Istri kedua itu memang penilaiannya akan selalu buruk tapi tidak banyak orang tau kalau derita menjadi yang kedua itu tak kalah menyakitkannya dengan istri pertama yang selalu memasang wajah melas memohon simpati dari banyak orang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ranimukerje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
Wajah febri pucat. Membaca hasil tes yang baru saja dilakukannya. Intensitas hubungannya dengan wisnu terbilang jarang tapi kenapa bisa hamil secepat ini.
Kecurigaan dewi benar. Febri tengah hamil dan itu baru 3 bulan usia pernikahannya dengan wisnu. Termasuk cepat padahal seingat febri mereka tak sampai menghabiskan malam sebanyak 10 kali.
"Gimana?" Tanya wisnu dengan wajah tegang namun penuh harap.
"Positif"
Satu kata yang sukses membuat jantung wisnu berdetak lebih cepat. Masih tap percaya sampai reaksi yang wisnu berikan hanya diam dengan wajah shock.
"Mas, kamu ga suka aku hamil?"
Pertanyaan febri barusan sukses menyadarkan wisnu dari keterkejutannya.
"Eh, siapa bilang ...." Wisnu gelagapan.
"Aku senang, cuma ...... Aku cuma kaget, ga percaya. Secepat ini ......"
Wisnu maju, mengikis jarak diantara mereka dan langsung meraih tubuh febri untuk dipeluk. Pelukan itu singkat tapi berhasil menyampaikan rasa diantara mereka.
"Ayo, kita kasih tau mama sama papa. Mereka nunggu didepan."
Dewi dan lim kusuma memang menunggu didepan kamar wisnu. Sekarang sudah tengah malam tapi pasangan paruh baya itu tetap semangat dan antusias menunggu hasil tes yang dilakukan oleh menantu mereka. Tentu saja, dewi yang memaksa agar febri segera melakukan tes kehamilan padahal waktu terbaik melakukan tes itu adalah dipagi hari.
"Gimana?" Lim kusuma lebih dulu bertanya.
Raut wajahnya menanti harapan jelas dengan keinginan besar untuk segera menimang cucu.
"Garisnya dua pa." Jawab febri dengan menggenggam alat tes kehamilan dengan tangan terkepal.
"Ma, garis dua itu ...."
"Positif papa, kita aka jadi opa dan oma. Kita punya cucu, ya allah. Akhirnya ....."
Dewi merangsek maju, memeluk menantunya erat. Menyalurkan rasa bahagia dengan sentuhan. Berulang kali, dewi mengucapkan terimakasih juga ucapan syukur atas hadiah terindah yang sejak lama dinanti-nanti.
"Dijaga ya nak, nanti papa yang bantu urus kontrak kerja mu kalau ada yang harus diputus dan bayar pinalti."
Febri menggeleng.
"Kerjaan aman kok pa, semuanya cuma foto dan shooting video aja. Masih didalam ruangan kalau ga ada perubahan."
Ketiga orang yang ada disana bernapas lega karena jujur saja wisnu sempat merasa khawatir dengan kondisi istri dan calon bayi mereka kalau febri masih hatus sibuk menyelesaikan pekerjaan yang sudah ditandatangani kontraknya. Tapi bersyukur mendengar pengakuan istrinya barusan wisnu bisa bernapas lega walau ia akan tetap memastikan keamanan juga kenyamanan istri dan anak dalam kandungan itu.
Euforia berita kehamilan itu sudah diketahui semua art di rumah utama wijaya kecuali nara. Wisnu tak mengabari karena enggan juga merasa nara tak perlu tau karena sampai detik ini nara belum lagi mengirim pesan atau menelpon setelah dikirimi uang oleh wisnu dalam jumlah yang lumayan.
"Hari ini aman?" Tanya wisnu dengan nada perhatian.
"Aman mas, aku cuma ngerasa lemes lemes aja dikit. Sama ga napsu makan sih akhir akhir ini."
"Kita ke rumah sakit aja ya? Ke dokter kandungan konsultasi sekalian periksa."
Febri sempat diam sejenak, menimbang apakah perlu tapi akhirnya tetap mengangguk tanda setuju.
"Mas ga sibuk ya dikantor?"
Wisnu mengulas senyum.
"Datang siangan ga papa. Papa kayaknya ga bakalan potong gaji ku sampai 20% apalagi ini untuk kepetingan calon cucunya."
Febri terkekeh pelan.
Pagi yang cerah. Dimeja makan, dewi dan lim kusuma sudah lebih dulu duduk manis diruang makan sambil menunggu para mba menyiapkan sarapan. Sengaja dewi tak mengijinkan febri menyiapkan sarapan karena pagi tadi setelah adzan subuh dewi naik kelantai atas untuk melihat febri dan wajah menantunya itu masih terlihat pucat.
