Tak ingin lagi diremehkan oleh teman-temannya, seorang bocah berusia enam tahun nekad mencari 'Ayah Darurat' sempurna; tampan, cerdas, dan penyayang.
Ia menargetkan pria dewasa yang memenuhi kriteria untuk menjadi ayah daruratnya. Menggunakan kecerdasan serta keluguannya untuk memanipulisi sang pria.
Misi pun berjalan lancar. Sang bocah merasa bangga, tetapi ia ternyata tidak siap dengan perasaan yang tumbuh di hatinya. Terlebih setelah tabir di masa lalu yang terbuka dan membawa luka. Keduanya harus menghadapi kenyataan pahit.
Bagaimana kisah mereka? Akankah kebahagiaan dan cinta bisa datang dari tempat yang tidak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emergancy Daddy 28.
Dapatnya Anggita meloloskan diri, jelas membuat Ivan meradang. Kekasihnya itu masuk ke dalam sebuah mobil yang dengan cepat melesat pergi, meninggalkan galeri juga dirinya.
Ivan lekas berteriak, memerintahkan anak buahnya agar segera mengejar Anggita. Untuk kali ini, Ivan tak ingin lagi kehilangan.
Setelah terpisah cukup lama dengan Anggita, Ivan akui ia kesepian. Sekalipun hari-hari pria yang hidupnya penuh dengan kegelapan itu selalu sibuk dengan semua bisnis ilegalnya, nyatanya Ivan selalu saja merasa ingin mengulang kebahagiaan dan kebersamaan yang dulu pernah mereka lalui bersama.
Dan ketika Basin kembali menghadap padanya tanpa seseorang yang ia inginkan, Ivan jadi semakin berang. Basin bahkan harus merelakan wajahnya yang cukup lumayan gagah itu, mendapat dua hadiah pukulan dari Ivan.
"Bodoh!!" Wajah tampannya sudah memerah, tangannya juga sudah meraih pisau lipat yang memang selalu melekat di tubuhnya. "Kau benar-benar tidak becus! Hanya mengejar sebuah mobil saja, kau tidak bisa melakukannya, hah?!"
Kilauan dari benda kecil tajam yang menyusuri wajah Basin, bisa tertangkap oleh ekor matanya. Basin memilih diam dan menunduk. Begitu juga dengan anggota lain, yang ikut dalam pengejaran mobil sport yang membawa Anggita. Semuanya memilih diam, karena tahu betul bagaimana temperamennya Ivan. Ia bisa begitu agresif jika merasa tidak terpuaskan.
"Siapa orang yang ada di mobil itu? Jangan bilang...kau juga tidak tahu, Ba-sin?" Suara itu terdengar halus saat menyentuh gendang telinga, tapi percayalah, tidak begitu dengan atmosfer yang ditimbulkannya.
Basin terpejam, merasakan perih atas goresan luka yang kini lengannya dapatkan dari ulah Ivan.
"Berikan padaku!" perintah Ivan. Ia sudah berbalik, menuju sofa dan duduk di sana. Pisau lipatnya sudah berpindah tangan pada anak buah yang dengan sigap membersihkan dari noda darah Basin. Tak banyak memang, Ivan hanya membuat goresan kecil, tapi cukup berhasil membuat Basin mengernyit perih.
"Ini, Tuan." Dengan mengabaikan rasa perihnya, Basin terlihat memberikan sebuah berkas.
Ivan memeriksa semua hasil penemuan Basin. Beberapa kali terlihat kerutan halus di wajah yang rupawannya hampir sama dengan Nathan, namun jelas, terasa perbedaan dari aura keduanya. Hingga bibir itu juga terlihat sempat menyunggingkan sebuah senyuman sinis.
"Dia yang bersama Anggita?"
"Iya, Tuan. Mobil sport itu terdaftar atas nama kepemilikan Nathan Joan Raksa."
Ivan diam.
Nathan, benaknya mengulang nama itu. Netranya awas memperhatikan foto yang kali ini Basin lampirkan lebih jelas daripada foto ketika Nathan terbidik kamera saat bersama Anggita di BIS.
