Penolakan Aster Zila Altair terhadap perjodohan antara dirinya dengan Leander membuat kedua pihak keluarga kaget. Pasalnya semua orang terutama di dunia bisnis mereka sudah tahu kalau keluarga Altair dan Ganendra akan menjalin ikatan pernikahan.
Untuk menghindari pandangan buruk dan rasa malu, Jedan Altair memaksa anak bungsunya untuk menggantikan sang kakak.
Liona Belrose terpaksa menyerahkan diri pada Leander Ganendra sebagai pengantin pengganti.
"Saya tidak menginginkan pernikahan ini, begitu juga dengan kamu, Liona. Jadi, jaga batasan kita dan saya mengharamkan cinta dalam pernikahan ini."_Leander Arsalan Ganendra.
"Saya tidak meminta hal ini, tapi saya tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih sepanjang hidup saya."_Liona Belrose Altair.
_ISTRI KANDUNG_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 : Kepercayaan Penuh Pada Leander
...🥀...
...🎶Aavan Jaavan🎶...
...Rasanya setiap hari, rasa cinta pada istriku kian dalam lagi, lagi, dan lagi....
..._Leander Arsalan Ganendra_...
...***...
Gita menarik bahu Luciana dan melayangkan tamparan di pipi gadis itu, membuat Karina tersenyum puas dan Leander sendiri masih dengan sikap tenang dan wajah yang penuh amarah.
“Berani sekali kamu berkata begitu pada anakku di depan istrinya. Kamu tidak punya malu?” bentak Gita, kali ini Luciana mencoba tenang.
“Aku hanya bicara asal, salah siapa dia percaya begitu saja.”
“Keluar dari rumah saya sebelum saya meminta pengawal menyeret kamu.” Gita melotot pada Luciana sambil menunjuk pintu keluar.
“Saya datang bukan untuk pergi, saya ke sini untuk memperjelas hubungan saya dengan Leander.”
“Hubungan apa yang kamu maksud? Saya tidak memiliki hubungan apa pun dengan kamu.” Luciana tersenyum miring dan menatap Leander.
“Perjodohan kita sudah diatur dari lama, seharusnya yang menikah dengan anak Altair adalah Galen. Aku tidak terima itu, Leander.” Luciana mulai memasang wajah memelasnya dan mengeluarkan sedikit air mata. Agar Leander dan Gita percaya bahwa dia bersedih.
“Saya yang menginginkan pernikahan ini, apa kamu lupa dengan kejadian malam itu di klub? Saya yang membawa kamu pulang ke rumah setelah ditiduri tiga pria sekaligus. Lupa? Itu yang membuat keluarga saya menolak perjodohan dengan keluargamu.” Luciana menggeram kesal, tangannya mengepal tapi tidak bisa menjawab ucapan Leander lagi.
“Iya. Saya yang menginginkan Leander menikah dengan anak dari Jedan. Karena saya tidak sudi memiliki menantu yang sering ditiduri oleh pria lain.” Gita membenarkan apa yang dikatakan oleh Leander.
“Urus saja wanita ini, aku pergi dulu.” Leander mencium kening ibunya dan menuju ke mobil untuk menemui Liona.
Perdebatan terjadi di ruang tamu tersebut, Leander bisa mendengar suara teriakan Luciana pada Karina dan adu mulut antara mereka membuat ruang tamu itu terasa ramai.
Leander yang sampai di mobil tidak melihat Liona, dia menanyakan istrinya pada penjaga dengan wajah panik.
“Nyonya pergi menggunakan taksi, Tuan. Saya menawarkan untuk mengantar tapi nyonya tidak mau,” jawab penjaga sambil menunduk.
“Ya sudah.” Leander mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Liona, baru saja akan memencet layar telepon, panggilan dari Liona masuk.
Tentu saja dengan cepat Leander menjawab.
“Taksi aku mogok, ban-nya kempes. Aku udah telat,” rengek Liona dengan nada manjanya, Leander langsung tersenyum dan menjawab lembut.
“Aku jalan, tunggu ya.”
“Iya, cepat ya.”
“Iya, Sayang.”
Panggilan berakhir dan Leander menyimpan ponselnya di saku celana. Dia mengemudi sambil tersenyum tipis, mengingat bagaimana lucunya Liona merengek tadi.
Sekitar sepuluh menit, dia sampai di tempat Liona berada dan taksi yang ditumpangi Liona baik-baik saja. Leander keluar dari mobil dan mendekap Liona.
“Katanya mogok? Ban kempes?” tanya Leander yang kebingungan.
“Bukan, Sir. Nona ini ingin berhenti di sini karena mau dijemput sama suaminya, saya disuruh menunggu sampai suaminya datang.” Jawaban sopir taksi itu membuat Leander menoleh pada Liona sambil tersenyum jahil.
“Ooh jadi ceritanya tadi ngambek, oke.” Liona menghentakkan kaki lalu memasuki mobil suaminya begitu saja, dia menyembulkan kepala di jendela mobil dan berkata, “Aku lupa bawa uang, taksinya belum aku bayar.” Setelah memberitahu itu, Liona menutup kembali kaca mobil.
