 
                            Alden berjalan sendirian di jalanan kota yang mulai diselimuti dengan senja. Hidupnya tidak pernah beruntung, selalu ada badai yang menghalangi langkahnya.
Dania, adalah cahaya dibalik kegelapan baginya. Tapi, kata-katanya selalu menusuk kalbu, "Alden, pergilah... Aku tidak layak untukmu."
Apa yang menyebabkan Dania menyuruh Alden pergi tanpa alasan? Nantikan jawabannya hanya di “Senja di aksara bintang”, sebuah cerita tentang cinta, pengorbanan dan rahasia yang akan merubah hidup Alden selamanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Jangan ganggu Dania!
Hubungan Alden dan Dania pun kembali seperti sediakala, setelah Alden meyakinkan gadis itu beberapa waktu lalu.
Kini, keduanya sedang berada di toko roti Alden. Dania tidak melakukan apa-apa hanya duduk diam memperhatikan kekasihnya itu melayani pelanggan. Dania sebenarnya ingin membantu, tapi Alden melarang mengingat Dania yang masih pucat hari ini.
Alden sebenarnya sudah ingin mengantarkan Dania pulang ke rumahnya, tapi Dania menolak dengan alasan butuh rileks sejenak. Alden pun tidak bisa memaksa dan membiarkan gadis itu duduk di tokonya.
Sesekali ibunya terlihat menyemangati Dania tentang penyakitnya. Dania pun terlihat tersenyum dan merasa sedikit lebih baik dengan keramahan dan kepedulian ibu Alden.
Alden pun ikut tersenyum melihat momen itu. Dan ia berharap, bahwa senyum itu akan selalu terpancar dari orang-orang yang disayanginya. Seberat apapun rintangan yang akan datang, Alden berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu ada buat ibunya dan juga Dania.
Waktu pun berlalu begitu cepat, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Toko roti Alden pun tutup karena stok roti pun sudah habis.
Alden berpamitan kepada ibunya untuk mengantarkan Dania ke rumahnya. Setelahnya, keduanya berjalan melewati suasana sore yang masih terlihat sibuk dengan beberapa aktivitas dari manusianya.
"Aku belum mau pulang, Al. Duduk di taman aja gimana?" tanya Dania tiba-tiba membuat Alden menghentikan langkahnya.
"Mau ke taman ya?" ujar Alden diangguki singkat oleh Dania.
"Ya udah, tapi jangan lama-lama ya? Kamu butuh istirahat." ujar Alden dengan seutas senyum sambil mengacak rambut Dania lembut.
Dania pun terkekeh pelan dengan tindakan Alden itu. Alden menjadi mood booster baginya, dan Dania tidak ingin kehilangan Alden lagi untuk yang kedua kalinya.
Kini, tibalah mereka di bangku taman. Keduanya duduk bersama dengan tangan yang masih saling tergenggam. Keduanya hening tanpa kata, hanya menikmati keberadaan masing-masing.
"Kamu mau minuman hangat, Dania? Teh atau cokelat panas gitu?" Tanya Alden di sela-sela keheningan.
"Hmm, cokelat panas aja deh, Al. Makasih ya?" ujar Dania menyunggingkan senyum manisnya.
Alden mengangguk dan berdiri, lalu menarik tangan Dania, tapi Dania menggelengkan kepalanya dan malah terdiam di tempat. "Aku tunggu di sini aja."
"Ya udah, sebentar ya," ujar Alden dengan anggukan singkat lalu berjalan pergi keluar area taman.
Dania duduk sendirian di sana, memperhatikan anak-anak kecil yang berlari-larian. Sementara Alden sudah menghilang dari pandangan untuk membeli minuman hangat itu.
"Dania," lirih seseorang yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
Dania menoleh dan mendapati Riza tepat di hadapannya, serta seorang gadis yang ikut menghampiri. Ya, gadis itu tak lain adalah Rani, orang yang mengkhianati persahabatannya sendiri dengan Dania.
