TERJEBAK DI HALAMAN CINTA

"Ayah.. ada apa, mengapa Ayah selalu menutupi banyak dari ku, ?" tanya Sam.

"Ayah takut kau tak bisa mengontrol emosi mu, kau masih muda untuk mengetahui semuanya, " jawab jenderal Max.

"Lalu kapan aku cukup usia untuk mengetahui semuanya, Ayah.. sampai kapan Ayah akan selalu bersikap seperti ini, ?" tanya Sam.

"Sam Ayah hanya merasa khawatir, " jawab jenderal Max.

"Ayah lihatlah aku, aku bukan anak kecil lagi, jadi ku mohon Ayah.. ceritakan lah segala nya, " ujar Sam, mendengar penuturan itu jenderal Max tampak merenung, benar kata putra nya, bahwa putra nya sudah besar, dan kini saat nya dia mengetahui semuanya.

"Ang, " panggil jenderal Max pada bawahannya itu.

"Iya Tuan, " jawab Max.

"Pastikan agar tak ada orang yang masuk kesini, " perintah jenderal Max.

"Baik Tuan, " ujar Ang menuruti perintah.

"Sebelum nya, Ayah minta padamu, agar kau bisa mengendalikan emosi mu, " ujar jenderal Max.

"Baik Ayah, aku janji, " ujar Sam.

"Sam Mei ling bukan adik mu, " ujar jenderal Max.

"Apa maksud ucapan Ayah ini, ?" tanya Sam.

Dengan mata yang berembun jenderal Max menceritakan masalalunya pada putra nya itu, di mulai dia jebak hingga akhirnya dengan terpaksa harus menikahi Nyonya Cang, dan dia pun menceritakan bahwa Mei ling itu bukan anak nya.

Awal nya jenderal Max pun tak tau menau tentang hal itu, namun lambat laun begitu terlihat jelas perbedaan dirinya dengan Mei ling, Mei ling sama sekali tak mempunyai wajah yang mirip dengannya, begitu pun dengan Nyonya Cang.

Kecurigaan nya semakin besar, kala jenderal Max mengetahui bahwa Nyonya Cang sering keluar rumah, dengan beralasan pergi ke rumah orang tuanya, nyatanya itu hanya kebohongan saja, karna lebih tepat nya Nyonya Cang pergi menemui Ayah Mei ling yang asli, orang itu adalah orang yang selalu mencari persaingan dengan nya.

Jenderal Max juga menceritakan tentang perilaku mereka pada Mei len, tidak tanpa terkecuali jebakan yang mereka lakukan terhadap Mei len dan juga putra mahkota.

"Kurang ajar, dimana mereka sekarang biar aku sendiri yang menangani mereka, " ujar Sam seraya berdiri ingin pergi dari ruangan jenderal Max.

"Itu yang membuat Ayah enggan bercerita padamu, kau terlalu mudah terpancing emosi, kau juga selalu berbuat gegabah, " ujar jenderal Max seraya menahan ke pergian Sam.

"Kenapa aya membiarkan ular-ular itu berkeliaran sesuka hati seperti ini, ?" tanya Sam tak suka atas sikap sang Ayah.

"Ayah hanya ingin menangkap ular besar nya, jadi untuk sementara biarkan ular-ular kecil itu bahagia, " jawab jenderal Max.

"Lalu adik ku, " ujar Sam.

"Untuk sekarang dia aman, karna dia juga di bawah pengawasan putra mahkota, " ujar jenderal Max.

"Hah pria itu.. sebaiknya aku menemuinya, aku harus menghajar nya, " ujar Sam merasa tak terima sang adik telah di sentuh sebelum di sah kan.

"Jangan berulah Sam, " ujar jenderal Max.

"Tidak, aku hanya ingin menghajar nya sebagai saudara juga teman, " ujar Sam, jenderal Max pun tak bisa berkata-kata setelah mendengar jawaban anak nya, karna saat dia mendengar pengakuan putra mahkota, dia pun memukul nya.

"Sam seminggu lagi kita akan pergi ke perbatasan, " ujar jenderal Max mengingat kan Sam.

"Aku tau Ayah, tapi.. bolehkah sebelum pergi aku menemui adik ku, " ujar Sam.