"Kami terlihat sangat mirip?" ucap Ivan. Ia bahkan memperhatikan foto Nathan dengan memiringkan kepala. Bermaksud penilaian itu akan berubah jika ia mengubah pula sudut pandangnya.
Nyatanya tidak terjadi apa-apa. Raut wajah itu tetap sama dengannya. Hanya saja rambut pria itu yang berwarna perak, terkadang merah, biru, coklat, bahkan pink. Membuat Nathan terlihat lebih...menarik dan...tampan darinya.
"Kau mau mati, Ba-sin?!"
"Iya, Tuan. Aaa...maksud Saya, i-ya Anda dan pria yang ada di foto itu terlihat sangat mirip." Basin cepat meralat ucapannya. Ia tahu Ivan akan mudah marah jika pertanyaannya diabaikan.
Ivan melempar berkas itu ke atas meja dengan wajah yang tak ramah. "Di mana bocah itu sekarang?" Dan kini memilih bertanya tentang Elvano. Ia tak ingin membahas tentang Nathan. Meski ada sesuatu yang kini terlintas dalam pikiran pria itu yang berkaitan erat dengan masa lalu, itu tidak lah penting. Ia datang ke sini untuk menyingkirkan Elvano dan kembali bisa bersama dengan Anggita.
"Di kediaman orang tua Nona Anggita, Tuan. Dan sepertinya, Tuan Teo sudah tahu keberadaan Anda di sini."
Basin sudah mendapatkan di mana lokasi kediaman Galang Abraham. Orang kepercayaan Ivan itu juga langsung mengutus anak buahnya ke sana, awalnya Basin hanya ingin memastikan keberadaan Nona Anggita, tapi yang anggotanya temukan adalah kondisi rumah Galang yang sudah penuh dengan penjagaan.
"Aku tidak ingin ada kata gagal lagi! Persiapkan semuanya sebaik mungkin untuk menyingkirkan bocah sialan itu!"
"Baik, Tuan." Basin menunduk saat Ivan beranjak pergi.
Raut wajah pria itu terlihat berbeda. Dingin, namun juga tersirat gusar di sana. Entah karena apa? Mungkinkah takut gagal saat mengeksekusi Elvano, atau mungkin, karena kehadiran sesosok pria yang begitu mirip dengannya, di sekitar Elvano dan Anggita.
*
*
*
Nathan tiba di kediaman utama keluarga Raksa. Putra kedua dari Joni Raksa dan istrinya-Anita itu kali ini pulang dengan membawa sesuatu yang berbeda.
Nathan datang bersama Anggita. Tanpa melepaskan genggaman tangannya, pria petakilan itu terus melangkah masuk, meski Anggita sudah berulang kali meminta agar ia menunggu Nathan di luar saja. Wanita itu terlihat tidak nyaman, tiba-tiba datang di saat seperti ini. Dan Anggita merasa ini bukanlah saat yang tepat.
"Mom?! Kau di dalam?" Nathan mengetuk pintu kamar Mom Anita, bukannya langsung menuju ke ruangan kerja sang daddy, Nathan memilih untuk lebih dulu menemui mommynya. "Keluarlah, Mom. Aku membawa calon menantu untukmu!" Nathan terkekeh kecil saat mendapatkan pukulan di lengannya dari Anggita.
Mereka berdua berdiri di depan pintu kamar Mom Anita, setelah Nathan mendengar suara jawaban dari mommynya, pria itu bersiap untuk segera menghadap pada Joni Raksa yang sudah pasti tengah menunggu ia di ruang kerja.
"Sebentar lagi Mommy siap, tunggulah di sini. Aku ingin menemui Daddy dulu," ucap Nathan saat menggiring Anggita ke sofa yang tak jauh dari kamar untuk menunggu Mom Anita yang ternyata tengah berganti pakaian. "Jangan khawatir, Mommy adalah wanita terbaik di dunia. Kau pasti akan sangat menyukainya."
