Lovely Lawyer

“Kamu sudah menerima lamaran Zahran?” tanya Gerald to the point.

“Ehm.. iya, Bang. Baru tadi siang aku menerimanya. Maaf..”

“It’s okey, El. Aku ikut senang mendengarnya. Setidaknya sekarang kamu sudah berani melangkah.”

“Soal apa yang Abang bilang, aku menghargainya. Maaf aku ngga bisa membalas perasaan Abang.”

“It’s okay.”

“Aku harap hubungan kita tidak berubah.”

“Tentu saja, jangan khawatir soal itu. Sekarang lebih baik kamu pergi. Zahran sudah menunggu mu.”

“Abang juga langsung pulang.”

Gerald mengangguk pelan. Elina segera menuju lift bersama dengan pria itu. Selama berada di dalam lift, tidak ada pembicaraan sama sekali. Elina memilih menundukkan kepalanya. Dia tidak berani melihat pada Gerald. Lebih tepatnya tidak berani melihat kekecewaan di mata pria itu.

Sesampainya di lantai dasar, Elina bergegas keluar dari lift. Nampak mobil Zahran sudah terparkir di depan lobi. Wanita itu segera masuk ke dalam mobil, tanpa melihat pada Gerald. Dia menghembuskan nafas lega sesampainya di dalam mobil.

“Are you okay?” tanya Zahran yang bingung melihat sikap Elina.

“Ya. Ayo pergi, aku sudah lapar.”

Zahran segera menekan pedalnya. Dia menekan klakson, memberi tanda pada Gerald. Pria itu hanya melambaikan tangannya sambil berjalan menuju mobilnya. Sesampainya di dalam mobil, Gerald tidak langsung menjalankan kendaraannya. Pria itu berdiam dulu sebentar. Apa yang dikatakan Elina tadi tak ayal membuatnya kecewa dan terluka. Setelah beberapa saat, Gerald baru menjalankan kendaraannya.

Sesampainya di rumah, Gerald langsung membersihkan diri. Selesai mandi dan shalat isya, pria itu memilih duduk di teras kamarnya yang menghadap ke halaman kecil yang ada di samping rumah. Pikiran pria itu melayang pada pembicaraannya dengan Elina. Terdengar helaan nafasnya beberapa kali.

Tiga tahun memendam perasaan pada Elina dan berakhir dengan penolakan, siapa yang tidak luka hatinya. Gerald hanyalah pria biasa yang juga bisa merasakan patah hati. Bahkan Superman pun tidak bisa luput dari patah hati. Apalagi Gerald yang hanya pria biasa.

Sejak bercerai dari istrinya, Gerald belum membuka hatinya lagi pada wanita walau banyak yang mendekat dan ingin menjadi pendamping hidupnya. Namun ketika mengenal Elina, perlahan perasaannya mulai berubah. Elina yang pintar, supel, cerewet dan terkadang manja langsung memikat hatinya. Namun dia masih menahan melihat usia Elina yang masih muda waktu itu. Dia ingin memberi waktu pada Elina untuk mengembangkan dirinya lebih dulu.

Lamunan Gerald buyar ketika ponselnya berdering. Pria itu bangun dari duduknya lalu masuk ke dalam kamarnya. Diraihnya ponsel yang tergeletak di atas kasur. Di layar ponsel tertera nama Tomi, salah satu teman dekatnya saat menempuh pendidikan di Harvard. Dia dan Tomi berbeda jurusan, tapi sama-sama berasal dari Indonesia membuatnya dekat. Tomi mengambil kuliah di jurusan Ekonomi, seperti mantan istrinya, Liliana.

“Halo.”

“Hai, Ge. Apa kamu sedang sibuk?”

“Tidak.”

“Aku ingin bertemu dengan mu. Bisakah kamu ke Jakarta? Maaf kalau harus merepotkan mu.”

“Ada masalah apa?”

“Tidak ada. Aku hanya ingin menjadikan mu kuasa hukum ku dan wali untuk mengurus semua aset ku. Hanya kamu yang aku percaya.”

“Bagaimana dengan keluarga mu?”

“Kamu tahu kalau hubungan ku dengan keluarga ku. Aku takut kalau istri dan anakku tidak akan mendapatkan warisan setelah kepergian ku.”

