NovelToon NovelToon
DiJadikan Budak Mafia Tampan

DiJadikan Budak Mafia Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Mafia / Balas Dendam / Lari Saat Hamil / Berbaikan / Cinta Terlarang / Roman-Angst Mafia
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: SelsaAulia

Milea, Gadis yang tak tahu apa-apa menjadi sasaran empuk gio untuk membalas dendam pada Alessandro , kakak kandung Milea.
Alessandro dianggap menjadi penyebab kecacatan otak pada adik Gio. Maka dari itu, Gio akan melakukan hal yang sama pada Milea agar Alessandro merasakan apa yang di rasakan nya selama ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SelsaAulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33

Mentari pagi masih menyinari Taman, tempat Milea dan Dominic asyik bermain. Seutas tawa lepas dari bibir Dominic terhenti seketika.

Tatapannya, dan juga tatapan Milea, terpaku pada sosok Gisela yang baru saja keluar dari paviliun tua di ujung taman. Paviliun yang selalu diselimuti misteri, terlarang bagi siapa pun.

"Paviliun itu... kenapa Gisela bisa masuk dan keluar dari sana?" bisik Milea, keraguan menggantung di hatinya.

Dominic, mata polosnya mencerminkan kebingungan, menunjuk ke arah Gisela.

"Tante Gisela...?" gumamnya pelan.

Milea berjongkok, menyamakan tinggi badannya dengan Dominic. "Dominic," suaranya lembut namun penuh penyelidikan, "sebelumnya, kamu tinggal di paviliun itu bersama siapa?"

Dominic terdiam, bibirnya hampir saja melontarkan kebenaran. Namun, peringatan Gio—pamannya—membayangi pikirannya. "Bersama Sus," jawabnya, kebohongan terucap lirih.

"Lalu, kenapa Tante Gisela bisa keluar-masuk paviliun itu?" Milea mendesak, rasa ingin tahunya semakin membuncah.

Dominic menggeleng pelan. "Aku tidak tahu, Tante."

Milea menarik napas panjang. Ia tak ingin anak kecil itu terbebani pertanyaan-pertanyaannya. "Yasudah, ayo main lagi," katanya, berusaha mengalihkan perhatian Dominic.

Dari jendela kamarnya di lantai atas, Gio mengamati Milea dan Dominic. Kehadiran Gisela di paviliun telah memicu kecurigaan Milea, dan itu harus segera dihentikan. Ia turun ke lantai bawah, tepat saat Gisela memasuki mansion.

"Gisela, kita bicara," pinta Gio, suaranya datar, tanpa sedikitpun perubahan ekspresi.

"Tentu, Gio," jawab Gisela, senyum manisnya tak pernah luntur.

"Ke ruang kerjaku," ajak Gio, melangkah menuju lantai tiga.

Di ruang kerja yang luas, Gio dan Gisela duduk berseberangan. Udara terasa tegang.

"Gisela, kamu harus tinggal di paviliun bersama Berlin. Jika kamu terus keluar-masuk, Milea akan semakin curiga," jelas Gio, suaranya tegas namun tetap tenang.

Wajah Gisela berubah. Kecemasan tergambar jelas. Ia tak ingin meninggalkan mansion, ia tak ingin Gio dan Milea semakin dekat. Namun, ia segera menyembunyikan kecemasannya di balik senyum paksa.

"Tidak masalah, Gio," jawabnya, suaranya sedikit gemetar.

"Baiklah, aku akan membantumu berkemas," kata Gio, bangkit dari kursinya.

Di kamar Gisela, mereka berdua sibuk membereskan barang-barang. Gio membantu mengangkat barang-barang yang berat. Tak lama kemudian, semuanya siap.

Gio memanggil beberapa pelayan untuk membantu membawa barang-barang Gisela ke paviliun. Ia dan Gisela berjalan beriringan, langkah mereka menuju paviliun yang sunyi.

