Yang sudah baca novelku sebelumnya, ini kelanjutan cerita Brayn dan Alina.
Setelah menikah, Brayn baru mengetahui kalau ternyata Alina menderita sebuah penyakit yang cukup serius dan mengancam jiwa.
Akankah mereka mampu melewati ujian berat itu?
Yuk baca kelanjutan ceritanya 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Alina pun pamit untuk kesekian kali dan beranjak menuju kamar untuk menyusul sang suami, meninggalkan mertuanya yang masih berada di ruang keluarga.
"Loh, ini kan hapenya Alina." Bu Resha meraih ponsel milik sang menantu yang berada di ujung sofa.
Niatnya ingin memindahkan ke meja agar tidak terjatuh. Namun, layar yang menyala dengan pesan whatsapp terbuka membuatnya bisa melihat pesan yang masuk.
"Ya ampun, Brayn!" gerutu Bu Resha gemas.
"Kenapa?" tanya Pak Vino.
"Lihat nih, Mas!" Ia menunjukkan layar ponsel ke hadapan suaminya.
Melihat pesan ancaman sepuluh ronde itu membuat Pak Vino tertawa.
"Tidak apa-apa lah, biar cepat dapat cucu."
"Tapi kasihan Alina kalau seperti ini."
"Brayn itu dokter, dia pasti tahu kondisi fisik istrinya."
"Iya juga sih, Mas."
**
**
Berdiri di depan pintu kamar, Alina tampak ragu.
Sejatinya, ia paham apa tanggung jawab seorang istri untuk melayani kebutuhan suaminya.
Namun, mereka menikah tanpa melalui proses pendekatan lebih dulu seperti berpacaran atau mungkin ta'aruf.
Tentu pernikahan secara tiba-tiba itu benar-benar membuat Alina canggung dan malu.
Dari yang hanya teman masa kecil menjadi teman hidup.
Terlebih, sedikit banyak ia tahu deretan wanita berkelas yang pernah mendekati Brayn.
Bukan dari kalangan biasa seperti dirinya. Hal tersebut pun sempat membuat dirinya merasa tidak layak.
"Kak, maaf, aku lama. Habis menemani Mama," ucap Alina sesaat setelah memberanikan diri membuka pintu.
Jika ia pikir Brayn akan langsung menerkam dirinya, maka salah besar.
Karena lelaki itu sedang tersenyum ke arahnya dengan lembut.
Mata Alina pun terpaku memandang paras yang baginya sangat sempurna.
Tubuh tegap nan atletis itu terbalut baju koko berwarna putih tulang.
"Ayo, wudhu. Aku mau ajak kamu ibadah bersama."
Perasaan canggung yang sempat dirasakan Alina seketika lenyap. Tutur lembut suaminya itu berhasil menghangatkan hatinya.
Tanpa banyak kata ia langsung menuju kamar mandi untuk menyucikan diri, lalu keluar kamar.
Tetapi, saat keluar dari kamar mandi, Brayn tidak terlihat di kamar. Entah ke mana.
Alina mendekati kotak hadiah yang ada di meja, berisi mukena, alquran dan tasbih. Sebuah catatan kecil tersemat di dalamnya.
Assalamu'alaikum, Khumairahku. Semoga kamu menyukai hadiah kecil ini.
Jujur saja, aku agak insecure setiap kali dekat dengan kamu. Karena sebegitu istimewanya kamu di mataku.
Kalau ditanya sejak kapan aku mulai jatuh hati padamu, sungguh aku pun tidak tahu.
Aku berharap cinta yang kupendam sejak lama ini tidak akan menjadi dosa untukku atapun untukmu. Laki-laki memiliki syahwat yang kadang berbahaya dan sulit dikendalikan.
Karena itu aku memberanikan diri mendatangi ayahmu, memintamu darinya untuk menjadi teman yang halal bagiku.
Aku selalu berharap kamu akan jadi rumah tempatku selalu pulang, jadi tempatku berkeluh selain kepada Allah, menjadi ladang pahala untukku, menjadi lambang kehormatanku, dan menjadi madrasah pertama untuk anak-anakku nanti.
Aku mencintaimu, Khumairah. Semoga dengan bersatunya kita membawa berkah untukmu, untukku dan orang-orang di sekitar kita.
Tanpa tertahan, cairan bening itu mengalir di pipi.
Setiap kata yang tersirat dalam catatan kecil itu membawa makna mendalam bagi Alina.
Ia mendekap catatan kecil itu di dadanya. Mengusap air mata dan masuk kembali ke kamar mandi untuk wudhu.
Setelah memakai mukena, ia menatap pantulan dirinya di cermin.
Alangkah beruntungnya ia bisa menyusup ke hati seorang Brayn Hadiwijaya. Seseorang yang baginya sulit digapai.
"Sudah siap?" suara Brayn mengalihkan perhatian Alina. Wanita itu tersenyum.
"Sudah, Kak."
"Alhamdulillah. Ayo sini." Lelaki itu memilih duduk sebentar di atas sajadah.
Ia mengajarkan beberapa doa yang harus dihafalkan istrinya.
Tidak begitu sulit bagi Alina untuk paham, sebab sudah belajar sebelumnya dari Zahra.
Alina merasakan kebahagiaan yang berbeda saat berdiri di belakang suaminya sebagai makmun.
