mengapa ia merasa pria ini sedikit menaruh rasa peduli.
Ia pun tersenyum tipis dan berkata, "Perkembangannya cukup baik, tetapi masih perlu waktu untuk ia sadar dari komanya."
Alfarez mengangguk sekilas, lalu kembali diam memejamkan matanya.
Namun, sedetik berikutnya, ia kembali membuka mata dan menatap Alleta sangat lekat.
Alleta yang ditatap pun jadi salah tingkah dan terus menundukkan kepalanya berfokus pada pijitan yang dia lakukan.
Alfarez tersenyum dan meraih ujung rambut Alleta yang sedikit bergelombang dan memainkannya sejenak.
Tak perlu ditanyakan lagi bagaimana perasaan Alleta saat ini, ia sungguh tak pernah menyangka bahwa Alfarez akan bertindak seperti itu.
"Mari kita menikah lagi!" ajaknya dengan wajah datar.
Jantung Alleta berdebar sangat kencang, kenapa harus semendadak ini? Apa yang harus dia lakukan? Apa yang perlu dia katakan? Kenapa Alfarez mendadak mengajaknya menikah? Apa yang sedang direncanakannya?
Begitu banyak pertanyaan yang ada di kepala Alleta. Akan tetapi tidak satu pun ia temukan jawaban yang tepat.
Ia hanya bisa menatap Alfarez dengan raut wajah penuh keheranan, tanpa berani untuk bertanya langsung maksud dari ajakan tersebut.
Hanya ada dua pasang mata yang terus beradu tatap dengan pikiran yang masing-masing berkelana entah ke mana.
lebih banyak lg UP nya yaa