Dania, jelas saja merasa hatinya panas melihat kedua orang itu. Di satu sisi, ia panas melihat Rani karena telah mengkhianati persahabatannya hanya karena soal hati. Tapi di lain sisi, Dania merasa panas karena Riza yang terus saja mendekatinya, terlebih sikapnya yang arogan membuat Dania semakin tidak suka.
"Mau apa kalian?" ujar Dania dingin.
Dania merasa curiga dengan Rani. Rani yang dulunya membenci Riza karena terus mengganggu Dania, kini mereka justru terlihat dekat bahkan sangat dekat. Apa mungkin mereka berdua bekerja sama?
"Kamu gak pantas untuk Alden, Dania. Liat deh, sekarang aja kamu kayak lemas banget. Cih, lemah!" ujar Rani menyunggingkan senyum sinisnya.
"Iya cantik, kamu lebih pantas untuk aku ketimbang cowok yang gak punya apa-apa itu." ujar Riza sambil mengelus pucuk kepala Dania.
Jelas saja Dania tidak sudi disentuh oleh pemuda itu. Bahkan, terlihat Dania menarik diri sedikit untuk menghindari gerakan tangan Riza.
"Kalian mending pergi, deh! Aku gak mau berurusan apapun dengan kalian!" ujar Dania sedikit meninggi.
"Oohh... Kamu lucu banget kalo marah, Dania." ujar Riza dengan tertawa dingin.
Dania bergantian menatap kedua orang dihadapannya itu dengan tatapan tajam. Ia berharap Alden segera kembali, jujur saja sebenarnya Dania takut dengan mereka. Firasatnya tidak enak dengan kedua orang dihadapannya itu.
"Aku gak suka kamu karena kamu arogan, Riza! Dan kamu Rani, kamu munafik!" Tiba-tiba saja Dania mengatakan itu, membuat Rani panas dan langsung melayangkan tangannya.
Dania yang takut langsung menutup matanya, ia tidak percaya bahwa Rani bisa berubah drastis seperti itu. Sahabat yang dulunya lembut dan penuh perhatian, kini menjadi musuh yang kasar dan tak berperasaan.
"Jangan ganggu Dania!" ujar Alden yang tiba-tiba saja kembali, membuat Dania kembali membuka matanya.
Betapa terkejutnya ia ketika melihat Alden yang menangkap tangan Rani di udara. Terlihat jelas pula wajah keterkejutan dari Riza dan Rani.
"Lo?!" ujar Riza tidak percaya.
"Alden," lirih Dania, ia merasa sedikit lega Alden sudah kembali.
Alden menepis tangan Rani dengan kasar, ia menatap tajam ke arah keduanya. Alden bisa merasakan emosi mulai menguasai dirinya, terlebih melihat tingkah Rani yang hampir saja menampar pipi Dania. Untung saja Alden datang di waktu yang tepat, sehingga Alden bisa menghentikan Rani tepat waktu.
"Aww," ringis Rani ketika melirik pergelangan tangannya.
"Lo berdua ada masalah apa?! Kenapa kalian ganggu Dania?!" ujar Alden sembari mencoba menenangkan dirinya.
Riza dan Rani menatap Alden dengan tatapan yang berbeda-beda. Riza masih menunjukkan sikap arogannya bahkan terlihat ia menyunggingkan senyum sinisnya. Sementara Rani, ia sedikit takut melihat sikap Alden yang menepis tangannya.
"Ka-kami cuma ingin berbicara aja kok dengan Dania." Kilah Rani, terdengar suaranya yang bergetar.
Alden tidak percaya dengan perkataan Rani, terlebih ia melihat dengan mata kepalanya sendiri apa yang baru saja dilakukan oleh gadis berambut sebahu itu. Alden justru menatap Rani dengan tatapan yang semakin tajam, membuat Rani menunduk tak berkutik.