"Pergilah Ayah tak kan melarang mu, " ujar jenderal Max.

"Terimakasih Ayah, " ujar Sam.

………………………………………………………

Waktu berlalu begitu saja, tiga hari berlalu sangat cepat, di desa Hijau Mei len tampak begitu menikmati hari-hari nya, apalagi setelah ada Jeng dan Jing, pekerjaan Mei len jadi bertambah ringan.

Pagi ini, seperti biasa Mei len akan memulai harinya dengan berolahraga ringan, dan setelah nya dia akan memasak, namun porsinya bertambah banyak, karna sudah tiga hari ada orang tambahan di gubuk itu.

Jeng dan Jing begitu penurut, mereka selalu mengikuti perintah Mei len, seperti saat ini.. mereka sedang membangun pagar tinggi di gubuk itu, Mei len ingin bisa leluasa menanam sesuatu di belakang gubuk Chi lan tanpa ada orang yang melihat ke anehan di tanaman nya itu.

"Chi lan, keluar kau wanita pembawa sial, dan kau juga keluar wanita murahan, " teriak suara melengking nenek tua Mo di depan gubuk Chi lan, terlihat dia bersama warga lainnya membuat ke gaduhan.

"Chi lan keluar kau jangan hanya berdiam diri saja, " kembali nenek tua Mo berteriak sambil memukul-mukul pagar tinggi yang baru di bangun Jeng dan Jing.

"Ada apa nenek tua, kenapa kau berteriak di depan rumah orang, ?" tanya Mei len keluar karna tak tahan dengan kegaduhan itu.

"Nah ini dia wanita murahan nya, ayo bawa dia ke balai desa, " seru nenek tua Mo.

"Apa maksud kata-kata mu Ibu mertua, " tanya Chi lan heran dengan ucapan nenek tua Mo.

"Aku bukan mertuamu, dan kau dengan wanita muda itu sama saja, " ujar nenek tua Mo sinis.

"Apa kau ingin mulut mu itu aku sobek, bicaralah yang benar, jangan malah berteriak-teriak tak jelas seperti ini, " ujar Mei len tak suka tindakan nenek tua Mo.

"Kau bilang tak jelas.. para warga lihatlah dengan tak tau malu nya dia mengatai ku tak jelas, " ujar nenek tua Mo berteriak pada kerumunan orang-orang yang pergi bersama nya.

Para warga menatap tak suka ke arah Mei len, mereka pun ber bisik-bisik mencela Mei len.

"padahal dia sendiri yang tak jelas, " bisik Bibi Wan.

"Dasar anak dari kota, apa dia pikir bisa berbuat sesuka hatinya, seperti di kediaman nya sendiri, " bisik pan Wan menimpali istrinya.

Nenek tua Mo bahagia karna para warga itu mudah di hasut, dengan sedikit memberikan bahan makanan, nenek tua Mo sudah bisa mempengaruhi para warga itu.

"Wan bisa kah kau memberi tau aku ada apa ini, jujur aku tak tau arti kata-kata kalian, " tanya Chi lan pada Bibi Wan.

"Kau jangan terus berpura-pura baik Chi lan, aku tau kau kesepian, tapi jangan begini caranya, itu sama saja kau mengotori desa kita, " jawab Bibi Wan.

"Apa maksud mu Wan, ? tanya Chi lan tak mengerti ucapan Bibi Wan.

"Kalian lihat sendiri bukan, dia masih saja berlaga baik dan polos, " ujar nenek tua Mo.

Bisikan demi bisikan lain mulai terdengar lagi, namun bisikan mereka terhenti saat memakan guncangan di atas pijakan mereka, perlahan mereka melihat rombongan beberapa prajurit, di ikuti beberapa kereta kuda yang besar.

Para prajurit itu berhenti tepat di gubuk Chi lan, dan keluar lah satu pria tampan gagal dari atas kereta kuda dengan menggunakan baju rapih bersih.

"Kenapa ini, mengapa ada keributan di sini, ?" tanya pria itu.

Mei len memandang pria tampan itu, terlintas di benaknya beberapa kelebatan ingatan tentang orang di depan nya.

"Kakak....

UDAHAN DULU YA NEXT TIME KITA KETEMU LAGI DI BAB SELANJUTNYA.