Ada satu komunitas muda-mudi di mana mereka dapat bersosialisasi selama tidurnya, dapat berinteraksi di alam mimpi. Mereka bercerita tentang alam bawah sadarnya itu pada orangtua, saudara, pasangan, juga ada beberapa yang bercerita pada teman dekat atau orang kepercayaannya.
Namun, hal yang menakjubkan justeru ada pada benda yang mereka tunjukkan, lencana keanggotaan tersebut persis perbekalan milik penjelajah waktu, bukan material ataupun teknologi dari peradaban Bumi. Selain xmatter, ada butir-cahaya di mana objek satu ini begitu penting.
Mereka tidak mempertanyakan tentang mimpi yang didengar, melainkan kesulitan mempercayai dan memahami mekanisme di balik alam bawah sadar mereka semua, kebingungan dengan sistem yang melatari sel dan barang canggih yang ada.
Dan di sini pun, Giziania tak begitu tertarik dengan konflik yang sedang viral di Komunitaz selain menemani ratunya melatih defender.
note: konflik?
- chapter 20
- chapter 35
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juhidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chap 28 Telwave
"Aku liat frekuensi Helen bisa nembus sampe ke zona Endfield. Kejadiannya tuh waktu Nina ngabelin temlen Hen Hen ke arena. Nah trus, radius Helen ngeluas di situ. Cuma lewat portal Nix alias stay in home Helen bisa ngimej apa yang ada di arena, Giz."
". . ."
Gizi mengamati tubuhnya yang diam, lalu mondar-mandir pendek di situ, membuat objek yang dilewatinya teropasiti jadi transparan.
Malam ini orang-orang dalam gedung diam semua, termasuk Gizi sendiri yang mungkin disengaja untuk menutupi indentitas dan aktivitasnya yang pasti dianggap mencolok bagi petugas CCTV.
Gizi antusias mendengar penuturan Jihan, namun sedikit gelisah.
"Aku pikir kalo Helen bisa maka jins lain pun pasti bisa Giz. Kalo Nana bisa, maka Sorrow juga bisa."
"Tuanku, sungguh aku tak mendapati Nina di sini. Aku akan melakukannya bila engkau perkenankan hamba menghubungi Nina terlebih dulu. Demikian kekhawatiran hamba, Tuan."
"Nah resahmu tanda kamu itu tahu banget Nina lagi sibuk."
"Demikian. Hari ini Nina menengahi suatu yang orang lain tidak melihatnya."
"Valid. Wasit kami lagi fokus di kelas sebelah, Giz. Jadi kami minta Ray yang ngabelin temlen. Gimana jadinya frekuensi kamu kalo diterusin sama kabel paling tipis ketiga di alam geblek."
Gizi tersenyum.
"Aku mau nyoba hezt kamu pake garis Epsi. David pengen tau dulu, katanya sampe dia tau apa yang musti dia lakuin buat teoriku ini."
Entah apa itu hezt. Yang pasti Jihan memintanya pada sang jins untuk materi kelas yang akan dipraktekkan.
Gizi melepaskan ujung telunjuk yang menempel di ibu jarinya. Saat itu juga aktivitas orang-orang yang berada di mall jadi persis pergerakan orang di video yang di-forward, dari diam jadi bergerak dengan aksi yang cepatnya seperti peradaban manusia flash.
Wat-wit-wet.. Wat-wit-wet!
Setelah sekian detik, dengan tiba-tiba pula aktivitas pengunjung dan karyawan mall berjalan 1:1, langsung berjalan ke rotasi Bumi normal 1.670 km/jam. Namun didahului cahaya.. Blizt!
"Sorrow, beritahukan status pemuatanku."
Gizi memasukkan produk brand-nya ke plastik bening sambil bertelepati. Dia selesai merapikan lipatan hasil pengunjung yang datang cuma buat coba-coba nomer celana.
"Nggak ada, Giz. Kondusif. Masing-masing pada sibuk diri selama transmisi tadi."
Gizi beranjak berdiri dari jongkoknya. Dia menghampiri dua SPG brand lain yang sedang duduk main HP.