Wisnu menggandeng tangan istrinya lembut. Langkah kaki mereka sengaja dibuat sepelan mungkin karena memang febri masih merasa lemas tubuhnya.
"Masih lemas nak?" Tanya dewi saat febri sudah duduk.
"Masih agak lemas ma."
"Ajak istrimu periksa ke dokter kandungan nu, papa sudah suruh heru buatkan janji dengan dokter di rumah sakit harapan bunda."
Wisnu mengulas senyum dan mengangguk.
"Aku emang rencana mau ajak febri periksa pagi ini, tapi karena papa udah buatkan janji temu jadi aman. Makasih ya pa"
Lim kusuma mengangguk kepala. Hati pria baya itu sedang berbunga, bahagia atas kehamilan menantu keduanya ini membuat wajah lim kusuma berbinar bahagia.
.
.
.
Wisnu menatap layar didepannya dengan seksama. Walau tak sepenuhnya paham, tapi wisnu berusaha fokus dan mengerti. Sampai dokter memberi tanda benda dilayar yang besar sebiji kacang hijau sebagai calon anaknya bersama febri, sukses membuat dada wisnu membuncah dan kedua pelupuk matanya basah.
"Anak ku" batin wisnu sambil mengeratkan genggaman tangannya pada tangan sang istri.
Febri yang tengah berbaring dan perut ratanya masih digerakkan sebuah alat usg menengadah mencari wajah wisnu suaminya. Mata febri ikut basah saat melihat air mata menetes membasahi pipi sang suami. Sebahagia itu batin febri ikut mengeratkan genggaman tangannya.
Anak ini, anak ini yang jadi alasan utama mereka menikah. Kebahagiaan keluarga wijaya terlihat jelas, febri ikut bahagia atas kehamilannya ini tapi didalam hatinya ia juga merasa takut. Takut kehilangan, kehilangan wisnu kehilangan anak juga kehilangan mertua yang baiknya luar biasa. Nyaman, ya febri sudah merasa nyaman menjadi istri wisnu juga menantu di keluarga wijaya. Tapi, febri harus tetap sadar diri akan posisinya.
Febri sedang duduk di kursi depan loket pengambilan obat. Walau suaminya kaya raya tapi wisnu tetap tertib mengantri dan tentunya sabar. Duduk disamping sang suami dengan tangannya yang terus digenggam. Diam-diam, febri mengulas senyum sambil memandangi tangannya yang terus digenggam.
"Nanti sampai rumah langsung istirahat ya. Tekanan darah mu rendah makanya lemas dan kelihatan pucat terus."
"Mas nanti mau langsung ke kantor ya?"
Wisnu menatap mata febri lama. Sampai akhirnya buka suara dan sukses membuat senyum diwajah pucat itu terbit.
"Mau ditemani? Kalau iya, hari mas bisa kerja dari rumah."
Senyum itu merekah bahkan kedua pipi itu bersemu merah walau pucatnya masih ada.
"Ya sudah, aku temani. Tapi janji harus banyak makan ya."
Febri langsung mengangguk semangat. Matanya berbinar seperti anak kecil yang dijanjikan permen oleh ayahnya.
"Jangan gitu mukanya ......"
Wisnu mendekatkan bibirnya ketelinga sang istri.
"Jadi kangen, pengen makan mau."
Blush
Kedua pipi febri langsung semerah tomat dan keplakan ringan langsung mendarat dibahu wisnu dan itu dilakukan oleh febri.
"Nyonya febri ....."
Belum lengkap nama febri dipanggil, wisnu sudah bangkit duluan dan berjalan menunu loket guna mengambil vitamin yang tadi diresepkan oleh dokter.
"Ayo pulang"
Wisnu mengulurkan tangan dan dengan senang hati febri menerimanya. Mereka berjalan beriringan dengan febri menyelipkan tangannya dilengan sang suami. Tanpa mereka sadari sejak tadi asa sepasang mata yang terus memperhatikan interaksi keduanya yang begitu manis nan romantis.
#Happyreading
nara dan org tuanya tak benar" menganggpmu sbg bagian dri keluarga.... mereka hnya mnjadiknmu mesin uang.....
miara ular ber bisa kok betah amat wisnu....
jgn nnti bilang nyesel klo febri prgi dri hidupmu krna kmunya menye" g jelas... & msih sja mmberi nara ksempatan brbuat ulah untuk yg ksekian kalinya...
km permpuan egois... punya kekirangan tpi ttp sja g berubah tetap aja miara pola hidup buruk....
jgn salahkn suamimu bila kelak mmbuangmu nara.... suamimu jga makin lama bkalan muak dgn sikapmu yg semakin g karuan... ap lgi madumu perempuan idaman suami dan mertua...