"Kamu mau pilih Daniel atau aku?"
"Jangan gila kak, kita ini saudara!"
Arjuna tersenyum tipis, seolah meremehkan apa yang dimaksud Siren.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cayy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pasuruan, Jawa Timur
Siren sama sekali tidak menoleh ketika Arjuna masuk kedalam kamar, dia tetap menatap jendela yang terkena percikan air hujan.
Hari ini hari ke tiga dia ada dirumah asing ini tanpa tau ini didaerah mana dan juga tidak tau kabar diluar bagaimana karena Arjuna sama sekali tidak memberikan handphone padanya, padahal dia tau handphonenya dibawa Arjuna.
Dia juga tidak tau apakah orang tuanya berusaha mencarinya atau tidak, yang pasti perasaannya saat ini adalah hampa, sakit, dan merasa menjadi orang yang paling kotor didunia ini.
Dia trauma, dia takut, dia ingin mati..
"Ayo makan" ajak Arjuna lembut.
Tidak ada jawaban dari Siren, sejak kejadian itu dia menjadi sangat-sangat pendiam dan sering melamun.
Makan pun bisa sehari hanya sekali padahal Arjuna rutin menawarinya makanan setiap waktu tapi rasanya tenggorokannya sulit menelan makanan apapun.
Dia sedih, dia ingin bertemu Daniel dan teman-temannya yang bisa mengerti keadaannya.
"Ayo makan Siren" ajak Arjuna sekali lagi.
Siren hanya menggeleng tak niat.
"Mau sampek kapan kamu kayak gini?"
Siren tetap diam.
"Siren"
"Sampek aku bisa pulang kerumah"
Arjuna duduk disisi ranjang, kalau dulu Siren merasa bahwa dia perlu menghindar tiap kali didekati Arjuna kini dia diam saja.
"Cintai aku dulu, baru kita pulang"
"Kenapa?"
"Karna aku cinta sama kamu, aku suka kamu melebihi apapun didunia ini dan aku ingin kamu bilang ke mami kalo kamu mau nikah sama aku nanti"
Siren tersenyum sinis, dia ingin tertawa keras sebenarnya tapi dia tahan. Mana mungkin Arjuna mencintainya? Dia tidak merasakan hal itu, Arjuna hanya terobsesi padanya.
Seharusnya jika benar Arjuna mencintainya, sikapnya bisa lebih baik daripada Daniel karena mereka tumbuh bersama sejak kecil.
Bukannya malah merusaknya hingga titik terendah seperti ini.
"Jadi ayo makan dulu, aku nggak mau kamu sakit"
Siren menggeleng pasti.
"Kamu mau apa? Aku turutin asal perut kamu ke isi"
"Pulang"
Arjuna berdecak sebal.
"Maksudku kamu mau makan apa?"
Siren menggeleng lagi, Arjuna meraih tangan Siren namun kali ini Siren langsung menepisnya.
"Jangan sentuh"
"Oke..kalo nggak mau makan sekarang kamu mandi dulu habis itu kita jalan-jalan, kamu mau tau ini dimana kan?"
Siren langsung menoleh.
"Mau kan?"
Sebenarnya Siren gengsi bilang mau, tapi dia langsung kepikiran bagaimana jika dia dapat kesempatan yang bagus untuk kabur dari Arjuna?
"Oke"
"Bagus"
Arjuna keluar dari kamar, Siren pun masuk ke dalam kamar mandi yang memang berada didalam kamar.
Disini terhitung dia baru mandi dua kali ini, yang pertama saat setelah kejadian yang membuatnya trauma dan kedua saat ini.
*
Siren mengumpat dalam hati, karena didalam almari hanya ada dress-dress mewah dan juga baju tidur, dia tidak mau pakai baju itu. Mengerikan..
Tapi pilihan Siren kemudian jatuh kepada kaos oblong berwarna hitam yang menggantung diantara dress-dress itu, dia yakin itu milik Arjuna tapi tidak apa-apa.
Daripada memakai dress itu lebih baik dia memakai kaos meski kebesaran.