"Hai Cha.. aku hendak pergi barang semenit atau beberapa menit."
"Yoy. Guwe handeul kalo dayang beyi. Maci ngejim."
"Bagusan sampe tutup Han," saran karyawati dari brand kaos kaki, ikon seragamnya gambar tapak kaki.
"Kalian tetap tak menyukai caraku berselisih tentang kegiatan ini."
"Khan elo-nya sih tiap kita mabar gak pernah onlen lagi."
Gizi menghela nafas dan pilih berdiri atas pernyataan SPG ber-Id card Sephia itu.
"Jam segini waktunya santuy, Han. Bukan nerusin potongan gaji. Itu perbudakan. Mabar kesenangan."
"Jika telah selesai aku akan kembali, Sephia."
Dua lawan bicara Gizi tak menimpali lagi selain duduk bersila pencat-pencet layar.
Gizi melangkah pergi meninggalkan stand dan para santai; dua tetangga lapak-nya.
Pada punggung seragam Gizi terbaca nama brand Hamam.
Zrrthh! Severtikal garis membuka, gaya pintu lift.
"Sori Han, gue baru kebagian kamar onmind."
David sudah datang lewat portal Panti. Entahlah, kenapa mereka tak bisa mem-blizt langsung ke arena, aksi tersebut dapat mengantarkan empunya ke tempat tujuan. Apa karena Endfield berada di timeless realm?
"Oke. Semua pada nungguin lo, Vid. Biar aja mahhal lo yang jagain sama Ray."
"Ya si Vidi lagi, dia emang pengen jadi makhluk halus biasa."
"Apa lagi katanya?"
"Biasa.. duluin kepentingan umum, tapi jangan pada jorok ninggalin bodi."
"Udah lo rebahin semua khan di ranjang mess?"
"Ya.. Beres, Han. Semuanya, kayak biasa. Tapi-"
"Lo bukan geys, Vid."
Di ruang loker karyawan..
Gizi mencari-cari sesuatu di dalam kotak setinggi dada, dalam loker miliknya. Bunyi bip terdengar dalam lemari tersebut. Dari pantauan kamera, Gizi tampak sibuk mengetik, dan benar saja, dia mengeluarkan ponselnya, mengetik pesan chat lalu memasukkannya lagi ke dalam loker.
Gizi menutup pintu box, dia pura-pura melamun.. sebagaimana seorang pengutang yang tengah didesak nomer pinjol.
Di Endfield sudah ada layar segiempat. Di sini Jihan dan teman-temannya termasuk David menonton Gizi lewat kamera CCTV gedung, pov salinan.
David yang berdiri di samping Jihan sadar sesuatu. Dia lihat tampak sebagian rambut Jihan naik, bahkan tak hanya dirinya yang menyadari itu.
"Lha.. Nyampe juga hezt-nya," komen seorang murid.
"Apa semua harus mode patah hati kayak Gizi, Han?"
Jihan hanya melirik sebentar lalu lanjut menonton adegan pada layar apung.
"Sotoy. Diem," pinta penonton terdekat. "Sana. Tanya di final aja."
"Itu tiket palsu, Lin.. Bukan data kelulusan."
"Jadi mau elo, dari majelis ulama? Sertifikat halal?"
Jihan bicara sambil menonton, mendekatkan punggung tangannya ke dagu, bicara lewat transmisi cincinnya. "Giz.. Terus. Coba kamu naekin dikit.. perlahan-lahan."
Di ruang loker sana, Gizi menghela nafas. Dia lanjut melamun dan kali ini bersandar ke lemari loker sambil melipat tangan. Aktingnya tadi, memandangi loker, sepertinya memang tidak efektif untuk keseluruhan rambut Jihan.
"Dia nunggu ujan reda," ucap Melan. "Mikirin kekasih."
"Berisik koplak."
Ssthh! Seikat rambut Jihan terangkat. Di sana, Gizi masih bersandar lalu menghembuskan nafas yang ditahannya.
"Lo udah punya tiket lulus, Mel. Ngapain di sini?" tanya Lin.
"Nyari bekal."
"Bekal apa, nasi boks?"
