Seorang dokter jenius dari satuan angkatan darat meninggal karena tanpa sengaja menginjak ranjau yang di pasang untuk musuh.
Tapi bukanya ke akhirat ia justru ke dunia lain dan menemukan takdirnya yang luar biasa.
ingin tau kelanjutannya ayo ikuti kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Dentuman keras terus mengguncang ruang bawah tanah. Batu-batu berjatuhan dari langit-langit gua, menimbulkan gema seperti ribuan genderang perang. Cahaya pedang Li Xiaoran, berpadu dengan aura roh kontraknya, menyibak kegelapan yang menelan setiap sudut ruangan. Namun setiap kali ia berhasil memukul mundur kabut, Bayangan Leluhur itu kembali menyatu, seperti tak bisa benar-benar dihancurkan.
“Ran’er, jangan biarkan mereka memeluk segel!” teriak Shui Ying, naga air biru yang meliuk gagah. “Jika tubuh mereka menyatu dengan celah itu, segel akan runtuh dalam sekejap!”
Xiaoran menoleh sekejap, keringat bercucuran di dahinya. “Kau pikir aku tidak tahu?!”
Di sampingnya, Bai He melayang santai dengan sayap burung putih peraknya, meski wajahnya tampak serius. “Hei Ran’er, kalau kau mati, aku bisa mewarisi kontrakmu kan?”
“Bai He!” Xiaoran berteriak jengkel. “Kau ini bisa tidak serius sedikit?!”
Bai He terkekeh. “Serius membuatku cepat tua. Lagi pula, aku lebih tampan kalau santai.”
Yue Lan mendesis sambil melepaskan rentetan api putih yang membuat kabut berteriak kesakitan. “Kalau kau tidak bisa membantu, setidaknya tutup mulutmu sebelum aku panggang tubuh belutmu jadi sate!”
“Wah wah, ketus sekali,” Bai He menunduk pura-pura ketakutan. “Kalau dunia hancur, semoga kau tetap bisa bercanda begitu.”
Xiaoran mendengus, tapi hatinya sedikit lebih ringan. Suara-suara kontraknya memang selalu seperti itu aneh, nyeleneh, namun entah kenapa mampu memberi kekuatan baru.
---
Salah satu Bayangan Leluhur maju, tubuhnya membesar seiring kabut pekat menyelimutinya. Topeng perunggunya retak, menyingkap sebagian wajah… atau lebih tepatnya, bukan wajah manusia, melainkan tengkorak hitam dengan mata merah menyala.
“Anak terkutuk! Darahmu akan menyempurnakan kebangkitan Sang Leluhur!”
Ia mengayunkan tangan, yang berubah menjadi sabit hitam raksasa. Xiaoran menangkis dengan pedangnya, cahaya perak dan hitam beradu keras. Tubuhnya terhempas mundur beberapa langkah, hampir jatuh ke retakan segel yang semakin melebar.
“Ran’er!” Yue Lan menyambar, sayapnya menahan tubuh Xiaoran agar tidak terjerumus.
“Terima kasih…” Xiaoran terengah, lalu menatap Mo Feng yang masih berdiri menahan cakar raksasa dengan aura hitam-ungu. “Berapa lama lagi kita bisa menahan ini?!”
Mo Feng menggertakkan gigi, keringat hitam menetes dari pelipisnya. “Tidak lama! Segel butuh darah dan energi langsung dari pewaris kontrak. Kau harus masuk ke lingkaran, Xiaoran! Hanya kau yang bisa memperkuatnya lagi!”
“Aku?!” Xiaoran melirik lingkaran batu dengan simbol kuno yang bergetar liar. Setiap retakan yang terbuka menyemburkan kabut hitam yang seakan mencoba menelannya hidup-hidup.
Shui Ying bersuara berat. “Dia benar, Ran’er. Kau pewaris darah dan kontrak. Hanya kau yang bisa menutup celah itu.”
“Tapi kalau aku masuk, siapa yang menahan mereka?!”
“Kami!” teriak Yue Lan, Bai He, Luo Yun, dan Ruan Tian serentak.
Untuk sesaat, Xiaoran terdiam. Ada kehangatan aneh yang menyelusup di hatinya. Kontrak ini bukan sekadar ikatan paksa. Mereka benar-benar mempercayainya.
--
Sementara itu, di kediaman tamu, Li Xiumei semakin gelisah. Tubuhnya bergetar hebat, matanya setengah terbuka dengan cahaya ungu samar. Wu Furen mengguncang bahunya. “Xiumei! Sadarlah! Apa yang kau lihat?”
“Aku…” suara Xiumei parau, “Aku bisa melihat Ran’er… segelnya… kabut hitam itu menarikku…”
Tiba-tiba tubuh Xiumei terjerembab, namun bukan ke lantai. Jiwanya seakan ditarik, meluncur ke dalam kegelapan yang sama dengan ruang segel.
“Xiumei!” Li Zhen berteriak, mencoba mengguncang tubuh adiknya yang kini pingsan.
Wu Jing mengerutkan dahi, suaranya berat. “Dia masuk ke dalam dunia roh. Darah mereka berdua terlalu kuat… mereka terhubung.”
Wu Furen mengepalkan tangan. “Kalau begitu… kita hanya bisa percaya bahwa dia akan menemukan jalannya.”