"Bicara kamu bilang?! Kamu hampir saja menampar Dania, Ran! Dania teman baik kamu, apa kamu gak punya hati?!" bentak Alden membuat Rani mengepalkan tangannya erat.
"Alden, Alden... Tenang, jangan emosi." Dania langsung berdiri dan memeluk lengan Alden, mencoba untuk menenangkan pemuda itu.
Tindakan Dania jelas membuat Riza terkejut dan panas juga. Bukankah hubungan mereka sudah berakhir, tapi kenapa Alden dan Dania bisa sedekat itu? Setidaknya begitulah yang Riza pikirkan.
"Bukannya kalian udah putus ya?!" ujar Riza dengan nada yang terbawa emosi.
Alden tidak terpengaruh oleh perkataan Riza, ia justru menggenggam erat tangan Dania dan mengelusnya lembut dengan jari jempolnya. Bahkan senyuman miring terukir di wajahnya.
"Kami gak pernah putus. Dan gak akan pernah." ujarnya dingin.
Riza terlihat sangat marah dan mengeraskan rahangnya. Bahkan Rani pun terbawa emosi dan meremas roknya sangat erat. Bahkan urat-urat di tangannya juga terlihat.
"Asal kamu tau, Al. Dania bukan teman baikku lagi!" ujar Rani sebelum akhirnya berbalik pergi.
"Rani!" teriak Riza memanggil Rani yang sudah menjauh. Ia melemparkan tatapan tajam ke arah Alden, sebelum akhirnya ikut pergi dari tempat itu.
"Argh sial!" umpatnya, dan dengan sengaja ia menyenggol lengan Alden membuat Alden hampir saja kehilangan keseimbangan untuk sejenak.
Alden menatap keduanya dengan tatapan tajam dan mengeraskan rahangnya. Kalau Riza, ia sudah memaklumi bahwa pemuda itu terobsesi untuk memiliki Dania.
Tapi Rani, jelas membuat Alden menggelengkan kepalanya. Teman yang dulunya dekat dengan Dania, kini justru berbanding terbalik bahkan berubah sangat jauh.
Cukup lama Alden memandangi mereka sampai hilang dari pandangan, akhirnya Alden kembali menatap Dania dengan tatapan yang lembut.
"Kamu gapapa, Dania?"
Dania menggelengkan kepalanya, menatap Alden dalam. "Aku baik-baik aja, Al. Untung kamu datang tepat waktu."
Alden merasa lega mendengarnya, ia pun tersenyum. Ia menatap Dania intens, bahkan sorot matanya terlihat jelas sangat mencintai gadis di hadapannya itu.
"Syukurlah kamu baik-baik aja." ujar Alden. "Mau aku antar pulang atau aku belikan minuman baru?"
Bisa-bisanya Dania melupakan itu. Alden pergi tadi untuk membeli cokelat panas untuknya, tapi kedatangan Riza dan Rani jelas membuat Dania lupa.
Dania melirik ke arah belakang Alden, dan terlihat cup minuman itu yang berserakan di tanah. Mungkin karena Alden langsung menjatuhkannya ketika melihat Riza dan Rani mengganggunya tadi.
"Hmm, gapapa Al. Gak usah beli baru, kita pulang aja yuk." ujar Dania lembut.
Alden tersenyum dan mengangguk singkat, lalu menuruti keinginan gadis itu untuk mengantarkannya pulang. Tanpa diduga, Alden membungkuk layaknya seorang pangeran dalam cerita dongeng, ia pun mengulurkan tangannya.
"Mari tuan putri, saya antarkan sampai tujuan."
Dania langsung terkekeh melihat tindakan kekasihnya itu. Bahkan Dania lupa bahwa ia sedang berjuang melawan penyakitnya. Ia pun akhirnya mengulurkan tangannya juga, menghargai perhatian pemuda di hadapannya itu.
"Terima kasih, Al. Kamu benar-benar membuatku begitu berarti."
^^^Bersambung...^^^
recomend banget pokoknya😍
Happy reading 😊