Ia harus kembali berurai air mata sesaat setelah mencium punggung tangan suaminya.
Merasa berdosa karena pernah menolak dan memberi syarat yang begitu sulit.
"Kok malah menangis?" Brayn mengecup kepala yang terbalut mukena.
"Kak, saat aku mengajukan syarat yang berat saat kita menikah, apa kamu sakit hati? Kalau iya, bagaimana aku menebusnya supaya itu tidak menjadi dosa untuk aku?"
"Bohong kalau aku bilang tidak sakit. Siapa yang tidak kecewa ditolak istrinya? Tapi, setelah tahu bahwa kamu menyembunyikan beban yang berat sendirian, semua perasaan itu hilang. Bisa melihat kamu senyum setiap hari saja rasanya sudah cukup." Ia mengusap air mata yang mengalir di pipi istrinya.
"Sudah, jangan menangis. Nanti aku dimarahi Om Bro kalau membuat anaknya menangis."
Alina spontan tersenyum.
"Sampai sekarang aku masih heran bagaimana Kakak bisa dekat dengan Ayah. Padahal Ayah itu sulit didekati."
"Ada deh." Brayn mengelus puncak kepala wanita itu.
"Tunggu sebentar, ya. Aku mau ambil air putih. Kamu siap-siap, ya."
"Siap-siap?"
"Iya, siap-siap ibadah selanjutnya." Kedipan mata lelaki itu membuat Alina tersipu.
Setelah suaminya keluar kamar, ia membuka lemari dan mengeluarkan pakaian tipis yang dihadiahkan Zahra kepadanya.
Usil memang adik iparnya itu.
Setelah menikah, ia menjelma menjadi wanita yang menurut Alina tidak polos-polos amat. Apa mungkin terkontaminasi oleh Raka?
Bahkan pakaian pemberiannya membuat Alina bergidik.
Bagaimana bisa ia memakai pakaian setipis ini di hadapan laki-laki walaupun itu suaminya sendiri.
"Tapi, bagaimana kalau dia malah tidak suka? Aku keluar rumah tidak pakai hijab saja dia ngomel." Alina menimbang dalam hati.
Menyimpan pakaian itu, lalu mengambilnya lagi, menyimpan dan mengambilnya lagi.
"Pakai saja lah. Biar suamiku tidak mudah dirayu pelakor."
Sementara itu, Brayn membuka pintu kamar dengan membawa nampan berisi air putih. Baru memasuki kamar, ia dibuat terpaku.
Sosok wanita dengan pakaian tipis yang sedang menyisir rambut itu membuatnya kehilangan kesadaran.
Naluri alamiah seorang lelaki normal seketika bekerja.
"Kamu ...," ujarnya sambil memandang lekukan tubuh wanita di sana.
"Bajunya dikasih Zahra. Kakak tidak suka, ya?"
"Iya, sangat tidak suka." Sudut bibir Brayn melengkung membentuk senyum tipis. "Tidak suka lama-lama."
Tanpa kata lelaki itu langsung mendekat. Siapa yang bisa tahan melihat pemandangan seperti ini.
Terlebih sudah halal baginya untuk memandang ataupun menyentuh.
Tubuh itu ia tuntun menuju ke pembaringan, setelah sebelumnya memadamkan lampu utama dan mengganti dengan lampu tidur.
Suasana kamar yang temaram ditambah aromaterapi yang menambah kesan romantis.
"Tidak habis googling cari artikel fakta mengerikan tentang malam pertama lagi?" bisik Brayn dekat sekali ke telinga istrinya, hingga Alina dapat merasakan hangatnya hembusan napas sang suami.
"Tidak."
"Bagus. Karena aku punya fakta menarik tentang malam pertama."
"Apa, Kak?" mata Alina berbinar terang. Bibir merah mudanya melukis senyum.
"Fakta menariknya, kamu akan kehilangan keperawanan."
Spontan Alina menepuk dada suaminya yang baru saja melepas baju koko hingga menampakkan dada bidangnya.
"Itu sih bukan fakta menarik."
Brayn terkekeh. "Bentar, masih ada fakta menarik lagi."
"Apa?" Alina bertanya dengan mimik polos bak anak kecil.
"Fakta menarik yang kedua, aku akan kehilangan keperjakaan."
"Ish!" Lagi Alina mencubit pinggangnya.
"Mau tahu fakta yang ketiga?"
"Tidak! Pasti aneh."
"Ya sudah, tidak usah tahu."
Tapi, dasar Alina. Meskipun tahu bahwa jawaban suaminya akan melenceng jauh, ia tetap penasaran.
"Memang apa fakta menarik lainnya?"
"Tadi katanya tidak mau tahu...."
"Mau ... tapi jangan aneh-aneh," pinta Alina, membuat Brayn menatapnya dengan senyum penuh cinta.
"Fakta menarik yang terakhir adalah... laki-laki normal akan melepas sekitar 300 juta sel sperm yang akan saling berlomba dengan agresif menuju sel telur untuk proses pembuahan, yang memungkinkan kamu akan hamil."
"Kakak!" jeritan Alina disertai cubitan jemarinya pada dada lelaki itu membuat Brayn tertawa lantang.
************
************
taunya mimpi Thor....
Alhamdulillah kalau masih baik2, saja...😅
biar sama" introspeksi terutama buat miaaaa
double up donk
gak mau denger tapi kedengeran