---
Di ruang segel, Xiaoran yang tengah berlari menuju lingkaran tiba-tiba berhenti. Ia melihat sosok familiar berdiri di tepi kabut—Li Xiumei, dengan gaun putih sederhana, tubuhnya setengah transparan.
“ jie jie Xiumei?!”
Kakaknya menoleh, matanya masih berkilau samar. “Ran’er… aku tidak tahu bagaimana, tapi aku ada di sini. Aku bisa mendengar segelnya berteriak…”
Xiaoran terperangah. “Kau tidak seharusnya di sini! Ini berbahaya!”
“Tapi aku merasakan sesuatu. Segel ini… tidak hanya butuh pedangmu, Ran’er. Ia butuh dua darah. Darah kita.”
“Dua… darah?”
Xiumei mengangguk. “Kau pedang. Aku… jembatan. Itulah yang mereka maksud.”
Xiaoran terdiam. Teringat kata-kata kakeknya, Wu Jing, bahwa ikatan darah mereka tidak boleh diremehkan. Ternyata benar.
---
Bayangan Leluhur melolong, kabut semakin menggila. Cakar raksasa yang ditahan Mo Feng merobek sebagian langit-langit gua. Batu-batu raksasa runtuh, namun ditahan Luo Yun dengan perisai cangkangnya.
“Xiaoran! Jika kau tidak melakukannya sekarang, kita semua akan mati!” Mo Feng berteriak.
Xiaoran menggertakkan gigi, lalu menatap kakaknya. “ jie jie Xiumei… maukah kau melakukannya bersamaku?”
Xiumei menatapnya lekat-lekat, lalu tersenyum lembut. “Kau pikir aku akan membiarkan adikku menghadapi ini sendirian? Mari kita lakukan bersama.”
Mereka berdua melangkah masuk ke lingkaran batu. Segera, simbol kuno menyala terang, menyedot energi dari tubuh mereka. Xiaoran menancapkan pedangnya ke pusat lingkaran, sementara Xiumei menempelkan telapak tangannya di permukaan retakan.
Cahaya putih-perak bercampur dengan cahaya ungu muda, menciptakan pusaran raksasa yang menelan kabut hitam. Bayangan Leluhur menjerit, tubuh mereka perlahan terkoyak.
“Tidak! Ini tidak mungkin! Segel itu… seharusnya tidak bisa diperbaiki!”
Shui Ying melilitkan tubuh naga birunya ke sekitar lingkaran, menyalurkan energi air murni. Yue Lan mengibaskan sayap, menambah kekuatan api putih. Bai He dan Ruan Tian menjaga tepi lingkaran dari serangan Bayangan yang mencoba menerobos.
Mo Feng, dengan aura hitam-ungu, berdiri di hadapan cakar raksasa. “Kembali ke tempatmu! Kau belum waktunya keluar!” teriaknya, lalu menghantam cakar itu dengan kekuatan penuh.
Ledakan cahaya memekakkan telinga.
---
Kabut ditelan ke dalam lingkaran. Retakan batu perlahan menutup, simbol kuno menyatu kembali dengan cahaya baru—bukan hanya ungu gelap, melainkan putih dan perak bercampur lembut.
Xiaoran dan Xiumei terhuyung, hampir roboh, namun Mo Feng segera menahan mereka.
“Sudah cukup. Segel ini… akan bertahan seribu tahun lagi.” katanya, napasnya berat.
Bayangan Leluhur yang tersisa melolong putus asa, tubuh mereka tercerai-berai hingga hanya menyisakan abu kabut yang lenyap dalam udara.
Suasana hening. Hanya suara napas terengah-engah yang tersisa.
---
Xiaoran menatap Mo Feng. “Kau… sebenarnya siapa? Mengapa aura kabut juga mengalir dalam tubuhmu?”
Mo Feng tersenyum tipis, lalu menurunkan tangannya. “Aku… adalah keturunan dari mereka. Setengah darah Bayangan Leluhur, setengah darah manusia. Karena itu… aku bisa menahan mereka, tapi aku juga menanggung kutukan selamanya.”
Xiumei menatapnya tak percaya. “Lalu kenapa kau membantu kami?”
“Karena aku memilih jalanku sendiri,” jawab Mo Feng lirih. “Aku tidak ingin dunia kembali ke zaman kabut. Dan… mungkin karena aku percaya pada anak itu.” Ia menoleh pada Xiaoran. “Pedang terkutuk yang memilih melawan kutukan.”
Xiaoran terdiam, lalu mengangguk. “Kalau begitu… kita bertempur bersama, sampai akhir.”
---
Beberapa jam kemudian, di kediaman tamu, Li Xiumei terbangun dari pingsannya. Lan’er langsung memeluknya sambil menangis. Wu Furen mengusap kening putrinya dengan lega.
Wu Jing hanya berdiri di depan jendela, menatap ke arah istana Xiang. “Badai ini baru permulaan,” gumamnya lirih. “Kalau kabut bisa sampai sejauh ini… maka musuh kita jauh lebih besar dari yang kita kira.”
Li Xiaoran, di ruang bawah tanah yang kini tenang, menggenggam pedangnya erat. Dalam hatinya, ia tahu pertempuran hari ini hanyalah awal dari perjalanan yang jauh lebih berbahaya.
Bersambung
btw kbr pangeran kedua dan permaisuri gmn ya? gk dibahas lg ending nya
mana misterius pulak lagi
ngambil kesempatan dalam kesempitan ini namanya, gak mau buang tenaga tapi cuma mau untung nya aja.