Di taman, Milea melihat mereka. Ia segera menghampiri Gio dan Gisela.

"Mau ke mana?" tanyanya, rasa penasarannya masih membayangi.

Gio menatap Milea, matanya teduh. "Mulai sekarang, Gisela akan tinggal di paviliun. Paviliun itu kosong sejak Dominic pindah ke mansion."

Milea mengangguk, mengerti. Ia memberi jalan bagi Gio dan Gisela untuk menuju paviliun, meninggalkan pertanyaan-pertanyaan yang masih menggantung di hatinya.

***

Gelapnya malam menyelimuti kamar Milea. Ia terduduk termenung, bayangan kejadian pagi tadi masih menghantui pikirannya.

Gio, yang mengantar Gisela ke paviliun, berpamitan untuk bekerja. Namun hingga larut malam, ia belum juga kembali ke mansion.

Seutas kecemburuan mulai menggigit hatinya. Mungkinkah dia menginap di paviliun bersama Gisela? Pikiran itu menusuknya bagai sebilah pisau. Bayangan Gio dan Gisela berduaan di paviliun terasa begitu menyayat.

Milea memejamkan mata, mencoba mengusir bayang-bayang itu. Namun baru lima menit ia mencoba terlelap, suara derit kenop pintu membuyarkan kedamaiannya.

Mata Milea terbuka lebar. Sosok Gio yang masuk ke kamarnya membanjiri hatinya dengan kelegaan yang tak terkira.

"Kenapa belum tidur?" tanya Gio, melepas jasnya dengan gerakan yang terlihat lelah namun tetap berwibawa.

"Aku menunggumu," jawab Milea, suaranya sedikit bergetar.

"Sebentar, aku akan mandi dulu," ucap Gio, bergegas menuju kamar mandi. Tak butuh waktu lama, ia sudah keluar. Milea masih duduk menyender di headboard, setengah tubuhnya terbungkus selimut, matanya masih tertuju pada Gio.

Gio mendekat, membelai lembut rambut Milea. Ia duduk di sampingnya. Sentuhannya begitu lembut, menenangkan gelisah di hati Milea.

"Kenapa menungguku? Ini sudah larut," ucap Gio, suaranya mengalun lembut, menenangkan.

"Aku mengira… kamu akan menginap bersama Gisela," Milea akhirnya mengutarakan kekhawatirannya, suaranya hampir tak terdengar.

"Astaga! Mana mungkin? Aku menginap bersama teman kecilku?" Gio terkekeh, namun tawa itu terdengar sedikit terpaksa.

Namun, kata-kata "teman kecilku" yang diucapkan Gio justru semakin membuat api cemburu membara di hati Milea. Terlalu akrab, pikirnya.

Gio memperhatikan ekspresi Milea, menyadari ada yang tak beres. "Ada apa?" tanyanya, nada suaranya berubah menjadi lebih lembut dan penuh perhatian.

Milea memaksakan senyum, berusaha menyembunyikan kecemburuannya. Ia tak ingin berharap lebih, tak ingin perasaannya semakin dalam pada Gio. "Tidak ada apa-apa. Yasudah, ayo tidur," ucapnya, suaranya terdengar sedikit tertahan.

Gio berbaring di samping Milea, membenamkan wajah Milea di tengkuknya. Aroma maskulin Gio memenuhi indra penciuman Milea, namun kecemburuan itu masih terasa, menggantung di antara mereka berdua, seperti bayangan yang tak mau pergi. Malam itu, meskipun berada dalam dekapan Gio, Milea masih dihantui oleh bayangan Gisela.

***

Mentari pagi menyelinap malu-malu di balik jendela, menerobos celah tirai tipis yang menggantung. Milea mengerjapkan mata, mendapati sisi ranjangnya kosong.