Anggita hanya mengangguk tanpa bisa menyingkirkan perasaan khawatir. Dan hal itu, jelas sekali terlihat oleh Nathan. Membuat pria itu tersenyum kecil, lalu dengan tak tahu malunya, ia kembali mengecup bibir Anggita dan segera kabur dari sana saat Anggita sudah refleks menggerakkan kaki, ingin memberikan tendangan pada Nathan.
Anggita mengeram kesal, tapi wajah wanita itu tetap saja dibuat bersemu. Apalagi Nathan masih sempat-sempatnya berbalik, pria itu terkekeh pada Anggita dengan tangan yang sekali lagi melemparkan ciuman di udara untuk wanitanya.
Astaga!
Kenapa tingkah Nathan seperti bocah.
Perasaan jatuh cinta, terkadang memang bisa membuat seseorang kehilangan kendali atas sikapnya. Begitu juga yang terjadi pada Nathan, pria itu merasa lebih bersemangat. Wajahnya terus saja tersenyum saat menuju ruang kerja ayahnya, tapi saat langkahnya sudah dekat, Nathan memilih berhenti. Di depan pintu itu ia terlihat menghela napas beberapa kali, mencoba mengendalikan diri.
Nathan tak bisa menampik, dari cara Dad Jon yang sudah memerintahkan empat orang untuk langsung menjemputnya itu membuat ia bisa memahami situasi. Ada hal yang daddynya tak suka.
Nathan jadi mengingat latar belakang Anggita. Ia menunduk, menarik napas dan menghembuskannya pelan melalui mulut. Nathan akan coba bicara dan meyakinkan daddynya, ia mencintai Anggita.
"Dad, ini aku." Nathan mengetuk pintu. Ia segera masuk setelah mendengar suara dari dalam.
Aura dingin ruangan itu sudah lebih dulu menyapa kehadirannya. Saat masuk, netra Nathan cukup dibuat terkejut dengan keberadaan sang kakak yang ternyata juga ada di ruang kerja ayah mereka.
Nathan menatap Agam dengan sorot mata tanya; ada apa? Tapi Agam mengalihkan pandangan, ia juga beranjak menjauh dari meja kerja Dad Jon, dan memilih berdiri di dekat jendela. Nathan sempat menangkap ekspresi tegang dari wajah kakaknya, meski kini ayah Rania itu sudah kembali ke pengaturan awal-flat.
"Ternyata kau ingat untuk mengetuk pintu sebelum masuk."
Suara dingin Dad Jon berhasil menarik kembali kefokusan Nathan. Ia menatap lurus Dad Jon yang kini juga sudah berdiri di depan meja kerja, membuat sebuah garis lurus bisa ditarik di antara keduanya.
"Tapi sepertinya kau melupakan sesuatu yang penting untuk keluarga ini, Nathan Joan Raksa!"
Nathan masih diam, namun tak bisa dibohongi, ia mulai merasakan sesuatu yang tidak nyaman.
"Kau menjalin hubungan dengan mantan narapidana...," Nathan sudah ingin menjawab perkataan Dad Jon, tapi niatnya terhenti setelah mendengar ucapan Dad Jon selanjutnya. "Seorang terdakwa yang ingin membunuh saudaranya sendiri, karena cinta? karena pria?!" Mata tua itu menatap tajam putra keduanya.
Deg!
Nathan terperangah. Mulutnya yang sudah membuka, bersiap untuk mengatakan sesuatu pada Dad Jon tadi, kini terasa membeku setelah mendengar ucapan daddynya.
Apa itu?
Fakta apa yang tidak ia tahu?
Rasanya Nathan sulit berpijak, tubuhnya seperti melayang.
Sama dengan mereka yang juga baru masuk ke dalam ruangan. Anggita bahkan sudah terpaku di tempatnya.
mau komen apa dari karya ini, entahlah. Tapi gregetnya itu lho...
kesel ia,, ngakak iya... lengakp amat sih buat karyanya..
sukses selalu untuk karya luar biasamu Kak Diana.. semoga karyamu semakin bersinar❤️❤️❤️🥰🥰🥰