NovelToon NovelToon
TamaSora (Friend With Benefits)

TamaSora (Friend With Benefits)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / One Night Stand / Playboy / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Kantor / Office Romance
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Mama Mima

"Cinta ini tak pernah punya nama... tapi juga tak pernah benar-benar pergi."

Sora tahu sejak awal, hubungannya dengan Tama tak akan berakhir bahagia. Sebagai atasannya, Tama tak pernah menjanjikan apa-apa—kecuali hari-hari penuh gairah.

Dan segalanya semakin kacau saat Tama tiba-tiba menggandeng wanita lain—Giselle, anak baru yang bahkan belum sebulan bergabung di tim mereka. Hancur dan merasa dikhianati, Sora memutuskan menjauh... tanpa tahu bahwa semuanya hanyalah sandiwara.

Tama punya misi. Dan hanya dengan mendekati Giselle, dia bisa menemukan kunci untuk menyelamatkan perusahaan dari ancaman dalam bayang-bayang.

Namun di tengah kebohongan dan intrik kantor, cinta yang selama ini ditekan mulai menuntut untuk diakui. Bisakah kebenaran menyatukan mereka kembali? Atau justru menghancurkan keduanya untuk selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Untuk apa?

"Maksud lo apa, Ra? Gue tau lo nggak menginginkan ini. Kenapa harus menyiksa kita terus-menerus?" Tama sungguh tidak tau apa yang merasuki Sora. Dekat namun tidak bisa saling bersentuhan begini saja dia sudah tidak kuat, apalagi kalau harus disuruh menjauh.

"Lo udah lima tahun di AR tapi misi lo nggak kelar-kelar. Itu karena lo nggak fokus, Tama. Terlalu banyak distraksi di sekeliling lo. Dan gue adalah salah satunya. Please, ngerti maksud gue." Wajah Sora memerah karena perasaannya yang bercampur aduk. "Ngeliat lo ditampar di depan anak-anak kayak tadi, itu bikin hati gue sakit. Gue ngerasa bersalah karena gue adalah salah satu penyebab lo nggak fokus di kantor. Gue yakin banget bokap lo punya harapan yang besar buat lo di perusahaan. Tolong fokus sama apapun misi lo itu. Lupakan gue. Gue hanya akan membuat lo jalan di tempat, Tam."

Tatapan Tama semakin tajam dan dalam. Kata demi kata yang diucapkan Sora dia cerna baik-baik. Sekalian memindai kejujuran perempuan itu lewat sorot mata yang cukup stabil membalas tatapan Tama. Tidak lari-larian.

Damn! Sora tidak sedang berbohong. Semua kalimat itu dia ucapkan dengan tulus. Tama bagai menemukan Sora yang dulu lewat sorot mata sendu itu. Sora yang sayang kepadanya. Yang selalu khawatir kepadanya bahkan hanya karena hal-hal kecil. Dan Tama tidak tau apakah dia harus senang atau bersedih melihat ini.

"Gue paham maksud baik lo, Ra. Tapi itu bukan solusi untuk kita. Kita saling cinta. Kenapa harus menjauh. Gue nggak akan bisa jauhin lo. Gue akan selalu jadi bayang-bayang lo di sini. Please. Lo bebas mau anggap gue nggak ada, mau anggap gue setan, terserah lo. Tapi tolong jangan suruh gue menjauh. Sampai kapanpun, gue nggak akan bisa, Sora. Lo bagaikan oksigen yang gue butuhkan untuk bertahan hidup."

Sora membuang napas yang sejak tadi ia tahan. Tubuhnya semakin terpojok karena Tama menjatuhkan kepala di atas pundaknya saat berbicara. Sekarang mereka berdua berujung sama-sama lemah. Setengah hati Sora berubah, iba. Setengah lagi masih ingin tetap pada pendiriannya.

"Lo pasti bisa, Tam. Gue kenal lo dengan baik. Lo... pasti bisa membuat bangga keluarga lo."

"Gue nggak butuh mereka. Gue cuma butuh lo. Please." Tama tidak peduli siapapun. Dia cuma ingin Sora mau mengerti dirinya. “Apakah semuanya sudah terlalu terlambat?”

"Ini bukan lagi tentang gue, lo dan Giselle." Sora menarik air hidungnya. Posisi ini terlalu intim dan mematikan. Mereka berbagi aroma tubuh, berbagi detak jantung lewat dada yang menempel. Sora sangat lemah kalau sudah begini.