“Hei, kenapa kamu bilang begitu?”

“Aku sakit, Ge. Dan aku ngga yakin bisa bertahan lama. Maukah kamu menjadi kuasa hukum ku?”

“Baiklah, aku akan berangkat setelah menyelesaikan kasusku. Mungkin memakan waktu dua hari.”

“It’s okay. Aku akan menunggu mu.”

Panggilan di antara keduanya berakhir. Setelah menerima telepon dari Tomi, Gerald nampak termenung. Dia memang tahu kalau hubungan Tomi dengan keluarganya kurang harmonis. Sebenarnya dia enggan terlibat dalam urusan keluarga yang rumit. Tapi mendengar kalau Tomi sedang sakit, pria itu tidak kuasa menolak.

***

Elina duduk di atas kasur seraya menyandarkan punggungnya. Kedua kakinya ditekuk dan sebuah boneka teddy bear dipeluknya erat. Tangannya bergerak mengusap keningnya yang dikecup oleh Zahran. Sebuah senyuman tercetak di bibirnya. Namun kemudian senyumnya hilang ketika mengingat akan Gerald. Walau pria itu tetap tersenyum ketika mendengar dirinya dengan Zahran, namun Elina bisa melihat tatapannya yang penuh dengan kesedihan.

Lamunan Elina buyar ketika mendengar ketukan di pintu. Renata masuk ke dalam kamar lalu mendekati anaknya. Elina langsung mengubah duduknya. Dia menyandarkan kepala ke lengan Renata seraya memeluk lengan wanita itu.

“Bagaimana kasus mu?”

“Sudah selesai, Ma. Aku berhasil memenangkan kasusnya dan semua karena bantuan Gita.”

“Jadi, bagaimana menurutmu tentang Gita?”

“Dia salah pengacara terbaik. Dia punya track record bagus kalau menangani kasus pelecehan seksual. Dulu dia seperti Mama, menjadi korban juga.”

“Oh ya?”

“Iya, Ma. Sama seperti Mama, dia juga sempat putus asa, sampai akhirnya Bang Ge datang dan meyakinkan dia untuk berjuang. Orang yang sudah melecehkannya berhasil di penjara dan lisensi advokatnya dibekukan selama sepuluh tahun.”

“Pantas saja Ge merekomendasikan dia untuk membantumu. Ternyata dia pernah mengalami itu dan akhirnya menjadi pejuang untuk membantu orang yang bernasib sama dengannya.”

“Iya, Ma. Aku kagum sama dia.”

“Jadi sekarang kalian berteman?”

“Iya.”

Elina tersenyum mengingat bagaimana hubungannya dulu dengan Gita. Dan sekarang keduanya jauh lebih akrab setelah saling mengenal satu sama lain. Dan keakraban mereka tidak lepas dari andil Gerald. Walau dengan paksaan, pria itu berhasil mendekatkan mereka berdua.

“Ma.. aku sudah kasih jawaban sama Bang Zahran.”

“Apa jawaban mu?”

“Aku terima lamarannya, tapi aku belum mau menikah dengannya dalam waktu dekat. Aku mau menjalani dulu hubungan dengannya.”

“Padahal Mama berharap kamu segera menikah.”

“Aku memang menerima Bang Zahran, tapi untuk menghabiskan seluruh hidupku dengannya, aku masih ragu. Sepertinya Bang Zahran juga berpikiran sama. Dia bilang ada yang mau dikatakan padaku soal masa lalunya, entah apa. Jujur aku takut kalau masa lalunya berpengaruh pada hubungan kami. Apa sebaiknya aku tidak usah tahu?”

“Masa lalu itu letaknya di belakang. Sebaiknya tidak usah mengungkit hal yang telah lalu.”

“Aku juga bilang gitu sama Bang Zahran, tapi dianya tetap mau cerita. Tapi ngga sekarang, nunggu kasus barunya selesai.”

“Kalau dia mau cerita, ngga masalah. Tinggal kamunya aja, siap ngga menerimanya andai masa lalunya itu bukan sesuatu yang baik.”