Setelah selesai Siren keluar kamar, rasanya aneh karena dia belum pernah keluar dari kamar ini setelah datang kemari.
Apalagi dia tidak memakai alas kaki sama sekali, jadi tambah membuat kakinya terasa dingin.
"Kok pakek baju itu"
Siren membuang muka.
"Kenapa nggak pakek dress yang udah aku beliin?"
Siren menggeleng.
"Yaudah gapapa, ini juga bagus kamu jadi tambah menggoda"
Siren menatap Arjuna tajam, rasanya ingin sekali mencekik Arjuna saat ini juga karena selalu mengaitkan semua hal ke arah sana.
Sayangnya dia tidak mau dipenjara.
"Bentar aku ambilin alas kaki buat kamu"
Arjuna masuk kedalam salah satu ruangan yang ada disana, dan keluar lagi sambil membawa sandal slop berwarna putih yang masih dibungkus plastik.
"Ayo pakek"
Arjuna berjongkok dan memasangkan sandal itu ke kaki Siren.
Tak hanya sampai disitu, Arjuna mengambil sebuah borgol dan dia memborgol tangan kanan Siren dan juga tangan kirinya sendiri.
"Buat apa sih?"
"Biar kamu nggak kabur"
Siren berdecak sebal, dia sangat kecewa lebih baik tidak keluar sekalian kalau begitu.
Tapi Arjuna menariknya keluar rumah sampai tangannya rasanya sakit lalu mereka masuk mobil.
"Lepasin, aku nggak kabur"
"Siapa yang bisa menjamin?"
Siren melirik tajam kearah Arjuna, dia sama sekali tidak punya daya dan upaya untuk melawan Arjuna. Rasanya jiwanya ikut terkurung.
Mobil dijalankan dengan kecepatan sedang, dan Siren masih belum tau ini dimana. Dia mengamati luar jendela dengan seksama berharap menemukan sebuah petunjuk.
Tangan kanannya terasa pegal karena terus mengambang akibat tangan Arjuna yang tetap memegang setir.
Harusnya memang borgol sialan itu dibuang saja.
Kedua mata Siren melotot kala melihat sebuah baliho yang kebetulan ada tulisan nama kota, dan kota itu adalah kota Pasuruan, Jawa Timur?
Sejauh ini Arjuna membawanya kemari? Bagaimana bisa dia tidak terbangun sama sekali ketika dalam perjalanan? Apakah naik pesawat? Kapan Arjuna membeli tiketnya?
Siren langsung menoleh ke Arjuna.
"Pasuruan? Kakak gila?"
Arjuna tersenyum tipis dia melirik Siren sebentar sebelum akhirnya fokus kembali kedepan.
"Naik apa kita kesini? Mobil kakak? Kok bisa selama itu aku nggak bangun? Obat apa yang kakak kasih ke aku?" tanya Siren dengan emosi yang menggebu-gebu.
Kalau benar selama perjalanan kemari dia tidak bangun karena diberi obat bius, lalu seberapa banyak Arjuna memberinya hingga mungkin lebih dari sepuluh jam tidak bangun?
Pantas saja kepalanya sangat pusing waktu itu serta tubuhnya yang terasa lemas.
"Kamu nggak perlu tau sayang, yang penting kita udah jauh dari orang-orang yang mengganggu kesenangan kita"
"Kita? Lo aja kali gue enggak"
"Udah lah, kamu nggak perlu mikirin hal yang nggak penting kayak gitu bentar lagi aku bakal ajak kamu seneng-seneng lupain semua yang kamu pikirin sekarang"
Siren agak skeptis mendengar jawaban Arjuna, senang-senang seperti apa yang dia maksud? Karena pasti hal itu berbanding terbalik dengan senang-senang yang Siren pikirkan.
Dia memilih diam, kepalanya rasanya mau pecah karena memikirkan banyak hal, terutama sekolahnya yang sudah masuk sejak hari Senin dan dia belum masuk juga sampai detik ini.
Ini hari apa pun Siren tidak begitu paham, gara-gara tidak memegang handphone sama sekali.