“Setelah gue tau kalau lo adalah anak direktur, lo pikir gue akan tega melihat karir lo jalan di tempat? Lo harus berkembang, Tam. Misi apapun yang sedang lo kerjakan, kasih seratus persen hati lo. Andai dari dulu gue tau lo masuk tim AR karena misi itu, gue nggak akan biarin lo terlena. Masa depan lo masih panjang, Tam. Kelak lo akan meneruskan tongkat estafet perusahaan keluarga lo. Stop main-main, lo udah dua puluh tujuh.”

Tama semakin menekan Sora ke tubuhnya. Entah sejak kapan tangan kanan pria itu melingkari pinggangnya. Sejak tadi Sora tidak sadar. Dan sekarang tubuh wanita itu bergetar. Pelukan ini mengingatkannya akan romansa mereka yang dulu. Sora rindu? Sangat.

“Gue nggak berniat jadi apapun yang lo bilang. Gue hanya pengen bareng lo. Tiap hari bisa melihat lo di kantor dan kita kembali seperti dulu. Gue cuma butuh lo, Ra.”

Sora masih menahan diri untuk tidak merespon gerakan tangan Tama yang mulai naik turun di punggungnya. Sebenarnya dia mulai terbuai oleh rasa nyaman. Namun tentu saja harus waspada, supaya kejadian beberapa waktu yang lalu tidak kembali terulang. Jangan sampai lengah!

Dengan berat hati perempuan itu mendorong tubuh kekar polos, tanpa atasan. Tama kembali merasa tertolak.

“Gue ke sini cuma mau antar ponsel lo, Tam.” Selain itu Sora juga mengambil jarak. “Gue… balik dulu.”

Tapi Tama lebih cepat bergerak, membalik posisi mereka sehingga kini dia yang bersandar di pintu.

“Banyak hal yang ingin gue ceritakan ke lo, menyangkut status yang selama ini gue sembunyikan. Lo nggak mau dengar?”

Mereka kembali beradu tatap.

“Jangan modus, Tam.”

Laki-laki itu mengangkat dua jari miliknya, membentuk huruf ‘V’. Tanda dia berjanji tidak akan macam-macam. Entah sejak kapan berhadapan dengan Sora harus sesulit ini. Tama harus bolak-balik menata hati karena selalu ditolak.

“Lo orang terpenting dalam hidup gue. Dulu, gue berjanji, kalau status gue harus terungkap, lo harus jadi orang pertama yang mendengar sejarah kehidupan gue.”

“Itu juga kalau lo mau….” lanjut Tama kemudian. Seakan tidak ingin menekan Sora dengan permintaannya.

“Tam….” Sora kembali memangkas jarak. “Lo tau bagian tersedih dari menjadi seorang perempuan?” Ditatapnya laki-laki itu dengan mata yang kembali berkaca-kaca. “Dia memiliki hati bagaikan gelas kaca. Sekali Lo hancurin, sekeras apapun usaha lo untuk memperbaiki setelahnya, itu nggak mungkin kembali utuh seperti semula."

Tama hanya terdiam. Terhanyut dalam emosi Sora yang mulai mempengaruhi dirinya.

“Itu yang terjadi sama gue, Tam. Bukan gue nggak pengen nyoba balik temenan sama lo, tapi… sama kayak lo yang merasa gue adalah orang terpenting dalam hidup lo. Gue juga, Tam. Dulu lo adalah orang terpenting bagi gue. Tapi, di waktu yang bersamaan… lo…” Sora menelan ludahnya. Air matanya sudah jatuh. “Lo… jugalah orang yang udah bikin gue hancur berkeping-keping."

“Sorry kalau lo akan jengah mendengar ini, tapi ketika lo sendiri mengaku nggak ada rasa ke gue meski kita udah tidur berkali-kali, itu… itu kayak bom yang udah berhasil memporak-porandakan hidup gue. Jadi pacar lo itu impian gue, Tam! Sejak dulu. Gue pikir, kita hanya butuh waktu untuk naik level ke status yang lebih serius. Gue sangat maklum akan sedikit canggung kalau sahabat jadi pacar. Keyakinan gue, akan ada waktunya dimana kita sama-sama sadar kalau kita sudah ditakdirkan satu sama lain, bukan lagi sebagai sahabat, melainkan pendamping hidup selamanya."