"Belang kalian."
Gtakh..!
Jihan meninta Gizi melepaskan hezt-nya. Di ruang loker, Gizi pun menurut dan beranjak satu langkah membelakangi sandarannya. Bersamaan dengan aksi tersebut rambut Jihan turun. Stth..!
Jihan berbalik, menghadap ke murid-muridnya.
"Mel, Herlin, udah dulu ngobrolnya. Oke udah pada lihat khan ya, hezt mahhal (mahluk halus) kayak gimana. Pada step ini gue yakin banget otor lainnya juga mampu. Bisa. Kalo gak percaya, silahkan semua otor yang lagi ikutan kelas, kalian balik dulu deh ke temlen. Lakuin hezt ke owner-nya masing-masing dari sana."
Ada banyak butir-butir cahaya di antara mereka. Bintang renik tersebut turut diam menonton di dekat kepala pemiliknya.
Bintik sinar tersebut namanya wsyse menurut hapalan Ira. Sementara Jihan menyebut mereka author.
Setelah para owner menyuruh, satu-persatu para mahhal berpendar, btt-bit..! btt-bit..! Mereka pergi meninggalkan Endfield.
Sementara mahhal yang tidak ikut kelas, langsung dihubungi ownernya. Dan mari kita lihat apa yang terjadi pada Melani saat menghubungi jins-nya.
"Kok elo sih yang jawab, La? Ke mana si Amel?"
Melan bertanya lagi..
"Nonton wasit di mana?"
Melan bicara lagi..
"Suruh dia pulang! Cepetan.."
Orang-orang di dekat Melan langsung perhatian dan turut mendengarkan.
"Iya gue emaknya, Bucin!"
"Omel terus, Mel. Nih.. pake aja. Hhh-hh!"
"..??"
Melan bingung melihat Herlin memberinya golok.
Di sebelah mereka ada murid yang bajunya bergerak-gerak sendiri seperti sedang ditiup angin.
Lalu di samping kanan, Melan mendapati tubuh orang yang sedang terapung. "Wakaka.. ! Mantap Pir. Sukses."
"Kyaa!!"
Melan menoleh ke belakangnya, ada gadis tiba-tiba menjerit panik seperti orang yang badannya dirayapi serangga.
"Pas! Paaas...! Haha! Geli..!"
"Amel cepet! Pulang.. Pikirin gue! Mau gue tebas lo, hah.. dari sini? Sama si Lala, hah!" pinta Melan melalui ponselnya.
Melan dapati banyak di antara teman-temannya sudah memiliki rambut yang berdiri seperti tanda-tanda pada orang yang tersengat listrik.
Mereka berhasil diusil oleh mahluk halus sebagaimana aksi Gizi pada rambut Jihan.
"Haha.. Pada jadi bebegig."
Jihan bicara kembali pada Gizi melalui cincin. "Giz, apa nama skill kamu ini kalo aku boleh tahu?"
"Kami tidak mengetahui hal yang demikian, Tuan. Aku bisa melakukan remote dengan soulator atas hal serupa ini. Hamba tidak mengetahui nama lain dari Remote."
"Apa kita namain Santet aja gitu?"
Gizi yang sudah mengunci lokernya, buru-buru meninggalkan lokasi sambil menghela nafas. "Hhh.. Hamba berkenan bahwa yang demikian Starfleet, Tuan."
"Haha. Itu nama kapal, Giz."
"Aku dalam keraguan telah berbuat yang demikian padamu. Kulakukan itu tanpa pengetahuan yang lebih tentangnya, Tuan."
"Hmm.. Cobalah lagi, Giz."
Gizi masuk ke toilet karyawati. Mungkin niatnya pergi memang ke tempat ini. Gizi sudah gelisah sejak dari konter dan ruang loker.
"Hamba akan mencoba di tempat lain."
Tokh-tokh..! Gizi mengetuk pintu.
"Ada.." jawab perempuan penghuni kamar.
Gizi beralih ke pintu sebelah. Dia pun mengetuk pintu tersebut. Tok-tok..!
Ce.. klekh!!
