Gigolo Tapi Perjaka

Sebelum pergi mengikuti Arin ke kamar, Damar mengajak dua anak buahnya bicara terlebih dahulu. Ia menanyakan perihal lelaki yang tinggal bersama Arin. Lelaki yang tidak lain adalah Arsya.

"Katanya dia bukan siapa-siapa, Tuan..." kata Aldo.

"Lalu kau percaya omongannya begitu saja? Cepat! Cari tahu tentang lelaki itu. Dia pasti kenalan Riani!" titah Damar.

"Baik, Tuan..." Aldo dan Ryan menyahut bersama. Keduanya segera pergi melaksanakan perintah Damar.

Di sisi lain, Arsya masih di kamar mandi. Sibuk menghujamkan pedangnya masuk ke dalam tubuh Laluna. Cewek itu tampak hanya berpegangan erat di dinding kaca. Mulutnya tak berhenti menganga dan terus memperdengarkan erangan penuh gairah. Entah sudah berapa kali Laluna dibuat Arsya merasakan kllimaks, yang jelas dirinya merasa sudah sangat lemas. Kaki Laluna bahkan rasanya tak mampu menopang lagi.

Sementara itu Arsya, dia tak menyangka kalau dirinya akan sebrutal ini. Namun selama Laluna terlihat baik-baik saja baginya, maka Arsya tak akan berhenti. Setidaknya sampai dirinya merasa terpuaskan.

"Udah, Kak... Aku udah capek... Aah..." ucap Laluna.

"Bentar lagi..." sahut Arsya sembari masih menggempur Laluna dari belakang.

"Dari tadi bentar lagi mulu... Tapi belum berhenti juga... Kakiku rasanya nggak kuat lagi..." kata Laluna.

Tanpa berkata apapun, Arsya membalikkan badan Laluna menghadapnya. Ia dudukkan cewek itu ke wastafel. Lalu meletakkan kedua kaki Laluna ke atas pundaknya. Saat itulah Arsya melanjutkan penyatuan.

Laluna kembali mendesah hebat. Meski dia lelah, tetapi tubuhnya juga menikmati ini.

...***...

Laluna menghempaskan dirinya ke ranjang setelah keluar kamar mandi. Ia baru selesai membersihkan dirinya.

"Kak Sean..." panggil Laluna. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Namun dirinya tidak melihat batang hidung Arsya. Kebetulan Arsya memang tadi jadi orang yang keluar kamar mandi lebih dulu.

"Kak Sean!" Laluna kembali memanggil. Tapi tetap tidak ada jawaban dari orang yang bersangkutan. Sampai sebuah panggilan telepon masuk ke ponsel Laluna.

Yang menelepon ternyata adalah Arsya. Laluna sontak langsung mengangkatnya.

"Kak Sean! Kau dimana? Pulang duluan?!" timpal Laluna.

"Aku ada urusan. Kau sebaiknya transfer bayaranku secepatnya. Kalau tidak, aku nggak akan mau menemuimu lagi," kata Arsya.

"Masalah bayaran gampang kali. Tapi Kakak harusnya bilang dong kalau mau pulang."

"Emangnya kenapa? Kau masih belum puas dengan ronde yang telah kita lakukan?"

"Bukan gitu. Aku kan juga mau ngobrol-ngobrol sama Kakak."

Arsya terkekeh remeh. "Eh! Hubungan kita hanyalah bisnis. Kalau mau aku jadi teman ngobrol juga, kau harus bayar lagi!"

"Kak Sean mata duitan amat sih." Laluna mencibir.

"Aku hanya ingin memberi ketegasan aja ke kamu. Bagiku, uang adalah segalanya."

"Tapi--"

Ucapan Laluna terpotong, karena Arsya mematikan panggilan telepon lebih dulu. Dia hanya bisa mendengus kasar. Tetapi Laluna tak berhenti senyum-senyum sendiri saat memikirkan kebersamaannya dengan Arsya.

Laluna lantas mengirim uang untuk Arsya. Dia sendiri sama sekali tak peduli. Bagi Laluna yang terpenting adalah keinginannya untuk memiliki Arsya bisa terwujud.

Laluna kini asyik bermain ponsel. Ia mendapatkan pesan dari temannya yang bernama Jesy. Jesy memamerkan fotonya bersama sang kekasih.

"Dih! Gantengan juga Kak Sean," komentar Laluna. Saat itulah dia terpikirkan ide terkait hubungannya dengan Arsya.

"Kalau misalnya aku pengen Kak Sean jadi pacarku, kira-kira bayarannya berapa ya?" gumam Laluna. Dia lalu mencoba menghubungi Arsya lagi.