“Tapi kenyataannya apa? Lo malah terpikat perempuan lain dan melukai hati gue dengan pengakuan biadab itu. Gue sampai stress mikir kurang gue apa, salah gue di mana, sampai-sampai lo lebih memilih orang yang baru lo kenal selama satu minggu, ketimbang gue.” Sora sudah sangat kacau. Emosinya meledak dan air matanya sudah membanjiri seluruh wajah. Akhirnya deretan kata-kata yang sudah lama ingin dia sampaikan ke Tama, terucap juga.

“Dan sejak kemarin lo bilang itu demi misi. Lo pikir gue senang, Tam? Yang ada, gue semakin merasa konyol karena lo jadiin objek taruhan. Lo mempertaruhkan gue demi misi lo. Memangnya nggak ada cara lain? Kenapa harus mengorbankan gue? Kenapa lo nggak mikir akan gimana dampak ke depannya untuk kita?"

...

"Intinya, lo kok bisa kepikiran menjadikan gue sebagai opsi dan menempatkan gue ada di nomor sekian? Itu, Tam. Itu yang menyakitkan. Jadi, jangan minta gue untuk memahami posisi lo sekarang. Karena lo sendiri nggak tau gimana sakitnya ada di posisi gue.”

Tama mengusap wajah. Sekarang dia tidak berani menatap perempuan yang sedang menumpahkan semua isi kepalanya. Dan jika Sora tidak mengatakan ini, dia memang tidak akan tau apa yang ada dalam pikiran perempuan itu selama ini.

Tama terlalu munafik untuk beranggapan bahwa dia lah yang paling menderita. Dia selalu merasa kalau Sora lah yang harus mengerti posisinya. Harus mengerti dilema yang dia alami dalam menyelesaikan permasalahan kantor. Tanpa sadar, Tama sudah berubah menjadi monster yang tidak punya perasaan.

“Ini terakhir kalinya gue bilang ke lo dan gue harap lo ngerti. Kita… mustahil untuk kembali seperti dulu. Ada bagian dalam diri gue yang sudah berbeda dari Sora yang lo kenal sebelum Giselle datang. Sekeras apapun lo memaksa membuat gue kembali ke lo, mau lo kurung gue di sini semalaman, nggak akan merubah apapun, Tam. Jangan dipaksa. Mungkin gue akan terlena sejenak karena sentuhan lo, namun saat gue kembali tersadar, percayalah, itu hanya akan menambah kebencian gue ke lo.”

Habis sudah kata-kata Sora. Dia membuat Tama tidak berkutik sedikitpun. Bahkan perempuan itu bisa keluar dari unit apartemen tanpa kesulitan yang berarti, karena Tama masih mematung kaku seperti orang-orangan sawah.

Dan begitulah akhirnya. Sora sudah mengutarakan semuanya. Tinggal melihat kapan waktu yang tepat untuk meninggalkan ini semua tanpa menyisakan sakit hati yang mendalam. Meninggalkan Tama, apartemen dan mungkin meninggalkan kantor juga.

Sepeninggal gadis itu, Tama masih bergeming. Entah berapa lama dia mematung di balik pintu apartemennya. Pikirannya blank karena ini sama sekali di luar dugaan.

Hati Sora sudah membatu.

Apakah dia benar-benar sudah tidak mencintai Tama?

Lantas untuk apa Tama menyelesaikan semua tugas yang diberikan sang ayah, jika tidak ada award yang akan dia peroleh setelah semuanya selesai? Dimana award yang dia mau adalah Sora?

Untuk apa dia berlelah-lelah mengusut kasus penggelapan dana sebesar lima trilliun rupiah yang dilakukan Rahmat selama lima tahun terakhir??

Untuk apa??

***

1
Jeng Ining
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/ ada yg kebakaran tp gada apinya
Jeng Ining
nah ini dpt bgt feelnya tnpa typo nama, kita kek masuk beneran diantara mreka, terimakasih Kak, mdh²an ga cm updte 1 bab ya 🙏😁✌️
Asri setyo Prihatin
Luar biasa
Mama Mima
Terima kasih masukannya, Kakk. Padahal aku udah double check teruss. Ada aja yang kelolosan. Heuu... 🙏🏻🥹
Jeng Ining
terimakasih udh suguhin cerita keren kak🙏🥰
Jeng Ining
cerita bagus, penggambarannya mudah dicerna begini🫰😍🥰, sayang kak banyak typo nama, lbh baik direvisi atw paling engga ke depannya lbh teliti lg, mhn maaf klo komennya kurg berkenan, mdh²an makin sukses di NT🙏☺️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!