Gio, biasanya masih terlelap memeluknya berbaring di sampingnya, kini telah menghilang. Ia meregangkan tubuh, otot-ototnya terasa kaku setelah lelap sepanjang malam.

Langkah kaki Milea membawanya ke kamar mandi, namun tatapannya terhenti di meja yang tak jauh dari sofa di dalam kamar itu.

Di atasnya terhampar sajian sederhana namun sarat makna: roti tawar panggang keemasan, dua butir telur mata sapi yang kuning telurnya mengilap, dan segelas susu hangat yang masih mengepulkan uap.

Sebuah kertas kecil terlipat rapi di sampingnya. Milea meraihnya, jemarinya gemetar sedikit saat membuka lipatan kertas itu. Tulisan tangan Gio yang khas tertera di sana:

"Aku harus segera bekerja. Jangan lupa sarapan! ❤️"

Senyum mengembang di bibir Milea, melukiskan rona merah muda di pipinya. Namun, di balik rasa bahagia itu, ada gelitik yang menggelitik hatinya.

Hanya beberapa saat yang lalu, ia masih diliputi kesedihan karena tak mendapati Gio di sampingnya. Kini, hatinya berbunga-bunga, dibanjiri kehangatan dari sarapan sederhana dan surat cinta kecil yang penuh kasih sayang itu.

Secarik kertas kecil itu, bagaikan mentari pagi yang menerangi hari Milea, mengusir bayang-bayang kesepian dan menggantinya dengan kegembiraan yang menyelimuti hatinya.

Aroma roti panggang dan susu hangat seakan bercampur dengan aroma cinta, menciptakan pagi yang sempurna.

Air hangat membasahi tubuh Milea, membilas sisa kantuk yang masih melekat. Setelah mandi, ia segera duduk di meja makan, aroma roti panggang masih harum, menggoda selera.

Gigitan pertama terasa renyah di lidah, diiringi kehangatan susu yang masih mengepul uap lembut di permukaannya. Rasanya begitu nikmat, sempurna untuk mengawali hari.

"Ternyata pria kejam seperti Gio bisa bersikap manis juga," gumam Milea, senyumnya mengembang semakin lebar.

Kata-kata itu terlontar tanpa sadar, seakan sebuah pengakuan atas sisi lain Gio yang selama ini tak pernah ia duga.

Bayangan wajah Gio, dengan senyum yang jarang ia lihat, terus berputar-putar di benaknya.

Setiap suapan roti panggang dan tegukan susu hangat terasa semakin manis, seolah dibumbui rasa cinta yang tersirat di balik kesederhanaan sajian pagi itu.

Milea menghabiskan sarapannya dengan perasaan yang campur aduk, kehangatan, kejutan, dan sebuah rasa penasaran yang mulai tumbuh di hatinya.

1
sjulerjn29
tatanan bahasanya bagus thor 😊
.. mampir juga thor ke ceritaku kasih saran dan kritik nya terimakasih 😊
it's me NF
lanjut... 💪💪
Siti Hadijah
awalnya cukup bagus,, semoga terus bagus ke ujungnya ❤️
SelsaAulia: terimakasih kaka, support terus ya ☺️❤️
total 1 replies
Elaro Veyrin
aku mampir kak,karya pertama bagus banget dan rapi penulisannya
SelsaAulia: terimakasih kaka
total 1 replies
Surga Dunia
lanjuttt
Theodora
Lanjut thor!!
Surga Dunia
keren
Theodora
Haii author, aku mampir nih. Novelnya rapi enak dibaca.. aku udah subs dan like tiap chapternya. Ditunggu ya update2nya. Kalau berkenan mampir juga yuk di novelku.
Semangat terus kak 💪
SelsaAulia: makasih kakak udh mampir 🥰
total 1 replies
✧༺▓oadaingg ▓ ༻✧
karya pertama tapi penulis rapi bget
di tunggu back nya 🥰
SelsaAulia: aaaa.. terimakasih udah mampir☺️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!