Leander terkekeh kecil dan mengeluarkan uang dari dompetnya, memberikan uang itu pada sopir taksi sekaligus memberikan tip karena sudah direpotkan oleh istrinya.
Leander memasuki mobil dan menangkup wajah Liona yang kali ini merungut kesal. Alisnya bertaut, keningnya berkerut dan bibirnya mengerut tipis.
“Kamu percaya yang dikatakan Luciana tadi?” Liona menggeleng pelan.
“Kenapa kamu pergi sendiri?” tanya Leander lagi.
“Aku itu cemburu dan marah saat dia peluk kamu tadi, kalau masalah berbagi ranjang ya aku gak percaya. Kamu bukan pria yang suka menyentuh wanita sembarangan.” Ini yang Leander suka, kepercayaan penuh dari istrinya tanpa dia menjelaskan lebih dulu.
“Dia itu anak dari rekan kerja papa, kami dijodohkan sejak lama dan aku selalu menolak, dia bersikeras dan aku tetap tidak mau. Dia menyebarkan gosip bahwa dia adalah kekasihku hingga orang percaya dan aku tidak melakukan klarifikasi apa pun karena malas. Tidak berguna juga. Orang tuanya juga bersikeras agar kami menikah, orang tuaku setuju dan malamnya saat aku ke klub, aku diberi kabar oleh salah seorang teman dia kalau Luciana sedang digilir oleh tiga pria secara paksa. Aku berniat menolongnya dan ternyata bukan dipaksa, tapi memang dia melakukan dengan suka rela. Makanya aku memilih untuk menerima perjodohan dengan anak Jedan agar terhindar dari gangguan wanita gila itu,” jelas Leander dengan runtut.
Liona mengangguk paham dengan wajah yang sudah biasa, tidak merungut lagi.
“Lalu, kenapa dia datang lagi?”
“Tidak tau, dia jangan kamu pikirkan. Biar menjadi urusanku, dan yang perlu kamu ingat adalah, kamu adalah wanita pertama dan satu-satunya yang aku sentuh. Seperti aku adalah pria pertama bagimu, begitu juga dengan kamu. Kamu adalah yang pertama bagiku.” Liona tersenyum dan memeluk suaminya.
Dia memeluk Leander dengan erat, manja, dan lama. Leander membiarkan istrinya itu hingga puas memeluknya.
“Oke. Sekarang di tubuh kamu hanya wangi parfum kita berdua. Tidak ada lagi bau wanita itu dan...” Liona mengendus leher suaminya lalu mengecupnya singkat, membubuhkan satu tanda kecil kepemilikan lalu dia tertawa.
“Itu tanda kalau kamu milikku,” ujar Liona diiringi senyuman.
“Tanda yang bagus, apa aku boleh meninggalkan tanda juga?” Senyum Liona langsung pudar lalu ia menggeleng.
“Janganlah, nanti kalau aku diledekin teman kampus bagaimana?”
“Lalu aku? Kalau aku diledekin karyawanku bagaimana?”
“Kalau kamu ga apa-apa, biar semua karyawan kamu termasuk yang perempuan gak berani deketin atau cari perhatian ke kamu.” Leander mendongakkan kepalanya sambil tertawa, memang kelakuan dan jawaban dari istrinya itu membuat dirinya semangat menjalani hari.
“Wah curang itu namanya.”
“Gak curang, itu udah hal yang benar. Ayo Leand, aku udah telat.”
“Oke oke.”
Leander melajukan mobilnya menuju kampus Liona dengan perasaan membaik, awalnya dia sangat takut kalau Liona marah atau tantrum padanya. Atau kepercayaan Liona rusak terhadap dia, tapi ternyata Liona mempercayai dia lebih dari yang Leander duga.
Cinta. Iya. Makin dalam rasa cinta di hati Leander terhadap istri comelnya itu. Tak ada di dunia ini yang bisa menandingi istrinya, tak satu pun.
Sesampainya di kampus, Leander memastikan semua sudah baik dan memeriksa kondisi Liona.
“Ingat! Jangan makan pedas lagi.” Liona mengangguk dan mencium bibir Leander sekilas lalu keluar dari mobil.
“Nanti kalau mau jemput, bawakan aku roti isi yang dijual dekat kantor kamu itu ya,” pesan Liona dari jendela mobil.
“Siap, nanti aku belikan. Kalau dirasa tidak sanggup melanjutkan kuliah hari ini, langsung kabari aku.”
“Iya, hati-hati ya, jangan ketemu Luciana lagi.” Leander meraih tangan istrinya dan mengecup lama.
“Siap ratuku.”
Liona tersenyum gemas lalu melambaikan tangan pada Leander.
“Berani sekali kamu membuat istriku cemburu pagi ini, Luciana.” Tangan Leander menggenggam kuat setir mobil hingga buku-buku jarinya memutih.