Kepala Elina mengangguk tanda mengerti. Melihat sosok Zahran, Elina ragu kalau pria itu pernah melakukan hal yang buruk di masa lalu. Mungkin saja pria itu mau membicarakan mantan kekasihnya. Elina yakin pria seperti Zahran pasti pernah memiliki kekasih sebelumnya. Apalagi saat di kampus, dia memiliki banyak penggemar.

“Bagaimana dengan Ge?”

“Sebenarnya Bang Ge udah ngungkapin perasaannya padaku, mungkin sekitar sebulan yang lalu. Tadinya aku mau kasih tahu soal aku dan Bang Zahran di saat yang tepat. Tapi tadi Bang Ge udah tahu. Dia lihat aku sama Bang Zahran dan langsung menebak kalau aku sudah menerima lamaran Bang Zahran.”

“Lalu?”

“Bang Ge bisa menerimanya dengan baik. Dia bilang dia mendukung hubungan ku dengan Bang Zahran. Dia ikut senang lihat aku bahagia.”

“Itulah tingkat tertinggi dalam mencintai. Melihat orang yang kita cintai berbahagia walau bukan dengan kita, itulah cinta sejati. Tidak egois dan hanya mementingkan keinginannya sendiri.”

“Aku takut sikap Bang Ge sama aku berubah, Ma.”

“Ge itu pria dewasa. Dia tahu resiko orang yang jatuh cinta adalah patah hati. Ketika dia jatuh cinta padamu dan sudah mengutarakannya padamu, itu artinya dia juga sudah siap menerima penolakan dari mu. Mama yakin Ge akan tetap bersikap sama padamu. Tapi mungkin kamu harus menjaga jarak darinya. Selain untuk menjaga perasaan Zahran, juga agar dia bisa melupakan mu dengan cepat. Dia masih muda, dan Mama yakin pasti dia punya keinginan untuk berumah tangga lagi.”

Elina mengeratkan pelukan di lengan sang Mama. Entah mengapa dia tidak suka mendengar penuturan Mamanya. Dia tidak mau hubungannya dengan Gerald berubah atau berjarak. Dia juga mau Gerald tetap memperlakukannya seperti biasa. Dan membayangkan Gerald mencurahkan perhatian pada perempuan lain, ada perasaan tak rela menyusupi hatinya.

***

Semua pengacara yang bekerja di D&G Law Firm sudah berkumpul di ruang meeting. Seperti biasa, Damian akan membagikan tugas baru bagi para pengacara yang bekerja di kantornya. Bagi yang tengah menangani kasus, tidak akan mendapat kasus baru. Tapi yang sudah menyelesaikan kasusnya, akan mendapat tugas baru, seperti Elina dan Gita.

“Gita, kamu akan menangani kasus pelecehan seksual. Korbannya adalah seorang siswi kelas 11. Pelakunya adalah guru olahraganya sendiri. Korban tidak memiliki bukti dan saksi. Karena korban masih di bawah umur, orang tuanya yang mengajukan somasi. Lebih dulu kamu harus membujuk korban agar mau membuka mulutnya.”

“Siap, Pak.”

“Elina, kamu akan menangani kasus penipuan asuransi. Klien mu adalah perusahaan asuransi yang juga menjadi klien kita. Lakukan yang terbaik dan pastikan orang yang sudah mendapatkan klaim asuransi mengembalikan uangnya.”

“Baik, Pak.”

Elina menerima berkas yang diberikan oleh Damian. Dia membuka lalu membacanya sekilas. Acara briefing pagi ini selesai setelah semua mendapatkan tugasnya. Elina berdiri lalu keluar dari ruang meeting. Matanya melihat pada ruangan Gerald. Ruangan tersebut nampak kosong. Hanya ada Olla, sekretaris Gerald yang mejanya berada di depan ruangan pria itu.

“Apa kamu mencari Ge?” terdengar suara Damian dari belakang.

“Apa Bang Ge belum datang? Tidak biasanya datang siang.”

“Dia langsung ke pengadilan.”

“Ooh…”

Hanya itu saja jawaban yang keluar dari mulut Elina. Wanita itu segera menuju lift untuk kembali ke lantai tiga. Sebenarnya dia cukup kecewa tidak bisa melihat Gerald pagi ini. Wanita itu ingin memastikan apakah Gerald baik-baik saja.

***

Eh.. Eh.. Elina kenapa ya🤔