Kali ini pintu langsung dibukakan dari dalam. Si perempuan berseragam hitam keluar meninggalkan Gizi sambil menarik-narik rok ke bawah.
"Reni, ponsel kamu," ucap Gizi, kali ini bicara dengan pita suaranya.
"Eh iya. Sini."
"Maaf aku telah menahan sesuatu ini, Reni. Aku sungguh terburu."
"Iya, gak apa-apa Han. Gue cuma ganti roti."
Gizi masuk ke dalam toilet dan menutup pintu, tersenyum mendengar kata roti.
Setelah di dalam, Gizi berdiri menghadap daun pintu, memejamkan kedua matanya. Dia kembali bertelepati dengan Jihan.
"Tuan, aku telah menempati ruang privat."
"Oke, Giz. Coba lagi. Kerahin lagi hezt Santet-nya."
"Remote, Tuan.."
Di sini, Jihan menoleh ke samping, kemudian mengangguk pada David di mana sudah memegang Samurai, menunggu komandonya.
Set!
David mengayunkan pedangnya ke atas. Zrrthh! Segores sayatan muncul dan menyala putih keperakan.
Di toilet ini, Gizi tak sadar dengan objek perak yang baru muncul di belakangnya.
"Kyaaa!!" jerit Jihan saat tubuhnya tiba-tiba meluncur ke atas.
Seiring itu, teriakan lainnya terdengar dari pemilik tubuh. "Whoaa!!"
"Aaarh!!"
"Kyaa..!!"
David tertawa melihat pemandangan yang ada. Aksinya mengaris udara dengan sajam tersebut langsung membuat seisi arena terbang berjamaah.
"Hahah.. Teori Koplak."
"Aaa!"
Gu-crakh...!! Seorang gadis berteriak panjang lalu tubuhnya terpencar dibagi sepuluh.
"Jiah, kerjaan Sadis gini amat sama Disa," komen David.
"Emang Sadis namanya sih.. jins satu ini, Vid."
Jihan yang telah mendarat dan komentar segera bicara lagi pada Gizi.
"Giz, praktek berhasil. Hezt naik drastis sekian lipat dengan garis Epsi. Chpp! Makasih."
Di toilet..
"Ahh, ya.. Tuan. Ini rupanya," kata Gizi menatap garis portal yang terapung vertikal di depannya.
Di depan para murid, Jihan menjelaskan asal-usul 'santet' yang baru mereka lihat, yang dilakukan para mahhal atau author timeline.
Jihan menceritakan acara duelnya dengan Helen si pioner 'santet'. Saat itu skill Helen mampu merusak visual lapangan, Helen juga dapat mengontrol aktivitas Nana melalui portal Nix tersebut hingga dapat mengelebui indera.
Di lain orang, 'santet' mungkin akan berguna untuk acara final nanti di mana peserta tak perlu membawa serta author -nya ke timeline sengketa. Santet sebuah solusi untuk masalah trauma, yang pernah menimpa Rose.
"Iya sih. Rose sampe gak nyadar kalo dia nyiptain sendiri mahluk yang ditakutinya. Padahal itu udah dihapus sama Rosepar. Hezt author se-fobia itu emang bahaya banget kalo lagi trauma."
"... tapi, Guys. Gue bingung. Apa iya nama skill jins ini ngarannya harus Santet. Nih khan gak pake boneka. Otor cuma ngimej. Jins kita mikirin targetnya doang langsung kejadian. Gue minta usul kalian, saran nama, atau mungkin votenya, buat Telwave ini."
"Telwave?"
"Gelombang telekinetis. Itu usulan Lena. Tapi dia minta persetujuan kita. Mungkin aja kita punya nama yang tepat."
1 menit..
Tak ada sambutan.
2 menit..
Tidak ada yang angkat tangan.
"Oke. Votenya sambung deh lewat grup. Berhubung jam les abis dari tadi, kita udahin dulu sampe sini. Tolong yang belum absen, ngedip dulu. Yang gak masuk bantu ingetin. Mari kita membubarkan diri, semangat di masa prihatin. Met rehat.. kelas dibubarkan."
ak mampir ya 😊